Kita harus kembali ke sejarah J&K. Pada saat kemerdekaan India di tahun 1947, terdapat 565 negara pangeran (princely states), termasuk J&K. J&K adalah negara bagian terkaya ketiga di India saat itu. Berdasarkan agama, dalam konsep dua negara, India (United India) dibagi menjadi dua negara yang terpisah: India dan Pakistan. 565 negara bagian adalah negara otonom karena mereka bukan bagian dari British India. Negara bagian ini diberi dua opsi. Yang pertama, bergabung dengan India atau Pakistan. Pilihan kedua adalah tetap independen.Â
Kebanyakan dari mereka bergabung di India dan sisanya bergabung dengan Pakistan kecuali beberapa negara bagian, termasuk J&K.
Pada saat itu, J&K adalah negara bagian yang unik dengan Kashmir yang mayoritas Muslim, Jammu yang mayoritas Hindu dan wilayah Ladakh yang didominasi Buddha. Penguasanya adalah seorang raja Hindu. Secara keseluruhan, Muslim merupakan mayoritas penduduk negara bagian. Sebagian besar Muslim adalah Sunni tetapi wilayah Gilgit-Baltistan memiliki banyak Syiah.
J&K memiliki dua ibu kota. Srinagar adalah ibu kota musim panas dan Jammu adalah ibu kota musim dingin.
Karena mayoritas orang di J&K adalah Muslim, Pakistan berharap J&K akan bergabung ke Pakistan. Mayoritas orang J&K, termasuk para pemimpin Muslim seperti Sheikh Abdullah, lebih menyukai India, India yang sekuler, demokratis dan pluralistik daripada Pakistan yang teokratis dalam kasus merger. Upaya raja untuk tetap merdeka dan kesediaan rakyat untuk mendukung India membuat Pakistan marah. Â
Pakistan mengerahkan pasukan dan milisi tribal Pashtun untuk menduduki J&K pada tanggal 22 Oktober 1947. Milisi tribal begitu brutal dalam penjarahan, pembunuhan dan pemerkosaan orang Kashmir. Serangan brutal dan tiba-tiba ini mengubah seluruh situasi. Mayoritas Muslim Kashmir membenci Pakistan akibat tindakan brutal Pakistan. Tanggal 22 Oktober adalah hari dimulainya tragedi orang Kashmir.
Apa yang terjadi di J&K pada 22 Oktober 1947 sungguh sangat tragis.
"Itu adalah pembersihan etnis (ethnic cleansing) terburuk di dunia," kata Dr. Ramesh Tamiri, seorang pembicara yang merupakan seorang sejarawan, peneliti dan orang Kashmir sendiri.
Ramesh, yang telah mengumpulkan data tentang pembantaian kelompok minoritas di J&K selama invasi Pakistan pada tahun 1947 selama lebih dari 20 tahun, mengungkapkan secara rinci bagaimana pasukan Pakistan dan milisi tribal membunuh ratusan kelompok minoritas di setiap distrik dan kota. Mereka memperkosa ribuan wanita dan menjarah sebagian besar rumah. Bahkan umat Islam pun tidak luput dalam pembantaian ini.
Menyuarakan pandangan serupa, pembicara lain Sirsij Peshin, orang Kashmir yang sekarang tinggal di New York, membandingkan kekejaman yang dilakukan oleh pasukan Pakistan di Kashmir dengan pembantaian Yahudi (Holocaust) dan genosida Armenia.
"Sayangnya, belum ada cukup liputan untuk mengekspos genosida di Kashmir," ujar Sirsij.