Ketika seluruh dunia menderita pandemi COVID-19 yang paling mematikan, yang telah menginfeksi lebih dari 10 juta orang dan lebih dari 500,000 orang telah kehilangan nyawa mereka, China, akhir-akhir ini bertingkah aneh terhadap banyak negara.
China, negara yang memiliki populasi terbesar di dunia dan ekonomi terbesar kedua di dunia, telah berkonflik dalam skala kecil hingga menengah dengan beberapa negara, termasuk India dan Indonesia - negara yang memiliki populasi terbesar kedua dan ketiga di Asia - selama tujuh bulan terakhir.
Seperti yang kita ketahui, China sudah berada dalam perang ekonomi dengan Amerka Serikat (AS), dan baik Beijing maupun Washington sama-sama sedang mengarah ke perselisihan besar di Laut China Selatan (LCS).
Apa motif China untuk perilaku agresif ini? Apakah rasa percaya diri yang terlalu tinggi atau arogansi yang berasal dari dominasi ekonomi yang semakin kuat dan kekuatan militernya?
Meskipun China bersengketa dengan banyak negara, mari kita lihat dua insiden di mana China berperilaku agresif terhadap tetangganya, India dan Indonesia, sebuah negara yang tidak memiliki perbatasan dengan China.
Banyak orang terkejut mendengar tentang bentrokan antara pasukan India dan China di Lembah Galwan, wilayah Ladakh di India, pada 15 Juni malam, di mana puluhan orang dari kedua belah pihak tewas.
Menurut sumber-sumber dari India, pasukan China melintasi Garis Kontrol Aktual (LAC), perbatasan antara China dan India - dan membangun beberapa struktur secara ilegal di wilayah India, yang menyebabkan bentrokan. BBC menerbitkan foto-foto satelit struktur China di wilayah Lembah Galwan, India.
Tetapi China mengatakan bahwa pasukan India melintasi LAC dan masuk ke wilayah China, yang menyebabkan bentrokan pada tanggal 15 Juni.
Para prajurit bertarung dengan tangan kosong, batu, batang besi yang dibungkus dengan kawat berduri. India mengumumkan bahwa 20 prajuritnya tewas teraniaya dan puluhan lainnya menderita luka-luka. China tidak pernah mengumumkan korbannya dari bentrokan dengan pasukan asing karena itu adalah kebijakan resmi China.
Itu adalah bentrokan pertama antara dua raksasa nuklir sejak 1975, ketika pasukan China menyergap pasukan India di Tulung La di Arunachal Pradesh India dan menewaskan empat tentara India.
Dalam bentrokan 15 Juni, tidak ada senjata api yang digunakan, berkat kesepakatan antara dua raksasa Asia tentang tidak menggunakan senjata api dan bahan peledak di daerah LAC. Perjanjian ini ditandatangani pada tahun 1996 dalam upaya untuk mencegah pertempuran kecil menjadi perang besar, yang tidak ingin dilakukan oleh kedua negara saat ini.
Menurut beberapa ahli kebijakan luar negeri dan pertahanan, ada beberapa alasan dari perilaku agresif China terhadap India.
China telah meluncurkan beberapa serangan kecil serta peningkatan pasukan yang signifikan di LAC di beberapa lokasi sejak awal Mei.
Mengapa terjadi pada bulan Mei?
India terkena pandemi COVID-19 dengan parah karena saat ini jumlah kasus dan kematian COVID-19 tertinggi di Asia. Menurut www.worldometers.info, dengan 549,187 kasus dan 16,487 kematian, India, pada 29 Juni, menjadi negara Asia yang paling parah dilanda COVID-19 dan negara terparah keempat di dunia setelah AS, Brasil dan Rusia.
Virus Korona yang menyebabkan COVID-19, sebenarnya berasal dari kota Wuhan, China dan menyebar ke seluruh dunia. China hanya memiliki 83,512 kasus COVID-19 dan 4,652 kematian. Ini sangat mengejutkan, karena sampai saat ini, tidak ada vaksin ataupun obat untuk penyakit mematikan tersebut.
"Mengapa China berani ambil langkah yang berlawanan arah saat pandemi global? Ini  menunjukkan kehausan China terhadap kesempatan strategis - di beberapa bidang - China sangat berani mengambil resiko," Euan Graham, seorang pakar di Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) yang berbasis di London, baru-baru ini menulis dalam sebuah artikel.
India baru saja meningkatkan infrastruktur di pihaknya pada LAC. Hal ini tidak disukai oleh orang China. India tidak mendukung atau bergabung dengan Belt and Road Initiative (BRI) yang ambisius dari Presiden China Xi Jinping.
Menurut beberapa pakar India, China ingin mengancam atau menghukum India karena bergabung dengan QUAD (Quadrilateral Security Dialog) yang dipimpin oleh AS, sebuah forum strategis, dan meningkatkan hubungan strategis dengan AS dan sekutunya.
Sengketa perbatasan saat ini bukan hanya tentang perbatasan tetapi lebih banyak masalah yang terlibat dalam sengketa tersebut.
Adapun terkait sengketa tersebut, inti dari pertikaian antara China dan India adalah mengenai 90,000 kilometer persegi area Aksai Chin, yang diklaim oleh India tetapi di bawah kendali China. China mengklaim bagian-bagian tertentu dari Arunachal Pradesh, sebuah negara bagian India. Daerah perbatasan antara China dan India adalah daerah yang sangat sulit dijangkau di atas pegunungan salju Himalaya.
Latar Belakang
China adalah negara komunis dan India adalah negara demokrasi terbesar di dunia. Persaingan saat ini dimulai dengan aneksasi China atas Tibet pada tahun 1950. Antara tahun 1950 hingga 1959, terjadi pemberontakan oleh pejuang kemerdekaan Tibet terhadap pemerintahan China yang brutal. Pemimpin Tibet Dalai Lama dan para pengikutnya meninggalkan Tibet dan berlindung di India. Negara Asia Selatan tersebut dengan murah hati memberikan suaka kepada Dalai Lama dan mengizinkannya mendirikan pemerintahan pengasingan Tibet di Dharamsala, sebuah wilayah di India.
Ini adalah awal dari permusuhan China dengan India. Pada Oktober 1962, China menyerang India dan menduduki sebagian besar tanahnya. Anehnya, China sendiri menarik diri dari wilayah India dan menyatakan gencatan senjata sepihak. Lebih dari 2,000 orang tewas dalam perang ini selama sebulan.
Banyak ahli percaya bahwa China ingin memberikan pelajaran ke India pada tahun 1962 dan membawa India ke meja perundingan.
Situasi saat ini juga mengarah ke situasi 1962. Melalui tindakannya, China ingin memaksa India untuk mengikuti jalurnya. Tetapi China harus menyadari bahwa India terlalu besar untuk dijinakkan. Mengingat kumpulan besar tenaga kerja terampil dan populasi muda, India memiliki potensi besar untuk menantang hegemoni China di tahun-tahun mendatang.
Bukan hanya dengan India, China mau mencari gara gara dengan negara-negara yang bukan tetangganya.
Indonesia
Indonesia tidak memiliki perbatasan - baik darat maupun laut - dengan China. Negara kepulauan yang memiliki  populasi terbesar keempat di dunia yang tidak mengklaim wilayah apa pun di Laut China Selatan (LCS) yang sedang disengketakan.
Namun China mengatakan bahwa mereka memiliki masalah dengan Indonesia di Laut Natuna. Klaimnya China sangat aneh dan tidak masuk akal.
China mengklaim lebih dari 90 persen LCS, subuah  jalur air strategis, berdasarkan peta Sembilan-Garis-Putus yang kontroversial. Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan memiliki klaim yang tumpang tindih dengan China dalam LCS yang disengketakan.
Sembilan-Garis-Putus melewati sebagian kecil wilayah kelautan Natuna atau di dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEE).
Sembilan-Garis-Putus tidak sejalan dengan Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS). Yang menarik adalah bahwa China dan Indonesia telah menandatangani dan meratifikasi UNCLOS sejak lama. Indonesia mengikuti UNCLOS dan semua peraturan maritim internasional lainnya.
China menolak untuk mengikuti UNCLOS. Sekarang pertanyaannya adalah mengapa China menandatangani UNCLOS? China tidak pernah menjelaskan atas dasar apa ia mengklaim perairan Natuna. Beijing memang mengatakan, tidak selalu, bahwa Beijing tidak memiliki klaim di perairan Natuna tetapi memiliki hak penangkapan ikan historis karena perairan yang disengketakan adalah daerah penangkapan ikan tradisional China selama ratusan tahun. Hak-hak historis ini didasarkan pada Sembilan-Garis-Putus.
Dalam putusan bersejarah, Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) di Den Haag pada tahun 2016 menolak semua klaim China di LCS berdasarkan pada Sembilan-Garis-Putus. Putusan itu bersifat final dan mengikat secara hukum. Namun China menolak menerapkan putusan itu.
Dengan tanda tindakan intimidasi yang jelas, China mengirim kapal penangkap ikan, yang dikawal oleh kapal Penjaga Pantai ke ZEE Indonesia pada bulan Desember 2019 untuk menangkap ikan. Indonesia sangat memprotes tindakan pemaksaan Tiongkok. Indonesia mengerahkan kapal perang dan jet tempur untuk mengamankan daerah itu. Akhirnya kapal China telah meninggalkan Natuna. Banyak orang Indonesia menjadi marah akibat tindakan China yang tidak ramah.
"Ini jelas merupakan pelanggaran terhadap ZEE kita. Atas dasar hukum apa, mereka datang untuk menangkap ikan di perairan kita," kata Kusamawardhani, seorang ibu rumah tangga di Jakarta Barat.
Indonesia memberi tahu China dengan kuat bahwa tidak ada yang perlu dinegosiasikan tentang Laut Natuna.
"Posisi Indonesia sangat jelas bahwa [...] berdasarkan UNCLOS 1982 tidak ada klaim yang tumpang tindih dengan China. Karenanya, tidak ada alasan untuk bernegosiasi," Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan baru-baru ini.
Selain itu, pada tanggal 26 Mei, Indonesia menyerahkan nota diplomatik (Diplomatic Note) pertamanya kepada Sekretaris Jenderal PBB yang menolak klaim Tiongkok di SCS.
"Indonesia menegaskan bahwa peta Sembilan-Garis-Putus yang menyiratkan klaim hak bersejarah jelas tidak memiliki dasar hukum internasional dan sama saja dengan mengecewakan UNCLOS 1982," kata Indonesia dalam notanya.
Indonesia mengirimkan nota keduanya ke PBB pada 15 Juni.
Perilaku agresif China dengan India dan Indonesia adalah demonstrasi kukuatan nyata dari Beijing. Saingan utama China, AS, telah mendorong negara-negara Asia Tenggara untuk melawan China terkait isu LCS. China ingin mengirim sinyal ke India dan Indonesia bahwa mereka tidak akan menyukai bila dua raksasa Asia meningkatkan hubungan strategis mereka dengan AS. Singkatnya, semua kegiatan China melawan India dan Indonesia adalah dominasi psikologis.
China harus menyadari bahwa India dan Indonesia adalah raksasa Asia dan mereka tidak akan takut pada China. China tidak bisa memainkan permainan yang sama degan yang dimainkannya dengan beberapa negara kecil di Asia Tenggara. Kedua negara adalah negara bebas dan demokratis. Mereka akan membela hak dan kedaulatan mereka dengan cara apa pun.
Penulis adalah wartawan senior yang tinggal di Jakarta.
Oleh Veeramalla Anjaiah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H