Oleh Veeramalla Anjaiah
Saima Shafi Mir adalah seorang insinyur sipil di Departemen Pekerjaan Umum Jammu dan Kashmir (J&K), Wilayah Persatuan (UT) India. Ia dikenal sebagai Kral Koor (gadis pembuat tembikar dalam bahasa Kashmir) karena mencoba menghidupkan kembali seni tembikar yang hampir punah di J&K dengan memasukkan metode dan teknik modern ke dalamnya.
Saima juga merupakan seorang influencer muda yang menginspirasi generasi baru untuk merangkul roda tembikar. Meski menghadapi reaksi, ia perlahan membangun nama di lapangan.
"Masyarakat sering memaksakan batasan pada apa yang bisa dicapai perempuan. Saya ingin mendobrak penghalang itu dan menunjukkan bahwa kami mampu melakukan lebih banyak lagi," kata Saima kepada situs berita thebetterkashmir.com baru-baru ini.
Perjalanan Saima, yang berusia 33 tahun, adalah sarana untuk melepaskan diri dari depresi. Ia mengutip filsuf China Lao Tzu, yang mengatakan "kita membentuk tanah liat menjadi pot tetapi kekosongan di dalamnya lah yang menampung apa pun yang kita inginkan."
"Di situlah saya memutuskan untuk menyimpan depresi saya," ujar Saima kepada kantor berita Press Trust of India (PTI).
Ketertarikannya pada tembikar mendorongnya untuk secara formal mengajarkan dirinya sendiri tentang teknik modern yang digunakan oleh para seniman saat ini untuk membuat tembikar modern. Saima meneliti secara lokal, mengikuti kelas dengan para ahli di luar negara bagian, serta membuat studio tembikarnya sendiri.
Kesenangan Saima dengan tanah liat dimulai sejak masa kecilnya.
"Saya sebenarnya ingin melakukan sesuatu yang berbeda dan sejak kecil saya sudah terpesona dengan mainan yang terbuat dari tanah liat, jadi saya memutuskan untuk menjadi pembuat tembikar," ungkap Saima kepada kantor berita ANI.
Ketika ia memulai perjalanan ini, ia menghadapi berbagai rintangan. Ia menyadari bahwa seseorang harus sehat secara finansial untuk mendapatkan peralatan modern yang dibutuhkan untuk pembuatan tembikar. Ini termasuk roda tembikar listrik dan tempat pembakaran gas yang digunakan untuk memanggang, yang keduanya tidak tersedia di J&K.
Karena guru tembikar tidak umum di J&K, pencarian Saima membawanya ke Bengaluru. Di sana ia mengambil kursus kilat seni mencetak tanah liat menjadi berbagai bentuk, termasuk peralatan tradisional Kashmir yang digunakan di dapur.
Namun, kemajuan Saima terhambat oleh tantangan yang ditimbulkan oleh pencabutan Pasal 370 dan pembatasan COVID-19 berikutnya, yang menghabiskan tiga tahun berharganya. Meski demikian, Saima tetap teguh, mendedikasikan dirinya pada hasratnya.
Menurutnya, gerabah merupakan bagian dari warisan budaya dan menurutnya harus dilindungi.
"Saya menyadari bahwa tembikar bukan hanya sebuah bentuk seni; Itu adalah bagian dari warisan budaya kita yang memudar. Saya tidak bisa duduk diam, " tutur Saima kepada thebetterkashmir.com.
Usaha Saima yang tanpa lelah membawanya ke banyak pusat tembikar di seluruh Kashmir, di mana ia mengadakan lokakarya dan terlibat dalam diskusi dengan pembuat tembikar berpengalaman.
"Saya ingin belajar dari para master, untuk memahami seluk-beluk kerajinan dan signifikansi historisnya. Bimbingan mereka sangat berharga," jelas Saima kepada ANI.
Ia aktif berpartisipasi dalam berbagai acara dan platform, berbagi perjalanannya dan pentingnya melestarikan tembikar Kashmir.
"Seni memiliki kekuatan untuk melampaui batas dan menyatukan orang. Dengan menampilkan warisan kita di platform nasional dan internasional, kita dapat membuat dampak yang bertahan lama," papar Saima kepada ANI.
Saima tidak hanya menarik perhatian pejabat pemerintah, tetapi juga menginspirasi banyak anak muda. Menyaksikan karyanya di media sosial, banyak anak muda mulai membuat reel dan berbagi konten tentang para pembuat tembikar dan tentang gerabah itu sendiri, yang secara efektif memperkuat gerakan kebangkitan ini.
Dampak perjalanan Saima melampaui upaya artistiknya sendiri. Komitmennya untuk mempromosikan dan menghidupkan kembali seni gerabah telah memicu kebangkitan minat di kalangan anak muda, menanamkan rasa bangga terhadap warisan budaya mereka.
Penulis adalah wartawan senior yang berdomisili di Jakarta.