Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pakistan Mengalami "Bencana Diplomatik" pada Pertemuan OKI di Niger

30 November 2020   15:39 Diperbarui: 1 Desember 2020   08:12 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekretaris-Jenderal Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Al-Othaimeen berbicara pada Sidang ke-47 Pertemuan Tingkat Menteri OKI di kota Niamey, Niger, minggu lalu. | Sumber: OKI

Para Menteri Luar Negeri Organisasi Kerjasama Islam (OKI) berkumpul di ibu kota Niger, Niamey, dari tanggal 27 hingga 28 November untuk membahas masalah-masalah penting umatnya.

Isu-isu besar seperti pandemi COVID-19, Islamofobia, isu Palestina dan krisis Rohingya menjadi agenda Sidang ke-47 dari Dewan Menteri Luar Negeri OKI yang beranggotakan 57 negara.

"Selain perjuangan Palestina, perang melawan kekerasan, ekstremisme dan terorisme, Islamofobia dan penistaan agama, Dewan juga akan membahas situasi minoritas Muslim dan komunitas di negara-negara non-anggota, penggalangan dana untuk kasus Rohingya di Pengadilan Internasional [ICJ], serta promosi dialog antara peradaban, budaya dan agama, dan hal-hal lain yang muncul," kata Sekretaris Jenderal OKI Yousef Al-Othaimeen dalam pernyataan yang diposting di situs web OKI.

Anehnya, satu-satunya masalah Pakistan, Kashmir, tidak ada di dalam agenda. Pakistan ingin mengadakan pertemuan tingkat menteri khusus untuk membahas Kashmir.

Baik OKI maupun tuan rumah pertemuan ini, Niger, tidak membahas masalah Kashmir dalam agenda pertemuan dua-hari tersebut.

"Permintaan Pakistan untuk mengadakan pertemuan grup kontak tentang masalah ini juga ditolak," surat kabar harian Pakistan Dawn melaporkan baru-baru ini. Pernyataan tersebut mengacu pada Grup Kontak OKI tentang Kashmir.

Banyak analis Pakistan menggambarkannya sebagai kegagalan besar dari kebijakan luar negeri Pakistan dan bahkan ada yang menyebutnya sebagai "bencana diplomatik" (diplomatic disaster).

Menurut media, Pakistan berusaha keras untuk mengadakan sesi khusus untuk membahas Kashmir pada pertemuan tingkat menteri dan pertemuan grup kontak. Tetapi banyak negara Muslim seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) dan Niger, tidak percaya pada propaganda Paksitani tentang Kashmir.

Indonesia, anggota OKI, mengatakan tidak akan mengambil sikap terhadap masalah Kashmir karena ini adalah masalah bilateral antara Pakistan dan India. Lebih lanjut dikatakan bahwa India dan Pakistan harus menyelesaikan masalah Kashmir melalui negosiasi damai. Sebagian besar dari 57 anggota OKI memiliki pendapat serupa tentang Kashmir.

Dalam pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi sendiri berbicara tentang masalah Kashmir dan kantornya mengklaim bahwa OKI "sangat mendukung Kashmir" meskipun hal itu tidak ada dalam agenda. Ia mengklaim bahwa Kashmir ada di agenda OKI secara permanen.

Pemain utama, seperti Arab Saudi dan UEA, di OKI telah menggagalkan upaya Pakistan untuk memasukkan masalah Kashmir ke dalam agenda pertemuan tingkat menteri OKI. Menurut pakar hubungan internasional Pakistani, Pakistan di bawah Perdana Menteri Imran Khan melakukan blunder dengan bergandengan tangan dengan Turki, Iran dan Malaysia yang suka melawan negara negara Arab, yang memicu kemarahan dari Arab Saudi, UEA dan sekutunya. 

Baru-baru ini, UEA memberlakukan larangan visa pada warga negara Pakistan, mengancam mata pencaharian jutaan orang Pakistan yang bekerja di dalam UEA. Negara- negara Timur Tengah lainnya akan mengikuti tuntutan tersebut. Ribuan keluarga Pakistan sangat bergantung pada remitansi dari pekerja migran di Timur Tengah. Pandemi COVID-19 sudah melanda hampir semua pekerja migran di Timur Tengah. 

Pakistan juga gagal meyakinkan anggota Dewan Keamanan PBB (DK PBB) tentang Kashmir dan dugaan kekejaman India di sana. Tetapi mereka bisa sering melihat beritanya di TV mengenai kegiatan teror Pakistan di Kashmir dan kota-kota besar India lainnya.

Serangan brutal Mumbai pada tanggal 26 November 2008 adalah contoh terbaik bagaimana teroris mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Pakistan. Setidaknya 164 orang India dan orang asing yang tidak bersalah dibantai oleh 10 teroris Pakistan di Mumbai pada tahun 2008. Kedua baik kelompok teror Lashkar-e-Taiba dan maupun Inter-Services Intelligence (ISI) merencanakan serangan dan dieksekusi dengan dukungan penuh dari pemerintah.

Hingga saat ini, Pakistan tidak melakukan tindakan apapun terhadap para pemimpin teroris tersebut. Hal ini mendorong anggota Parlemen Eropa, menurut Zee News, untuk mengkritik keras Pakistan dan mempertanyakan tindakan yang diambilnya terhadap Lashkar-e-Taiba. Mereka mengirim surat ke Islamabad tentang hal ini.

"Sebagai Anggota Parlemen Eropa, kami menulis kepada Anda untuk menanyakan tindakan apa yang telah diambil Pakistan terhadap Lashkar-e- Taiba, organisasi teroris [...] ekstremis, yang berbasis di Pakistan, yang diketahui telah melakukan berbagai serangan penembakan dan pemboman yang terjadi di Mumbai pada tahun 2008? Selain itu, tindakan apa yang telah, dan sedang, dilakukan Pakistan terhadap kelompok teroris yang beroperasi di negara itu secara umum?" baca suratnya.

"Sementara mantan Perdana Menteri Pakistan [Nawaz Sharif] telah menyinggung peran Pakistan dalam kegiatan teroris tahun 2008, sangat penting bagi para korban untuk mendapatkan informasi ketika proses hukum dilakukan melalui sistem peradilan dan tindakan para penyerang beserta kaki tangan mereka dikutuk oleh para pemimpin negara melalui tindakan mereka untuk mencegah impunitas," tambahnya.

"Terorisme adalah penggunaan kekerasan dan intimidasi yang melanggar hukum, terutama terhadap warga sipil, sering kali dalam mengejar tujuan politik atau ideologis. Sebagai politisi Eropa, kami berkomitmen untuk memerangi terorisme dan kekerasan ekstremis. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk mengutuk terorisme dan mengadili mereka yang melakukan tindakan seperti itu," tambahnya.

Di satu sisi, Pakistan telah mendukung banyak kelompok teror secara terbuka dengan uang, senjata, pelatihan dan perlindungan untuk kepentingan geopolitiknya di Kashmir.

Pakistan, di sisi lain, selalu berbicara tentang kebebasan berekspresi, hak asasi manusia, penyiksaan, pelecehan dan pembunuhan di Kashmir. Situasi di semua aspek ini di Pakistan yang didominasi militer jauh lebih buruk daripada di Kashmir. Tetapi pertanyaannya adalah siapa yang memberikan dukungan kepada separatis dan teroris untuk menciptakan kekacauan di Kashmir? Ini adalah perang proxy yang diluncurkan oleh Pakistan dalam melawan India.

Pakistan harus menyadari bahwa masyarakat internasional, termasuk negara-negara Muslim di OKI, tidak akan mudah mempercayai propaganda salahnya. Karena tindakan dan ucapannya Pakistan tidak cocok.

Pakistan telah membawa penderitaan yang luar biasa bagi orang-orang Kashmir. Orang-orang hidup bertahun-tahun dalam ketakutan dan kehilangan ribuan orang yang dicintai dalam serangan teror.

Pakistan juga telah melakukan tindakan ketidakadilan besar terhadap 200 juta Muslim India. Sejak 1969, Pakistan memblokir masuknya India ke OKI. Mengabaikan tekanan Pakistan, OKI tahun lalu telah mengundang India untuk hadir dalam pertemuan tingkat menteri OKI tahun lalu di UEA. 

Pakistan memboikot pertemuan itu sebagai protes. Itu merupakan langkah yang benar OKI ke arah yang benar. Suara 200 juta Muslim India harus didengar. Mereka ditolak haknya untuk mengekspresikan pandangan dan keluhan mereka di OKI oleh Pakistan selama lebih dari 60 tahun akibat masalah Kashmir.

Oleh Veeramalla Anjaiah
Penulis adalah jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun