Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ratusan Juta Orang China Menderita Akibat 'Lockdown' yang Kejam

12 Mei 2022   14:03 Diperbarui: 12 Mei 2022   14:08 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas keamanan China menjaga sebuah apartemen di kota Shanghai. | Sumber: www.3aw.com.au

Oleh Veeramalla Anjaiah

Selama ini, apakah China berbohong tentang infeksi COVID-19 dan efektivitas vaksinnya?

Pandemi COVID-19 telah mengubah kehidupan di seluruh dunia, melalui lockdown, penyakit dan kematian. China telah mengklaim selama dua tahun terakhir ini COVID-19 berhasil diatasi berkat lockdown yang ketat dan vaksin China yang efektif.

Apa yang terjadi sekarang di China?

Lockdown di China semakin parah. Sekitar 373 juta orang di 45 kota saat ini berada di dalam lockdown sebagian atau penuh di China. Lockdown terburuk terjadi di Shanghai, kota terbesar di China dengan 26 juta orang.

Selama lebih dari sebulan, seluruh kota Shanghai telah berubah menjadi penjara. Orang-orang tidak diperbolehkan keluar dari rumahnya. Sekolah, kantor dan pabrik ditutup total. Stasiun bus dan kereta api ditutup dan bandara juga menghadapi nasib yang sama. Ribuan orang ditempatkan di kamp karantina. Anak-anak dipisahkan dari orang tua untuk dimasukkan ke dalam kamp isolasi.

Orang-orang tidak diberi akses terhadap makanan, air dan obat-obatan. Benar-benar neraka di kota Shanghai. Orang-orang mulai memprotes pemerintah dengan berteriak dan memukul-mukul panci demi kebebasan dari rumah dan apartemen mereka.

Di beberapa wilayah ibu kota Beijing juga menghadapi situasi yang sama setelah peningkatan tajam dalam kasus harian. Orang-orang mulai menimbun makanan dan barang-barang penting lainnya.

Jutaan orang di China tidak diperlakukan sebagai manusia. Polisi dan pejabat keamanan lainnya telah memukuli warga karena telah melanggar aturan lockdown dan secara paksa memindahkan banyak orang yang dicurigai terinfeksi virus corona ke kamp karantina manusia, di mana mereka harus tidur di dalam kardus. Polisi mendirikan pagar kawat berduri di sekitar berbagai kompleks perumahan di banyak kota.

Dirjen Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus. | Sumber: CNN 
Dirjen Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus. | Sumber: CNN 

Dalam komentar publik yang langka baru-baru ini, kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa strategi nol-COVID China untuk mengalahkan pandemi tidak berkelanjutan.

"Ketika kita berbicara tentang strategi nol-COVID, kita tidak berpikir bahwa itu berkelanjutan, mengingat perilaku virus sekarang dan apa yang kita antisipasi di masa depan," lapor Al Jazeera mengutip perkataan Ghebreyesus pada konferensi pers di Jenewa, Swiss,  pada tanggal 10 Mei.

"Kami telah membahas masalah ini dengan para ahli China dan kami mengindikasikan bahwa pendekatan tersebut tidak akan berkelanjutan [...] Saya pikir perubahan akan sangat penting."

Sejak munculnya COVID-19 pada bulan Desember tahun 2019 di China, Ghebreyesus dianggap sebagai sahabat baik Komunis China.

China menjadi marah dan menyebut pernyataan kepala WHO sebagai "komentar yang tidak bertanggung jawab" dan memblokir berita tentang komentar kepala WHO di media sosial dan media lainnya di China.

Presiden China Xi Jinping menyerukan tindakan yang lebih ketat untuk mencapai target nol-COVID di China. Sangat tidak mungkin bagi negara mana pun untuk tidak memiliki kasus COVID-19, karena jenis virus Omicron dapat menyebar sangat cepat dibandingkan dengan jenis lainnya.

Gelombang COVID-19 sekarang atau gelombang Omicron adalah gelombang kelima di China. Penguncian secara serius memengaruhi ekonomi, ekspor dan peluang kerja China. Dana Moneter Internasional (IMF) telah menurunkan pertumbuhan ekonomi China menjadi 4.4 persen untuk 2022, turun dari proyeksi pemerintah China sebesar 5.5 persen.

Partai Komunis China dan pemimpin ambisiusnya, Xi, tidak peduli dengan penderitaan rakyat China dan situasi sosial dan ekonomi yang memburuk. Presiden Xi bersikeras dan arogan dalam menekan perbedaan pendapat tentang strategi nol-COVID-19.

Menurut klaim China, 85.5 persen dari 1.44 miliar penduduk negara tersebut telah divaksinasi lengkap dan 54 persen populasi telah menerima suntikan booster. Namun kasus COVID-19 muncul di China dari waktu ke waktu. Ini adalah fenomena global.

Hingga 11 Mei, China melaporkan bahwa sejauh ini hanya ada 220,721 kasus COVID-19 dan 5,198 orang meninggal akibat COVID-19. Media dan statistik China sepenuhnya dikendalikan oleh Partai Komunis. Tidak ada yang percaya data COVID-19 dari China. Jumlah kasus dan kematian mungkin jumlahnya lebih besar di China..

Di Hong Kong, wilayah yang sepenuhnya dikendalikan oleh China, terdapat 1.20 juta kasus dan 9,355 kematian pada 11 Mei. Hong Kong menggunakan vaksin dan booster China untuk mengendalikan penyebaran COVID-19. Kenapa negara dengan 1.44 miliar orang, memiliki kasus yang lebih sedikit daripada Hong Kong kecil, yang hanya memiliki 7.60 juta orang.

Apalagi China adalah tempat kelahiran pandemi COVID-19. Karena penanganan China yang tidak tepat di awal COVID-19, seluruh dunia kini menderita COVID-19. Pada tanggal 11 Mei, ada 519 juta kasus COVID-19 dan 6.3 juta kematian di seluruh dunia.

Untuk membenarkan kebijakan lockdown yang kejam, China merilis studi terbaru tentang bahaya COVID-19 jika pemerintah meninggalkan "strategi nol-COVID" yang dinamis.

Menurut penelitian, yang muncul di jurnal Nature Medicine pada 10 Mei, China akan menghadapi "tsunami" Omicron yang dapat mengantarkan jutaan orang China ke rumah sakit dan membunuh lebih dari 1.55 juta orang.

Sangat tidak masuk akal untuk mempercayai hasil penelitian, yang tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan strategi nol-COVID pemerintah.

Strain Omicron mungkin lebih menular tetapi kurang mematikan dibandingkan dengan strain COVID-19 sebelumnya. Sejak kemunculan Omicron, tidak ada negara yang melaporkan 1 juta kematian meskipun jutaan orang terinfeksi.

Jika prediksi China menjadi kenyataan berarti vaksin China selama ini tidak berguna dalam memerangi penyakit COVID-19.

China memiliki masalah yang serius. Dua puluh persen penduduknya berusia 60 tahun ke atas. Jumlah grup ini berkembang dengan sangat cepat. Menurut perkiraan, China akan memiliki 300 juta warga senior.

Orang-orang China layak menjalani hidup mereka dengan cara yang bermartabat dan tidak seperti binatang di bawah lockdown.

Cukup sudah cukup. Lockdown tidak akan mencapai target nol kasus COVID. Partai Komunis China dan pemimpinnya Xi harus mengakhiri lockdown dan membiarkan jutaan orang China menjalani kehidupan normal mereka.

Jika lockdown berlanjut, akan berdampak buruk pada komunitas China dan global. Ini akan mengganggu ekonomi China dan dapat mengganggu aktivitas rantai pasokan global (global supply chains) dan menyebabkan melonjaknya biaya pengiriman.

Ada saran bagus dari seorang pejabat dari WHO.

Direktur kedaruratan WHO Michael Ryan mengatakan sudah waktunya bagi China untuk mempertimbangkan kembali pendekatannya, dengan mengatakan tindakan apa pun untuk memerangi pandemi COVID-19 harus menunjukkan "penghormatan terhadap individu dan hak asasi manusia".

"Kita perlu menyeimbangkan langkah-langkah pengendalian terhadap dampak pada masyarakat, dampaknya terhadap ekonomi, dan itu tidak selalu merupakan kalibrasi yang mudah," katanya kepada Al Jazeera.

Banyak negara telah memutuskan untuk hidup dengan COVID-19. China harus mempersiapkan diri untuk hidup dengan penyakit COVID-19. Penyakit ini tidak akan pergi ke mana pun dalam waktu dekat.

Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun