Koran Arab News telah menerbitkan kisah sedih jurnalis Pakistan baru-baru ini.
Seorang editor surat kabar berbahasa Urdu Nawa-e-Wakt kehilangan pekerjaannya dan sekarang bekerja sebagai tukang sepatu untuk bertahan hidup.
"Tiba-tiba, saya diberi tahu bahwa krisis keuangan tidak memungkinkan surat kabar mempekerjakan untuk saya lagi," kata Shakir Ali kepada Arab News.
Menurut Karachi Union of Journalists (KUJ), sebanyak 3,105 pekerja media - kebanyakan jurnalis - kehilangan pekerjaannya pada tahun 2019, jauh sebelum pandemi COVID-19. Situasinya sama di media cetak, elektronik dan sosial. Ribuan jurnalis Pakistan lainnya mungkin telah kehilangan pekerjaan mereka pada tahun 2020 akibat pandemi.
"Beberapa jurnalis telah menjadi mayat hidup karena mereka tidak punya apa-apa untuk menghidupi keluarga mereka," Shoaib Ahmed, asisten sekretaris jenderal Persatuan Jurnalis Federal Pakistan (PFUJ) mengatakan kepada Arab News.
Karena manajemen pemerintahan Imran yang kurang baik, Pakistan menghadapi krisis keuangan yang serius. Akibatnya, iklan dari pemerintah maupun perusahaan swasta merosot tajam.
Selain itu, pemerintah mengurangi iklan atau daftar hitamnya ke outlet media yang mengkritik pemerintah dan militer.
Pada masa sulit ini, pemerintah pro-militer telah menggunakan undang-undang yang kejam untuk menekan kebebasan media dan menutup saluran TV swasta, situs web dan platform media lainnya.
Selagi dunia merayakan Hari Kebebasan Pers Dunia hari ini dengan tema "Informasi sebagai Barang yang Baik bagi Publik", wartawan Pakistan, yang telah menjadi "mayat hidup" yang putus asa, mencari bantuan internasional untuk menekan pemerintah Pakistan untuk mengembalikan kebebasan pers setidaknya untuk bertahan hidup di saat terburuk ini.
Penulis adalah jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H