Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

China, Pendukung Utama Militer Myanmar

23 Februari 2021   12:01 Diperbarui: 23 Februari 2021   12:18 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada pepatah India yang mengatakan "Ekor anjing tidak akan pernah lurus meskipun kita memasukkannya ke dalam pipa selama bertahun-tahun." Begitu pula militer Myanmar yang bernama resmi Tatmadaw tidak akan pernah menyerah ambisinya untuk menguasai negara tersebut.

Militer memerintah Myanmar, sebelumnya Burma, dengan kejam selama lebih dari 50 tahun. Sebagian besar jendralnya menjadi sangat kaya karena mereka menjarah negara untuk keuntungan pribadi mereka. 

Militer menjalankan bisnisnya sendiri yang menguntungkan - mulai dari bir hingga pertambangan - untuk memperkaya dirinya sendiri. Mereka memiliki 25 persen kursi parlemen tanpa ikut serta dalam pemilihan. Militer secara penuh dan terbuka mendukung partai politik bernama Union Solidarity and Development Party (USDP).

Tatmadaw, pada tanggal 1 Februari, di bawah pimpinan Jenderal Senior Aung Min Hlaing, telah meluncurkan kudeta militer terhadap pemerintahan sipil dan menangkap pemimpin negara yang paling populer dan Konselor Negara Aung San Suu Kyi beserta Presiden sipil negara U Win Myint. Tatmadaw menuduh ada banyak kasus penipuan serius dalam pemilu November 2020.

Dalam pemilu kali ini, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi meraih lebih dari 83 persen suara. USDP hanya memenangkan 33 kursi dari 476 kursi di parlemen.

Jutaan orang turun ke jalan di seluruh negeri untuk memprotes pengambilalihan militer. Apa yang aneh di Yangon adalah bahwa orang-orang protes di depan Kedutaan Besar China menuntut China untuk berhenti mendukung Tatmadaw dan kepemerintahan ilegalnya.

Apakah ada pihak China yang terlibat dalam kudeta terbaru di Myanmar? Mengapa orang-orang melakukan protes di depan kedutaan besar China? Apa saja yang China pertaruhkan di Myanmar?

Hanya beberapa minggu sebelum kudeta, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengunjungi Myanmar dan bertemu dengan Jenderal Min dan Suu Kyi. Masih belum jelas apakah China mengetahui sebelumnya tentang kudeta militer di Myanmar.

China sepenuhnya mendukung kudeta militer 1 Februari, bahkan media resmi China menggambarkan kudeta itu sebagai "perombakan besar Kabinet [Major Cabinet Reshuffle]".

China mengeluarkan pernyataan normatif tentang kudeta.

"Kami telah mencatat apa yang terjadi di Myanmar, dan kami mempelajari lebih banyak informasi tentang situasinya," juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan kepada wartawan di Beijing setelah kudeta.

"China adalah tetangga Myanmar yang ramah. Kami berharap semua pihak di Myanmar menangani perbedaan mereka dengan baik di bawah kerangka konstitusional dan hukum serta menjaga stabilitas politik dan sosial," kata Wang.

Petinggi Tatmadaw senang dengan China, yang tidak pernah menimbulkan pertanyaan tentang hak asasi manusia, demokrasi dan penindasan. China memberikan mereka senjata dan miliaran dolar dalam bentuk pinjaman dan investasi. 

Myanmar, sebuah negara paria, didukung oleh China pada puncak kecaman internasional dan sanksi ekonomi selama akhir 1980-an hingga tahun 2011. Beijing selalu memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan kepada para jenderal militer di panggung internasional, terutama di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

China dan Myanmar adalah tetangga. Kedua negara telah menjalin hubungan diplomatik sajak tahun 1950. China merupakan mitra dagang terbesar Myanmar dan investor asing terbesar kedua setelah Singapura.

Dengan 54 juta penduduk dan PDB senilai AS$76.09 miliar, Myanmar merupakan pasar yang menarik bagi China. Setelah liberalisasi parsial dan kesepakatan pembagian kekuasaan dengan pemerintah sipil pada tahun 2011, ekonomi Myanmar telah tumbuh pada tingkat yang mengesankan dengan rata-rata 7.7 persen hingga 2019.    

Karena lokasinya yang geostrategis dan banyaknya sumber daya alam, Myanmar telah menjadi negara yang sangat penting bagi China. Myanmar menyediakan akses strategis ke Samudra Hindia untuk China, dimana China dapat memantau aktivitas musuh bebuyutannya, India. Myanmar berbagi perbatasan darat dengan India dan Bangladesh.

Myanmar telah menjadi pembeli senjata China terbesar kedua di Asia.

China ingin mengubah Myanmar menjadi negara bawahan modern seperti Pakistan melalui perdagangan, pinjaman dan investasi. China sepenuhnya mendukung Tatmadaw dan memelihara hubungan yang sangat dekat dengan jenderal militer Myanmar.

Tidak mengherankan ketika China, yang memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB (DK PBB), secara terbuka dan tanpa malu-malu tidak hanya mendukung Tatmadaw tetapi juga memblokir pernyataan PBB mengenai kudeta militer. Para jenderal Myanmar selalu mendapat dukungan dari China dan Rusia di DK PBB.

Orang-orang mengatakan bahwa China tidak nyaman dengan pemerintahan Suu Kyi. China tidak suka Myanmar terbuka ke banyak negara seperti Jepang, Singapura dan Uni Eropa untuk perdagangan dan investasi. Mereka ingin menjadikan Myanmar sebagai lapangan bermain untuk dirinya sendiri saja. Tidak ada pemain lain yang diizinkan bermain di sana.

Meski ada larangan bagi semua penerbangan asing yang mendarat di Myanmar, beberapa hari lalu, dua pesawat China yang diduga membawa peralatan militer dan pakar IT China, yang akan mengontrol media sosial, telah mendarat di Myanmar baru-baru ini. China, bagaimanapun, membantahnya dan mengatakan bahwa pesawat itu membawa barang normal. 

Itulah alasan mengapa masyarakat Myanmar melakukan protes di depan kedutaan besar China di Yangon. Para pengunjuk rasa tahu bahwa China adalah pendukung utama Tatmadaw yang brutal.

Berbeda dengan China, Amerika Serikat, satu-satunya negara adidaya di dunia, mengambil pendekatan berbeda terhadap junta militer di Myanmar.

"Kami akan bekerja dengan mitra kami untuk mendukung pemulihan demokrasi dan supremasi hukum dan memberikan konsekuensi kepada mereka yang bertanggung jawab," Presiden Amerika Joe Biden mengumumkan pada 11 Februari.

Pemerintahan Biden telah menjatuhkan sanksi kepada 10 pemimpin tingkat tinggi militer Myanmar saat ini dan yang sudah pensiun atas kudeta pada 1 Februari yang menggulingkan pemerintah yang dipilih secara demokratis yang dipimpin oleh Suu Kyi.

Inggris dan Kanada juga telah menjatuhkan sanksi terhadap jenderal militer Myanmar. Banyak negara akan segera mengikutinya. Jepang, India, Australia dan beberapa negara di seluruh dunia mengutuk junta militer Myanmar dan menyerukan pemulihan demokrasi segera di sana.

Militer Myanmar telah melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya pada tahun 2019. Ribuan orang Rohingya telah menjadi pengungsi internal. Indonesia dan negara lain mengutuk keras kekejaman terhadap Muslim Rohingya. 

Hanya China yang tidak mengutuk kekejaman militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Sebagai imbalannya, militer Myanmar tidak mengkritik kekejaman China terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.

Dalam upaya meningkatkan pengaruhnya serta kehadirannya, China telah menandatangani perjanjian Koridor Ekonomi China-Myanmar (CMEC) - dengan penekanan pada pelabuhan laut dalam dan zona ekonomi khusus di Kyaukphyu yang diusulkan - dengan Myanmar pada tahun 2017. CMEC adalah bagian dari strategi globalnya yang disebut sebagai Belt and Road Initiative (BRI).

Sebagai bagian dari CMEC, China telah berkomitmen untuk menginvestasikan $21.5 miliar di bidang pertambangan, tenaga air, jalur kereta api, jalan raya dan pelabuhan di Myanmar. Membangun pelabuhan laut Kyaukpyu yang strategis senilai $1.3 miliar merupakan yang terpenting. Pelabuhan tersebut, jika sudah selesai, akan memberikan akses Teluk Benggala ke China dan terhubung dengan wilayah Yunan yang terkurung daratan melalui jalur kereta api. Jika pelabuhan ini dibangun, maka akan berdampak signifikan bagi Indonesia, Malaysia dan Singapura. Kapal-kapal dan kapal tanker minyak dan gas yang berasal dari Timur Tengah dan Eropa tidak akan melewati Selat Malaka dan Laut China Selatan.

Militer Myanmar sekarang menggunakan kekuatan brutal terhadap jutaan pengunjuk rasa Myanmar yang tidak bersenjata. Tiga pengunjuk rasa dibunuh secara brutal oleh militer Myanmar.

PBB mengutuk penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa yang tidak bersenjata.

"Saya mengutuk penggunaan kekerasan mematikan di Myanmar," Sekretaris Jenderal PBB Antnio Guterres mengatakan dalam sebuah posting di akun Twitter resminya baru-baru ini.  

"Penggunaan kekuatan mematikan, intimidasi & pelecehan terhadap demonstran damai tidak dapat diterima. Setiap orang memiliki hak untuk berkumpul secara damai. Saya meminta semua pihak untuk menghormati hasil pemilu dan kembali ke pemerintahan sipil."

Menyuarakan pandangan serupa Singapura, investor asing terbesar di Myanmar, mengatakan bahwa penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa yang tidak bersenjata tidak bisa dimaafkan.

"Kami kecewa dengan laporan korban sipil setelah penggunaan kekuatan mematikan oleh pasukan keamanan terhadap demonstran di Myanmar," kata Kementerian Luar Negeri Singapura dalam sebuah pernyataan baru-baru ini.

"Penggunaan senjata mematikan terhadap warga sipil tak bersenjata tidak bisa dimaafkan. Kami sangat mendesak pasukan keamanan untuk menahan diri sepenuhnya untuk menghindari cedera lebih lanjut dan hilangnya nyawa, dan segera mengambil langkah-langkah untuk mengurangi situasi dan memulihkan ketenangan."

Sementara itu, Indonesia, pemimpin de facto ASEAN, telah menyatakan keprihatinannya yang serius terhadap situasi terkini di Myanmar. Indonesia telah bekerja secara aktif untuk mengadakan pertemuan menteri luar negeri atau KTT ASEAN informal untuk membahas situasi terbaru di Myanmar.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi telah bertemu dengan para menteri luar negeri dari Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura untuk membahas situasi terbaru Myanmar. Ia akan segera bertemu dengan menteri luar negeri negara-negara ASEAN lainnya.

"Sebagai sebuah keluarga, sebuah keluarga ASEAN, merupakan tanggung jawab seluruh anggota ASEAN untuk menghormati apa yang tertuang dalam Piagam ASEAN. Pasal 1 (7) dari Piagam ASEAN berbunyi, 'Untuk memperkuat demokrasi, meningkatkan tata pemerintahan yang baik dan supremasi hukum, serta untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia dan kebebasan dasar,'' kata Retno baru-baru ini.

Indonesia yang semakin bergantung pada China harus mewaspadai kepentingan geostrategis China. Seharusnya tidak jatuh ke dalam perangkap utang China seperti Sri Lanka, Pakistan dan Kamboja.

Saatnya telah tiba bagi ASEAN untuk bersatu dan mendukung perjuangan sejati Myanmar untuk demokrasi dan kebebasan. Negara-negara ASEAN melakukan upaya untuk menekan dan meyakinkan junta militer Myanmar untuk menghormati hasil pemilu 2020 dan memulihkan demokrasi. Myanmar akan kembali ke jalur ledakan ekonomi (economic boom) dan kemakmuran seperti dalam dekade terakhir.

Oleh Veeramalla Anjaiah
Penulis adalah jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun