Mohon tunggu...
Dalvin Steven
Dalvin Steven Mohon Tunggu... Akuntan - Positif Realistis

Dalvin Steven, lulusan Ekonomi Akuntansi yang mencintai karya tulis, memiliki mimpi #IndonesiaBersatu.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

1 Kurang, 2 Ideal, 3 Kelebihan

3 Februari 2017   23:51 Diperbarui: 3 Februari 2017   23:57 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber:http://www.flagz.co.nz/wp-content/uploads/2013/08/Indonesia-flag.jpg, http://www.qureta.com/sites/default/files/ahok-djarot-2017.jpg, https://anekalambang.files.wordpress.com/2011/06/jakarta.png?w=570)

Pilkada DKI Jakarta dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2017 bersamaan dengan beberapa kota lainnya dalam event Pilkada serentak 2017. Namun suasana panas ajang pemilihan gubernur ibukota tersebut sudah terasa sejak September 2016. Maklum, saat itu adalah masa-masa awal kampanye masing-masing calon pemimpin DKI 5 tahun kedepan. Persaingan di DKI Jakarta mempertemukan 3 calon gubernur dan wakilnya. 

Calon nomor urut 1 yaitu anak dari mantan presiden ke-6 RI, Agus Harimurti Yudhoyono yang dipasangan dengan Sylviana Murni, calon nomor urut 2 yaitu calon petahana, Basuki Tjahaja Purnama yang kembali bersanding dengan Djarot Saiful Hidayat, dan yang terakhir adalah calon nomor urut 3, yaitu mantan menteri Pendidikan yang 'dicopot' Presiden Joko Widodo, Anies Baswedan yang berpasangan dengan pengusaha Sandiaga Uno. Disebut-sebut, persaingan antar 3 calon gubernur dan wakilnya adalah persaingan sengit, bahkan disebut sebagai pilkada rasa pilpres. 

Namun, dari sudut pandang mana pilkada DKI 2017 berasa seperti pilpres? Sedangkan beberapa calon tidak memiliki pengalaman dan modal dalam memimpin sebuah kota atau pun provinsi. Bahkan ada yang sempat memimpin pasukan bersenjata, namun memilih mundur, ada juga yang memimpin sebuah lembaga kementerian, namun dicopot Presiden. Mungkin hanya pasangan nomor urut 2 yang dapat dikatakan mumpuni. baik calon gubernur atau pun wakilnya pernah memimpin sebuah daerah sebagai bupati atau pun walikota. 

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pernah memimpin Belitung Timur, sementara wakilnya Djarot pernah bertugas di Blitar. Bahkan keduanya dianggap sukses kala dipertemukan di DKI dan bekerja bersama 2 tahun belakangan, semenjak Ahok naik jabatan menjadi gubernur menggantikan Jokowi yang terpilih menjadi Presiden RI tahun 2014. Selama kepemimpinan Ahok, sungai bersih baik ditengah maupun di pinggir sungai, banjir berkurang, transportasi dibenahi, izin tanah dan sebagainya tegas, pelayanan publik semakin baik, serta membabat korupsi. 

Apa kurangnya calon gubernur DKI nomor 2? Macet? Mohon dimaklumi, membenahi macet bukan hanya seperti membalikkan telapak tangan, bro and sist. Ahok dan Djarot beserta jajarannya butuh waktu untuk mengatasinya. Mengapa lebih baik memilih calon gubernur nomor urut 2? Ya, 1 kurang, 2 ideal sedangkan 3 kelebihan. Apa maksudnya?

1 kurang. Apa sih maksudnya 1 kurang? Agus Harimurti Yudhoyono adalah calon gubernur DKI 2017-2022 yang paling muda antara calon lainnya. Bukan hanya muda umurnya, namun juga pengalamannya. Dirinya tidak pernah bergelut di dunia perpolitikan. Maka, begitu aneh ketika dirinya dicalonkan Demokrat dan ayahnya (Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua umum partai Demokrat) sebagai calon gubernur DKI. 

Tanpa pendidikan serta pengalaman politik, berbekal pernah jadi pemimpin pasukan bersenjata, lalu mengundurkan diri dari TNI, Agus begitu nekat beradu nasib di Pilkada DKI 2017. Agus Harimurti dianggap kurang mengerti seluk beluk dunia perpolitikan tanah air, serta tentunya seluk beluk masalah yang ada di ibukota. Itulah mengapa calon gubernur nomor urut 1 dikatakan kurang. Kurang pengalaman, dan sepertinya nanti dirinya akan selalu bertanya pada partai pendukungnya.

3 Berlebihan. Kalau 3 mengapa berlebihan? Ingat saat debat Pilkada DKI pertama? Dengan santainya Ahok menyebut pandangan calon nomor 3 seperti seorang dosen yang sedang mengajar di kelas, berbicara layaknya seorang yang sedang berteori. Lalu, pada debat kedua, Anies sempat berkata,"...Warga Jakarta butuh pantai, dimana pantai bagi warga Jakarta? katanya Sunda Kelapa, dimana nyiur-nyiur melambai..." saat menanggapi pembahasan tentang reklamasi teluk Jakarta. 

Disinilah pernyataan Anies yang menjadi petanyaan. Anies mengatakan bahwa warga Jakarta butuh pantai. Pak menteri, eh pak Anies, apakah Ancol bukan pantai?. Lalu pernyataan nyiur-nyiur melambai, ini apa artinya, pak? Jadi ingat pelajaran Bahasa Indonesia tentang majas hiperbola. sebagian warga Jakarta tidak terlalu mengerti bahasa bapak yang agak tinggi ini. Itulah mengapa dirinya disebut berlebihan. Setiap bahasan yang ia kemukakan selalu disuguhkan dengan bahasa-bahasa yang tinggi, yang tidak semua orang mengerti, dan setiap menjabarkan fakta dalam rangka berusaha menjatuhkan komitmen dan proker calon gubernur lain, sebagian besar faktanya tidak akurat dan tidak tepat, bahkan terkesan dilebih-lebihkan.

2 Ideal. Mengapa nomor 2 ideal? Jelas, tak perlu dijabarkan secara gamblang. cagub 1 mengundurkan diri dari TNI, cagub 3 dicopot Presiden, namun nomor 2 tidak pernah sekalipun mengundurkan diri maupun dic opot dari jabatannya. Malah, cagub nomor 2 ini naik jabatan dari wakil gubernur DKI menjadi Gbuernur DKI pada tahun 2014 lalu. cagub-cawagub nomor urut 2 tidak kurang. Mereka punya pengalaman segudang, dimana ahok pengalaman di Belitung timur dan dKI Jakarta, sementara Djarot pernah tugas di Blitar. 

Cagub-cawagub nomor urut 2 pun tidak berlebihan. Ketika debat, Ahok dan Djarot tidak pernah berbicara lebih. Ingatkah ketika ahok sempat berkata saat debat,"....titik banjir di Jakarta masih banyak, sampai 400 titik yang masih ada..." penggalan kata-kata singkat tersebut memiliki satu makna tersirat, yaitu bahwa Ahok selalu berbicara fakta. Ketika pasangan nomor urut 1 dan 3 berkoar-koar tentang rencana mereka, pasangan nomor 2 sudah membawa hasil kerja mereka selama betugas di Jakarta. Tidak dikurang-kurangi, juga tidak dilebih-lebihkan. Cagub-cawagub nomor urut 2, Ahok- Djarot ideal, tidak kurang, dan tidak berlebihan.

Artikel diatas hanyalah referensi bagi anda. Karena pilihan tetap ada ditangan anda sebagai warga DKI Jakarta. Saya sebagai penulis bukan ber-KTP Jakarta, sehingga tidak ikut pilkada DKI, namun penulis tinggal di DKI Jakarta sejak lahir. Penulis sangat cinta kota ini. Dan saya yakin warga Jakarta pun ingin kotanya maju. Jadi, bapak, ibu, paman, bibi, teman-teman sekalian, bijaklah dalam memilih, karena mereka yang terpilih bukan hanya bekerja 1 detik, 2 jam, atau pun 3 minggu, bahkan 4 bulan, namun 5 tahun kota Jakarta ada di tangan mereka, kemana arah tujuan kota ini ada ditangan mereka, dan masa depan ibukota berada di tangan anda melalui pilihan yang anda lakukan di Pilkada DKI 15 Februari 2017 nanti. Pilihlah yang jelas! Pilihlah yang tepat! Selamat memilih bagi kota Jakarta tercinta!.

#PilkadaSehat

#PilkadaSatu

#JakartaSatu

#IndonesiaSatu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun