Sebuah film dokumenter tentang tragedi yang menimpa lebih dari satu juta warga Muslim Azerbaijan meraih penghargaan internasional bergengsi di International Film Festival for Peace, Inspiration, and Equality yang beberapa waktu lalu diadakan di Jakarta.
Film yang berjudul “Endless Corridor” (Jalan Tak Berhujung) dibuat oleh seorang produser dan sutradara terkenal Lithuania, Aleksandras Brokas, yang menceritakan penderitaan orang Muslim di Khojaly dan daerah sekitar.
Khojaly adalah sebuah kota kecil di area Nagorno-Karabakh Azerbaijan yang dihancurkan oleh pasukan Armenia pada tahun 1992.
Brokas merupakan salh satu pemenang International Awards of Excellence.
Pada tanggal 26 November, Indonesia memberikan penghormatan kepada semua pembuat film — termasuk Brokas — yang memenangkan hadiah di International Film Festival for Peace, Inspiration, and Equality 2015 (penghargaan-penghargaannya untuk tahun 2015 namun diserahkan pada bulan September 2016) dalam sebuah acara khusus di Bali.
Selama acara tersebut, semua pemenang diberikan Royal World Prizes oleh Anak Agung Gde Agung yang merupakan seorang anggota keluarga kerajaan Bali. Brokas diberikan penghargaan untuk promosi dan perlindungan ide humanistik tinggi dan kontribusinya untuk kemanusiaan.
Anak mengatakan bahwa “film Endless Corridor merupakan lambang kasih sayang dan menunjukkan bahwa penderitaan manusia tidak memiliki batas,” lapor berita online Contact.
Selain penghargaan ini, Brokas juga dianugerahi gelar Aktor Ide Humanistik Tinggi dan Kontribusi untuk Budaya.
Ini bukan pertama kalinya film Endless Corridor, karya Brokas, untuk memenangkan penghargaan internasional. Film ini telah memenangkan lebih dari 10 penghargaan internasional di berbagai festival film. Di tahun 2015, film Brokas meraih 2015 Humanitarian Award for Outstanding Achievement from Global Film Awards yang diselenggarakan oleh majalah film AS Accolade Global Film Competition.
Dokumenter tersebut, yang menceritakan kedua sisi baik dari pihak Armenia dan maupun pihak Azerbaijan, sudah ditayangkan di Istanbul, Ankara, Vilnius, London, Dublin, Berlin dan Luxembourg. Media Azerbaijan Apa berkomentar mengenai filmnya sebagai berikut:
“Film ini dibangun atas dasar memoar yang difilmkan pada pertemuan-pertemuan, 20 tahun kemudian, koresponden Lithuania Richard Lapaitis — seorang saksi mata atas kengerian Khojaly — dengan saksi-saksi yang kabur dari genosida itu, dan dengan orang-orang yang terlibat secara langsung, dari pihak Armenia, dalam pembantaian tersebut. Ada plot di filmnya tentang pentingnya Karabakh untuk sejarah dan budaya Azerbaijan. Fakta-fakta baru yang berhubungan dengan pembantaian Khojaly, yang sejauh ini belum diketahui, dokumen-dokumen dan rekaman-rekaman video serta foto-foto yang pernah diambil ada di dalam film ini, dan fakta-fakta yang benar mengenai genosida tersebut disampaikan kepada penonton dengan cara yang efektif
Penderitaan satu juta warga Muslim Azerbaijan masih berlanjut sampai saat ini.
Lebih dari satu juta warga Muslim Azerbaijan menjadi pengungsi dan orang terlantar (internally displaced people, IDPs) di negara mereka sendiri selama hampir dua puluh lima tahun.
Akibat kekejaman Arenia terhadap warga Muslim dan kependudukan ilegalnya atas 20 persen tanah Azerbaijan, satu juta warga Muslim ini telah kehilangan tanah, rumah, dan orang-orang terkasih mereka. Masyarakat dunia tidak berbuat apa-apa mengenai isu ini dalam waktu yang lama.
Baru-baru ini, anggota Komnas HAM Indonesia Nur Kholis mengunjungi Azerbaijan dan bertemu dengan beberapa pengungsi, pejabat dan aktivis HAM.
“Ini merupakan pelanggaran HAM berat. Banyak orang yang menderita akibat ketidakadilan ini. Semua pelaku harus diadili,” kata Nur Kholis.
Banyak warga Indonesia tidak tahu apa yang terjadi di Khojaly hampir 25 tahun yang lalu. Pada malam 25-26 Februari 1992, angkatan bersenjata Armenia, dengan dukungan mesin-mesin berat (heavy artillery) dan pasukan resimen 366 dari bekas Uni Soviet, yang ditempatkan di Khankendi menyerbu kota Khojaly yang terletak di wilayah Nagorno-Karabakh di Republik Azerbaijan dan dihuni oleh warga Azerbaijan. Pasukan Armenia mengepung kota Khojaly dan menembak tanpa pandang bulu.
Mereka menghancurkan kota Khojaly dengan kebrutalan yang tidak manusiawi. Akibatnya, 613 orang terbunuh, di antaranya 63 anak-anak, 106 wanita, 70 orang lanjut usia, 8 keluarga tewas, 25 anak kehilangan kedua orang tua mereka, 130 anak kehilangan salah satu orang tua, 487 orang terluka, termasuk 76 anak-anak, 1,275 orang ditawan, dan 150 orang hilang. Armenia merebut Nagorno-Karabakh dan tujuh wilayah sekitarnya milik Azerbaijan pada tahun 1992 dan mengusir warga Muslim Azerbaijan dari tanah mereka.
Banyak wartawan internasional mengunjungi situs pembantaian di Khojaly dan menerbitkan banyak artikel. The New York Times menerbitkan artikel berjudul “Massacre by Armenians Being Reported” (Pembantaian oleh Armenia Dilaporkan), tanggal 3 Maret 1992.
Keamanan PBB, mengutuk tindakan Armenia dan meminta Armenia untuk segera menarik pasukannya dari tanah Azerbaijan. Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang beranggotakan 57 negara, di mana Azerbaijan dan Indonesia merupakan anggotanya, juga memberikan beberapa resolusi dan meminta negara-negara anggotanya untuk menekan Armenia.
*Penulis adalah seorang jurnalis senior dan penulis buku "Azerbaijan Di Mata Indonesia", yang tinggal di Jakarta, Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H