Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tentara Pakistan yang Brutal Membunuh hingga 3 Juta Orang di Bangladesh pada Tahun 1971

16 Desember 2021   08:22 Diperbarui: 17 Desember 2021   07:02 2833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Memori Pahlawan Nasional (National Martyrs Memorial) di Savar, Bangladesh. | Sumber: Dhaka Tribune

Oleh Veeramalla Anjaiah

Lima puluh tahun yang lalu, tepatnya pada hari ini tanggal 16 Desember, sebuah negara baru muncul di Asia. Seperti di Indonesia, mayoritas penduduk di negara yang baru lahir itu beragama Islam. Negara tersebut tidak lain adalah Bangladesh, yang merupakan bagian dari Pakistan sebelum kelahirannya.

Kelahiran Bangladesh datang dengan pengorbanan tertinggi dari 3 juta orang Bengali. Rezim militer Pakistan yang brutal, diwakili oleh Jenderal Tikka Khan di Pakistan Timur, yang memiliki julukan "Jagal dari Benggala", membantai hingga 3 juta orang hanya dalam sembilan bulan pada tahun 1971. Antara 200,000 hingga 400,000 wanita Bengali diperkosa oleh tentara Pakistan dan milisi pro-militer pada waktu itu. Lebih dari 10 juta orang menjadi pengungsi.

Seorang pengungsi sedang menceritakan penderitaan keluarganya yang tinggal di kota Dhaka pada tahun 1971. | Sumber: ICRC Jean-Jacques Kurz
Seorang pengungsi sedang menceritakan penderitaan keluarganya yang tinggal di kota Dhaka pada tahun 1971. | Sumber: ICRC Jean-Jacques Kurz

Ribuan desa dibakar, rumah dijarah, ratusan ribu orang disiksa dan dibunuh secara brutal. Dengan kata sederhana, itu adalah neraka di bumi.

Ini adalah sebuah genosida yang dilakukan oleh pemerintah Pakistan dan militernya terhadap rakyatnya sendiri dan sesama Muslim.

Rakyat Pakistan Timur, di bawah kepemimpinan besar Bangabandhu Sheikh Mujibur Rahman, secara heroik berperang melawan rezim yang menindas. Tetangganya, India, datang untuk menyelamatkan Bengali, dengan menyediakan perlindungan bagi jutaan pengungsi, senjata dan pelatihan untuk pejuang kemerdekaan. 

Akhirnya, mereka mulai berperang dari tanggal 3-16 Desember dengan Pakistan setelah Angkatan Udara Pakistan melancarkan serangan pendahuluan di 11 lapangan udara India.

Tentara India dan gerilyawan Mukti Bahini, sebuah gerakan perlawanan bersenjata yang terdiri dari tentara Bengali yang membelot, polisi dan warga sipil, bertempur bahu-membahu melawan tentara Pakistan yang kejam dan milisi agama.

Lt. Jen. Niazi dari Pakistan menandatangani dokumen penyerahan tentaranya kepada Pasukan India dan pejuang Bangladesh. | Sumber: Angkatan Laut India
Lt. Jen. Niazi dari Pakistan menandatangani dokumen penyerahan tentaranya kepada Pasukan India dan pejuang Bangladesh. | Sumber: Angkatan Laut India

Hanya dalam 14 hari, militer India mampu mencetak kemenangan besar melawan Pakistan. Pada tanggal 16 Desember 1971, 93,000 tentara Pakistan menyerah kepada militer India dan Mukti Bahini di Ramna Race Course di Dhaka, ibu kota Bangladesh. Hari itu merupakan kelahiran Bangladesh tetapi Bangladesh merayakan hari kemerdekaannya pada tanggal 26 Maret. 

Pada hari tersebut (26 Maret) di tahun 1971, Bangabandhu mendeklarasikan kemerdekaan Bangladesh setelah tindakan keras terhadap orang-orang Bengali yang tidak bersenjata pada tengah malam tanggal 25 Maret oleh pasukan pendudukan Pakistan.

Tapi sebenarnya 26 Maret adalah hari ketika kekejaman Pakistan terhadap orang Bengali dimulai.

Itu adalah penghinaan besar bagi militer Pakistan. Hanya dalam dua minggu, Pakistan telah kehilangan separuh angkatan lautnya, seperempat angkatan udaranya dan ribuan tentaranya. Kerugian terbesar adalah Pakistan kehilangan sebagian besar wilayahnya dengan lebih dari setengah penduduknya.

Sebelum kekalahan, para jenderal militer Pakistan dengan bangga menyatakan bahwa tentara Pakistan akan berperang sampai orang terakhir. Pakistan akan dengan mudah menghancurkan gerakan pemberontak dan India. Apa yang terjadi?

Menurut orang Bangladesh, tentara Pakistan hanya bisa menunjukkan kebrutalan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata dan tidak memiliki keberanian dan kekuatan untuk berperang melawan tentara negara lain dalam pertempuran yang sebenarnya. 

Komando timur di Pakistan Timur telah meletakkan senjata setelah hanya kehilangan 1,300 orang dalam pertempuran. Di Pakistan Barat, Pakistan menderita 1,200 kematian militer dan kehilangan sebagian besar tanah, yang kemudian dikembalikan India ke Pakistan sebagai isyarat persahabatan. Angkatan Laut India melancarkan serangan yang berhasil ke pelabuhan Karachi dan menghancurkan beberapa kapal perang Pakistan.

Sebagai tetangga yang baik dan teman baik bagi orang Bengali, India membantu Bangladesh dalam perang pembebasannya. 

"Sekitar 1,650 tentara India mengorbankan hidup mereka dalam perang pembebasan," kata Duta Besar India untuk Indonesia Manoj Kumar Bharti baru-baru ini di Jakarta.

Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia Wakil Marsekal Udara (purn) Mohammad Mostafizur Rahman mengakui dukungan dan kerja sama yang tak tergoyahkan yang diberikan oleh India selama perang pembebasan Bangladesh pada tahun 1971. Ia memuji hubungan yang berkembang pesat antara kedua negara. 

"Selama beberapa tahun terakhir, Bangladesh dan India telah menulis babak emas dalam hubungan bilateral mereka," ujar Dubes Mostafizur. 

Dengan pandangan yang sama, seorang pejabat senior India mengatakan bahwa kedua negara menjadikan hubungan mereka sebagai panutan dalam hubungan internasional.

"Hubungan India-Bangladesh saat ini lebih dalam dari kemitraan strategis lainnya. Ini adalah panutan bagi hubungan antara dua negara tetangga. Semangat persahabatan, pengertian dan saling menghormati yang ditimbulkan selama pembebasan Bangladesh terus meresapi berbagai aspek hubungan ini," papar Menteri Luar Negeri India Harsh Vardhan Shringla baru-baru ini.

Sejak 1971, setiap tahun, orang-orang di Bangladesh merayakan 16 Desember sebagai Bijoy Dibos, Hari Kemenangan Bangladesh.

Menurut surat kabar Dhaka Tribune, pada hari ini doa-doa khusus dipanjatkan di masjid-masjid, kuil-kuil, gereja-gereja dan tempat-tempat ibadah lainnya di seluruh negeri demi mencari berkah ilahi untuk kedamaian abadi dari jiwa-jiwa Bangabandhu yang telah meninggal, para pemimpin nasional, para martir Perang Pembebasan dan semua anak-anak patriotik negeri lainnya.

Itu adalah hari kemenangan bagi Bangladesh dan India.

"Kesempatan ini adalah untuk memperingati kemenangan pasukan Bangladesh dan India atas pasukan Pakistan dalam Perang Pembebasan Bangladesh pada tahun 1971," ungkap situs web National Today.

Anda mungkin bertanya-tanya faktor apa yang menyebabkan genosida dan pembebasan Bangladesh dari Pakistan?

Latar belakang

Kita semua tahu bahwa negara kita Indonesia adalah rumah bagi populasi Muslim terbesar di dunia. Dulu, hanya ada dua negara di dunia ini yang dulunya berpenduduk muslim lebih banyak dari Indonesia. Bisakah Anda menebak siapa mereka?

Yang pertama adalah British India atau Uni India. Namun British India terbagi menjadi dua negara -- India sekuler mayoritas Hindu dan Pakistan mayoritas Muslim -- pada bulan Agustus 1947 berdasarkan agama.

Yang kedua adalah Pakistan dengan 132 juta penduduk pada tahun 1971 sedangkan Indonesia memiliki 114,79 juta orang. Setelah tahun 1971, Indonesia muncul sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia.

Pakistan memiliki dua wilayah yang disebut sebagai Pakistan Timur dan Pakistan Barat. Rezim kolonial Inggris melakukan kesalahan besar dengan memasukkan Pakistan Timur yang juga dikenal sebagai Benggala Timur (hingga tahun 1952) ke dalam Pakistan. 

Pakistan Timur benar-benar berbeda secara geografis, bahasa dan budaya dari Pakistan Barat. Kedua wilayah ini terpisah secara geografis. Di antara dua bagian Pakistan ini, terletaklah India.

Aspek lain yang menarik adalah bahwa Pakistan Timur memiliki lebih banyak orang daripada Pakistan Barat tetapi kekuasaannya terkonsentrasi di tangan elit penguasa dari Pakistan Barat.

Bahasa ibu

Masalah orang-orang di Pakistan Timur, yang berbicara bahasa ibu mereka Bengali, dimulai segera setelah kelahiran Pakistan pada tahun 1948 ketika pemerintah Pakistan, yang sebagian besar didominasi oleh para elit di Pakistan Barat, mendeklarasikan bahasa Urdu, sebuah lingua franca umat Islam di anak benua India, sebagai bahasa nasionalnya. Kurang dari 5 persen dari seluruh penduduk Pakistan berbicara atau menggunakan bahasa Urdu. Hanya sedikit orang yang berbicara bahasa Urdu di Pakistan Timur. 

Orang Bengali mulai menuntut bahasa Bengali harus dinyatakan sebagai bahasa resmi bersama dengan bahasa Urdu. Ada kerusuhan besar-besaran di seluruh Pakistan Timur atas masalah bahasa. Ada juga alasan lain untuk pemberontakan tersebut.

"Penolakan untuk menerima bahasa Bengali sebagai bahasa negara Pakistan pada tahun-tahun awal setelah Pemisahan, kesenjangan ekonomi antara kedua bagian, hegemoni elit penguasa Pakistan Barat atas Pakistan, darurat militer dan sikap merendahkan terhadap budaya Bengali dan populasi Bengali telah memperburuk hubungan antara dua bagian," tulis Anam Zakaria, seorang penulis, baru-baru ini di situs web Al Jazeera.

Ada diskriminasi besar-besaran terhadap orang Bengali dalam administrasi, militer dan bahkan dalam alokasi anggaran.

Pada tahun 1964, dengan dukungan tentara, kelompok radikal agama melancarkan kampanye pembersihan etnis terhadap minoritas seperti Hindu dan Garos. Ribuan orang tewas di seluruh negeri dalam bentrokan komunal ini. 

Pada tahun 1966, Bangabandhu dan partainya Liga Awami meluncurkan Gerakan Enam Titik mencari otonomi yang lebih besar ke Pakistan Timur. Partai politik lain bergandengan tangan dengan Liga Awami untuk memperjuangkan lebih banyak kekuatan.

Pada tahun 1969, gerakan tersebut berubah menjadi pemberontakan massal terhadap pemerintah Pakistan di Pakistan Timur. Ini mengarah pada pengunduran diri presiden diktator militer Ayub Khan. Jenderal Yahya Khan, diktator militer lainnya, menjadi presiden Pakistan pada bulan Maret 1969.

Dalam pemilihan nasional tahun 1970, Liga Awami memenangkan mayoritas di parlemen tetapi elit yang berkuasa, terutama Zulfikar Ali Bhutto dan Partai Rakyat Pakistan-nya menolak untuk menyerahkan kekuasaan kepada Bangabandhu.

Pada bulan Maret 1971, massa Bengali yang marah membunuh 300 migran Bihari yang berbahasa Urdu di Chittagong, Pakistan Timur. Bihari ini adalah pendukung kuat militer Urdu dan Pakistan serta penentang bahasa Bangla dan budaya Bangla.

Yahya Khan menggunakan kekerasan terhadap Bihari sebagai dalih untuk meluncurkan Operasi Searchlight dan tindakan keras besar-besaran terhadap Liga Awami dan para pendukungnya.

Setelah kekalahan yang memalukan Yahya Khan juga kehilangan jabatan presiden, seperti pendahulunya, dan menyerahkan kekuasaan kepada Bhutto. Bahkan Bhutto digantung sampai mati pada tanggal 4 April 1979 atas tuduhan pembunuhan.

Setelah pembebasan, Bangladesh, terutama di bawah kepemimpinan dinamis Sheikh Hasina, putrinya Bangabandhu, sejak 2009, telah mencapai kemajuan luar biasa dalam pertumbuhan ekonomi dan beberapa indikator sosial.

Komite Kebijakan Pembangunan (CDP) Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 15 Maret secara resmi menyatakan kelayakan Bangladesh untuk lulus dari kelompok Negara-negara Tertinggal (LDCs) ke status Negara Berkembang.

Bangladesh secara resmi akan menjadi negara berkembang pada tahun 2026.

"Pencapaian ini merupakan hasil dari perencanaan, kerja keras dan upaya kami yang tiada henti selama 12 tahun terakhir. Rakyat negeri ini telah mewujudkannya. Kami hanya memberikan dukungan kebijakan dari pemerintah kepada rakyat," kata Hasina baru-baru ini di sebuah konferensi pers maya.

Menurut Bank Dunia, Bangladesh berhasil dalam pengentasan kemiskinan, dari 83 persen tingkat kemiskinan pada tahun 1975 menjadi hanya 18.1 persen pada tahun 2020.

Bangladesh, yang merupakan negara demokratis dan sekuler yang dinamis, telah membuktikan bahwa ia bisa makmur jauh lebih baik daripada Pakistan setelah berpisah darinya.

Menurut perkiraan Bank Dunia dan IMF, produk domestik bruto (PDB) Bangladesh saat ini adalah AS$380.11 miliar dan PDB nominal per kapita $2,270, jauh lebih tinggi dari PDB Pakistan yang senilai $284.77 miliar dan PDB nominal per kapita sebesar $1,247.   

Pembebasan Bangladesh dan kisah suksesnya dapat menginspirasi banyak negara miskin lainnya di dunia.

 

Penulis adalah seorang jurnalis senior yang berbasis di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun