Oleh Veeramalla Anjaiah
Pada hari ini, tepatnya 34 tahun yang lalu pada tanggal 4 Juni 1989, pasukan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Komunis China melepaskan tembakan tanpa pandang bulu kepada para mahasiswa pengunjuk rasa yang tidak bersenjata di Lapangan Tiananmen di Beijing dan menewaskan ribuan orang.
Para pengunjuk rasa secara damai menyerukan kebebasan, demokrasi, reformasi politik dan ekonomi, diakhirinya korupsi serta akuntabilitas. Itu adalah protes anti-pemerintah terbesar dan terlama (dari 16 April hingga 4 Juni 1989) di China. Lebih dari 1 juta orang, sebagian besar pelajar, pekerja dan rakyat biasa ikut serta dalam protes tersebut.
Tindakan keras dimulai pada malam tanggal 3 Juni. Militer meminta para pengunjuk rasa untuk meninggalkan Lapangan Tiananmen dan pengunjuk rasa meninggalkan tempat kejadian. Ketika mereka tiba kembali pada pagi hari tanggal 4 Juni, militer mulai menembak tanpa pandang bulu.
Tidak ada angka pasti jumlah korban tewas dalam peristiwa Lapangan Tiananmen tersebut.
Pemerintah mengatakan 200 pengunjuk rasa tewas sementara pemimpin mahasiswa mengatakan sekitar 3.400 orang tewas.
Ada telegram diplomatik dari Duta Besar Inggris untuk China Sir Alan Donald, yang dikirim ke London. Pesan tersebut dideklasifikasi pada tahun 2017.
Telegram tersebut mengatakan bahwa 10.000 orang tewas dalam penumpasan China dan sumber angka 10.000 tersebut adalah seseorang yang "menyampaikan informasi yang diberikan kepadanya oleh seorang teman dekat yang saat ini menjadi anggota Dewan Negara [China]".
Kabinet disebut di China sebagai Dewan Negara. Artinya, informasi itu berasal dari seorang menteri.
Telegram itu mengatakan kendaraan lapis baja China melindas mahasiswa, benar-benar menghancurkan protes. Bahkan mayat pun ditabrak oleh kendaraan lapis baja China.