Apalagi China adalah tempat kelahiran pandemi COVID-19. Karena penanganan China yang tidak tepat di awal COVID-19, seluruh dunia kini menderita COVID-19. Pada tanggal 11 Mei, ada 519 juta kasus COVID-19 dan 6.3 juta kematian di seluruh dunia.
Untuk membenarkan kebijakan lockdown yang kejam, China merilis studi terbaru tentang bahaya COVID-19 jika pemerintah meninggalkan "strategi nol-COVID" yang dinamis.
Menurut penelitian, yang muncul di jurnal Nature Medicine pada 10 Mei, China akan menghadapi "tsunami" Omicron yang dapat mengantarkan jutaan orang China ke rumah sakit dan membunuh lebih dari 1.55 juta orang.
Sangat tidak masuk akal untuk mempercayai hasil penelitian, yang tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan strategi nol-COVID pemerintah.
Strain Omicron mungkin lebih menular tetapi kurang mematikan dibandingkan dengan strain COVID-19 sebelumnya. Sejak kemunculan Omicron, tidak ada negara yang melaporkan 1 juta kematian meskipun jutaan orang terinfeksi.
Jika prediksi China menjadi kenyataan berarti vaksin China selama ini tidak berguna dalam memerangi penyakit COVID-19.
China memiliki masalah yang serius. Dua puluh persen penduduknya berusia 60 tahun ke atas. Jumlah grup ini berkembang dengan sangat cepat. Menurut perkiraan, China akan memiliki 300 juta warga senior.
Orang-orang China layak menjalani hidup mereka dengan cara yang bermartabat dan tidak seperti binatang di bawah lockdown.
Cukup sudah cukup. Lockdown tidak akan mencapai target nol kasus COVID. Partai Komunis China dan pemimpinnya Xi harus mengakhiri lockdown dan membiarkan jutaan orang China menjalani kehidupan normal mereka.
Jika lockdown berlanjut, akan berdampak buruk pada komunitas China dan global. Ini akan mengganggu ekonomi China dan dapat mengganggu aktivitas rantai pasokan global (global supply chains) dan menyebabkan melonjaknya biaya pengiriman.
Ada saran bagus dari seorang pejabat dari WHO.