Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dua Puluh Empat Tahun Berlalu, Korban Khojaly Masih Menderita

25 Februari 2016   16:56 Diperbarui: 25 Februari 2016   17:18 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Veeramalla Anjaiah

Berjuang melawan penindasan ada di dalam darah seluruh rakyat Indonesia. Kita berjuang melawan penjajahan Belanda dan meraih kemerdekaan kita. Kita telah mendukung perkara Palestina sejak tahun 1950-an. Sekarang Indonesia mengulurkan dukungannya untuk saudara-saudara Muslim kita di Azerbaijan.

Lebih dari satu juta warga Muslim Azerbaijan menjadi pengungsi dan orang terlantar (internally displaced people, IDPs) di negara mereka sendiri selama lebih dari dua puluh tahun. Akibat kekejaman Armenia terhadap warga Muslim dan kependudukan ilegalnya atas 20 persen tanah Azerbaijan, satu juta warga Muslim ini telah kehilangan tanah, rumah, dan orang-orang terkasih mereka. Masyarakat dunia tidak berbuat apa-apa mengenai isu ini dalam waktu yang lama.

Baru-baru ini, Ketua Komnas HAM Nur Kholis mengunjungi Azerbaijan dan bertemu dengan beberapa pengungsi, pejabat dan aktivis HAM.

“Ini merupakan pelanggaran HAM berat. Banyak orang yang menderita akibat ketidakadilan ini. Semua pelaku harus diadili,” kata Nur Kholis.

Nur Kholis bukan lah orang Indonesia pertama yang mengutuk kekejaman Armenia terhadap warga Muslim. Mantan ketua DPR Marzuki Alie sangat mendukung Azerbaijan dalam berbagai forum nasional dan internasional. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan rombongannya baru saja kembali dari Azerbaijan dan menyampaikan pernyataan serupa. Ketua MPR Zulkifli Hasan juga baru-baru ini mengatakan bahwa Indonesia mendukung keutuhan wilayah Azerbaijan.

Nur Kholis, yang bertemu secara pribadi dengan banyak pengungsi Azerbaijan, mengutuk keras tindakan pasukan Armenia di Khojaly, sebuah kota kecil di wilayah Nagorno-Karabakh di Azerbaijan.

Hari ini (Kamis, 25 Februari) warga Azerbaijan di seluruh dunia dan aktivis HAM memperingati pembantaian Khojaly. Banyak warga Indonesia tidak tahu apa yang terjadi di Khojaly pada hari ini 24 tahun yang lalu.

Pada malam 25-26 Februari 1992, angkatan bersenjata Armenia, dengan dukungan mesin-mesin berat (heavy artillery) dan pasukan resimen 366 dari bekas Uni Soviet, yang ditempatkan di Khankendi menyerbu kota Khojaly yang terletak di wilayah Nagorno-Karabakh di Republik Azerbaijan dan dihuni oleh warga Azerbaijan.

Pasukan Armenia mengepung kota Khojaly dan menembak tanpa pandang bulu. Mereka menghancurkan kota Khojaly dengan kebrutalan yang tidak manusiawi. Akibatnya, 613 orang terbunuh, di antaranya 63 anak-anak, 106 wanita, 70 orang lanjut usia, 8 keluarga tewas, 25 anak kehilangan kedua orang tua mereka, 130 anak kehilangan salah satu orang tua, 487 orang terluka, termasuk 76 anak-anak, 1,275 orang ditawan, dan 150 orang hilang. Armenia merebut Nagorno-Karabakh dan tujuh wilayah sekitarnya milik Azerbaijan pada tahun 1992 dan mengusir warga Muslim Azerbaijan dari tanah mereka.

Banyak wartawan internasional mengunjungi situs pembantaian di Khojaly dan menerbitkan banyak artikel. The New York Times menerbitkan artikel berjudul “Massacre by Armenians Being Reported” (Pembantaian oleh Armenia Dilaporkan), tanggal 3 Maret 1992.

Anehnya, banyak pemimpin Armenia sekarang yang pernah diduga terlibat dalam pembunuhan itu. SerzhSargsjan, Presiden Armenia saat ini adalah salah satunya. Ia menjabat sebagai menteri pertahanan Armenia pada saat itu. Dalam sebuah wawancara dengan wartawan Inggris dan penulis Thomas de Waal, SerzhSargsjan menjawab pertanyaan tentang Khojaly seperti berikut: “Sebelum Khojaly, orang Azerbaijan pikir mereka main-main dengan kami, mereka berpikir bahwa orang Armenia adalah orang yang tidak bisa menyerang penduduk sipil. Kami perlu menghentikan itu. Dan itulah yang terjadi.” Sumber : Disini 

Pada bulan Februari 1992, Levon Ter-Petrosyan, presiden Armenia pada saat itu, mengatakan pada koran “Izvestia” mengenai pembantaian di Khojaly bahwa “Ya, saya setuju, mereka bertindak terlalu berlebihan.”

Ada 287 orang yang ikut serta dalam kejahatan keji di Khojaly, di antaranya adalah Menteri Pertahanan Armenia saat ini, Seyran Oganyan. Ia merupakan komandan batalion 2 di resimen bermotor 366 yang menyerbu Khojaly.

Sebuah kampanye internasional yang disebut “Justice for Khojaly” atau Keadilan untuk Khojaly (justiceforkhojaly.org) diluncurkan pada bulan Mei 2008 untuk mencari keadilan bagi para korban Khojaly.

Masyarakat internasional, termasuk Dewan Keamanan PBB, mengutuk tindakan Armenia dan meminta Armenia untuk segera menarik pasukannya dari tanah Azerbaijan. Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang beranggotakan 57 negara, di mana Azerbaijan dan Indonesia merupakan anggotanya, juga memberikan beberapa resolusi dan meminta negara-negara anggotanya untuk menekan Armenia. Inilah saatnya untuk Indonesia, yang akan menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OK bulan depanI, untuk mengangkat masalah Nagorno-Karabakh secara global, menekan Armenia untuk mengimplementasikan resolusi DKPBB dan OKI tentang Nagorno-Karabakh.

 

*Penulis adalah seorang jurnalis senior dan penulis buku "Azerbaijan Di Mata Indonesia", yang tinggal di Jakarta, Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun