Oleh Veeramalla Anjaiah
Juli ini adalah bulan terburuk dalam sejarah Kashmir-yang-dikuasai-Pakistan (POK), yang Pakistan sebut sebagai Azad Jammu dan Kashmir (AJK) atau Azad Kashmir singkatnya.
Azad berarti bebas dalam banyak bahasa di Asia Selatan.
Pemilihan umum diadakan pada tanggal 25 Juli di AJK untuk memilih anggota DPR yang terdiri dari 45 kursi dengan 3.22 juta pemilih.
Protes yang diwarnai kekerasan meletus di banyak kota besar dan kecil sejak hari Minggu untuk memprotes kecurangan. Menurut banyak politisi Pakistan, pemilu dicurangi oleh Angkatan Darat Pakistan dan partai yang berkuasa Pakistan Tehreek--e-Insaf (PTI).
Para pengunjuk rasa dibubarkan oleh pasukan keamanan. Insiden penembakan juga terjadi di Lembah Sharda Neelam, sebuah kawasan yang terletak sekitar 140 kilometer dari kota Muzaffarabad. Â
Warga lokal sudah memasang gambar dan video dari kebrutalan pasukan di media sosial.Â
"Ateeq Shah seorang warga sipil tak bersenjata yang telah ditembak mati oleh Pasukan Paramiliter Pakistan hari ini dalam serangan tak beralasan di lembah Sharda Neelam 'Azad' #Jammu #Kashmir." tulis netizen Mehtab Ahmed saat membagikan foto korban. Â
Ia juga membagikan video tentara Pakistani Frontier Corp (FC) yang memukuli para pengunjuk rasa.Â
"Tentara Pakistan, FC & warga sipil tak bersenjata di Sharda Neelam berhadap-hadapan, FC menembaki warga sipil, 1 tewas & lainnya terluka parah dalam serangan yang tidak beralasan. Kemarahan publik meningkat, menuntut personel FC ditangkap. Mengangkat slogan-slogan untuk kemerdekaan." Â
Padahal, pemilu di AJK tidak diperlukan karena partai Pakistan yang berkuasa selalu menang dalam pemilu di daerah ini. Sebagai contoh, partai yang saat itu berkuasa Partai Rakyat Pakistan (PPP) memenangkan pemilihan di AJK pada tahun 2011, demikian juga Liga Muslim-Nawaz Pakistan (PML-N) yang menang pada tahun 2016 di saat mereka sedang berkuasa. Sekarang saatnya PTI mengulangi hal yang sama.
Berdasarkan hasil tidak resmi, PTI meraih 26 kursi, sementara PPP meraih 11 kursi dan PML-N 6 kursi. Khawaja Farooq Ahmed dari PTI mungkin menjadi perdana menteri baru AJK.
Banyak surat kabar Pakistan menggambarkan pemilu 2021 sebagai "paling kotor" dan "buruk".
"Saat kampanye pemilihan berlangsung, ini adalah salah satu yang paling buruk belakangan ini. Gaya dan tujuan pidato, intensitas serangan partisan dan tingkat menjelek-jelekkan personal, setidaknya, memuakkan," komentar surat kabar terhormat Pakistan Dawn dalam editorial pada tanggal 27 Juli.
Surat kabar itu mengecam kegagalan pejabat pemerintah, militer dan polisi Komisi Pemilihan Umum AJK dalam menyelenggarakan sebuah pemilihan umum yang bebas dan adil di AJK.
"Tanggung jawab atas kegagalan ini ditanggung oleh banyak pemain: Komisi Pemilihan Umum AJK karena tidak mampu menegakkan transparansi dan kredibilitas, polisi dan pemerintah daerah karena gagal mengamankan jiwa dan harta benda dan partai politik karena tidak mengakui kelemahan sistem dan menunjukkan kemauan dan kapasitas untuk mereformasinya," kata Dawn.
Dengan pandangan serupa, seorang penulis dan kolumnis terkenal Pakistan mengatakan bahwa pemilihan AJK adalah tanda yang jelas dari degenerasi budaya politik Pakistan.Â
"Ini mungkin pemilu paling kotor dalam sejarah AJK dengan para pemimpin yang saling menuduh kecurangan satu sama lain," tulis Zahid Hussain di Dawn pada tanggal 28 Juli.
"Bahasa vulgar, tanpa larangan yang digunakan oleh para pemimpin puncak di seluruh bidang tidak mungkin lebih ofensif. Tidak ada apa pun tentang masalah Kashmir atau masalah lokal. Kepahitan dan persaingan yang mendefinisikan politik Pakistan juga disuntikkan ke dalam kampanye pemilihan AJK. Ini hanya tentang siapa yang lebih menyebalkan."
Sementara itu, mantan perdana menteri Pakistan Raja Pervez Ashraf menuduh pemerintah Imran Khan mengubah pemilihan AJK menjadi "kekerasan". Ia mengatakan bahwa ada upaya pembunuhan terhadap pemimpin PPP Chaudhry Yasin. Seseorang menembak mobil Yasin.
Ashraf juga mengkritik pejabat AJK yang terang-terangan membantu calon PTI.
"Pemerintah sedang berusaha untuk membantu calon PTI untuk menang," lapor harian The Express Tribune dengan mengutip perkataan Ashraf pada hari Minggu.
Wakil presiden PML-N Maryam Nawaz mengatakan bahwa ia tidak akan menerima hasil AJK.
"Saya belum menerima hasil pemilihan AJK [...] dan saya tidak akan menerimanya. Saya tidak menerima hasil pemilihan umum 2018 atau pemerintahan palsu ini. PML-N akan segera mengumumkan strategi kecurangan memalukan ini dalam jajak pendapat AJK," cuit Maryam, Senin lalu.
Segera setelah meletusnya bentrokan dan protes, juru bicara PML-N Marriyum Aurangzeb melaporkan pelanggaran undang-undang pemilu di Twitter.
"Transparansi dan imparsialitas menjadi semakin dipertanyakan dalam pemilihan AJK. Menghentikan petugas pemungutan suara kami memasuki TPS merupakan pelanggaran undang-undang pemilu," tweetnya.
Bahkan Perdana Menteri POK Raja Farooq Haider Khan menyebut pemilu sebagai "lelucon".
"Pemilihan majelis tidak lain adalah sebuah latihan lelucon untuk menipu rakyat," kata Raja dalam sebuah pernyataan.
Aktivis hak asasi manusia dan partai-partai kecil lokal menuduh lembaga Pakistan melakukan pemilihan "palsu" di AJK. Kebebasan hanya tertera di nama karena seluruh wilayah dikontrol ketat oleh militer. Namun menurut hukum Pakistan, AJK secara administratif bukan bagian dari Pakistan.Â
"Di Kashmir [AJK], hanya partai yang menerima gagasan aksesi Kashmir ke Pakistan yang dapat berpartisipasi dalam proses pemilihan. #ElectionBoycottAjk2021."
Kemudian setelah pemilu, DPR akan memilih Presiden dan Perdana Menteri baru di AJK. Kedua pemimpin ini harus menandatangani surat pernyataan kesetiaan terhadap aksesi Kashmir ke Pakistan.
Wilayah AJK adalah wilayah yang disengketakan. Awalnya, Azad Kashmir, yang memiliki luas hanya 13,297 kilometer persegi dan lebih dari 4 juta orang, adalah bagian dari negara independen Jammu dan Kashmir (J&K) sebelum tahun 1947.
Setelah pemisahan India Britania menjadi negara bagian India dan Pakistan pada tanggal 15 Agustus 1947, negara bagian Jammu dan Kashmir, negara bagian mayoritas Muslim yang diperintah oleh raja Hindu Raja Hari Singh, tidak bergabung baik dengan India maupun Pakistan. Tentara Pakistan dan milisi suku yang brutal menyerang negara bagian Jammu dan Kashmir pada tahun 1947, membunuh ribuan orang yang tidak bersalah, membakar rumah, menjarah dan memperkosa wanita. Banyak orang mengatakan itu benar-benar pembantaian.
Raja Hari Singh mencari bantuan India tetapi India menolak untuk campur tangan karena itu bukan wilayah India. Akhirnya, pada tanggal 26 Oktober 1947, ia memutuskan untuk menyerahkan seluruh negara bagiannya ke India dengan menandatangani dokumen Instrumen Aksesi. Pada saat itu, militer Pakistan menguasai sebagian besar negara bagian Jammu dan Kashmir. India menerbangkan pasukannya pada tanggal 26 Oktober 1947 ke Srinagar untuk membebaskan J&K dari Pakistan, yang mengarah ke perang India Pakistan pertama. Perang berlangsung hingga tahun 1949. Pasukan India berhasil membebaskan 75 persen wilayah tersebut.
Baik India maupun Pakistan menyetujui gencatan senjata pada tanggal 1 Januari 1949. Akibatnya, wilayah AJK dan Gilgit-Baltistan saat ini, yang merupakan bagian dari J&K dan merupakan seperempat dari seluruh negara bagian, masih tetap berada di bawah kendali Pakistan. Tiga perempat J&K sekarang ada di India.Â
Pakistan menamai wilayah yang diduduki sebagai Azad Kashmir sementara India mengubah negara bagian J&K menjadi dua wilayah persatuan -- J&K dan Ladakh -- pada tahun 2019.
Hal yang khas tentang Azad Kashmir adalah bahwa itu bukan wilayah bebas seperti yang diklaim oleh Pakistan meskipun memiliki Presiden dan Perdana Menteri yang aneh. Ini adalah wilayah yang diduduki secara ilegal dan paksa sementara India memasukkan negara bagian J&K ke dalam wilayahnya melalui cara hukum.
Tujuan jangka panjang Pakistan adalah untuk mencaplok J&K yang dikuasai India dan Ladakh dan menggabungkannya dengan Pakistan, termasuk wilayah yang dikuasai Pakistan. Mereka melancarkan empat perang dengan India sejak tahun 1947 dan kalah dalam semua perang.
India ingin mengambil kembali wilayah Azad Kashmir dan Gilgit-Baltistan, yang secara hukum milik India, dari Pakistan.
India telah menyampaikan protes kerasnya ke Pakistan berkali-kali dan menegaskan kembali bahwa seluruh Wilayah Persatuan J&K dan Ladakh, termasuk wilayah yang disebut Azad Kashmir, Gilgit dan Baltistan adalah bagian integral dari India berdasarkan aksesi pada tahun 1947. Pakistan tidak memiliki tempat di wilayah tersebut yang diduduki secara ilegal dan dengan paksa.
Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI