Mohon tunggu...
Dalvin Steven
Dalvin Steven Mohon Tunggu... Akuntan - Positif Realistis

Dalvin Steven, lulusan Ekonomi Akuntansi yang mencintai karya tulis, memiliki mimpi #IndonesiaBersatu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

(Hari Pahlawan) Pahlawan Kita Sadar Tentang Toleransi

10 November 2016   20:29 Diperbarui: 10 November 2016   20:33 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, 10 November 2016, merupakan hari pahlawan bagi bangsa Indonesia. Pada awalnya, 10 November merupakan tanggal terjadinya pertempuran surabaya yang terjadi pada tahun 1945, di mana para tentara dan milisi indonesia yang pro-kemerdekaan berperang melawan tentara Britania Raya dan Belanda yang merupakan bagian dari Revolusi Nasional Indonesia.

Banyak sekali pahlawan kita yang berjuang, serta berkorban nyawa bagi Bangsa Indonesia. Mereka berjuang demi satu tujuan, mencapai Indonesia merdeka. Mulai sejak dijajah dan disiksa Portugis, Spanyol, diawasi Inggris, diinjak-injak Belanda, serta ditindas Jepang, pahlawan nasional RI dari berbagai generasi dan kalangan berjibaku berjuang bahkan rela mati. Namun, satu hal mengharukan terselip diantara sekian panjangnya perjalanan para pahlawan kita. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan Syariat Islam yang sangat kuat serta kental. 

Ya, bumi nusantara memiliki dominan agama Islam, bahkan terbesar di seluruh dunia. Namun, satu hal yang luar biasa, para pahlawan kita yang berjuang bertempur serta berperang dan rela mati ternyata tidak semuanya Islam. Ternyata, walaupun mereka non-muslim, mereka tetap mengorbankan jiwa serta raga mereka bagi bangsa yang dominan dengan agama Islamnya ini. Sebut saja Pattimura dan WR Supratman sebagai Nasrani, Yos Sudarso, Robert Wolter Monginsidi, serta yang lainnya.  

Mereka seakan-akan tidak takut dibenci, seakan-akan tidak takut untuk mati sia-sia karena berbeda kepercayaan dengan Indonesia. Para pahlawan non Muslim tersebut tidak takut diolok bahwa mereka bukan bagian dari Bangsa ini. Mungkin, yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana Bangsa ini bisa merdeka dari para penjajah, terlepas dari apa kepercayaan mereka, serta apa kepercayaan dominan negara ini.

Mereka sejenak melupakan perbedaan itu demi Indonesia merdeka. Mereka sejenak tinggalkan persoalan itu. Mereka sadar, perbedaan, entah perbedaan agama, suku, ras serta latar belakang seharusnya bukan menjadi konflik internal di kubu Indonesia. Karena mungkin mereka sadar, konflik internal sama seperti menaruh bom atom di negeri sendiri. Mengacaukan negara sendiri. Lebih penting memikirkan bagaimana mereka dapat memerdekakan bangsa ini, bersama-sama berjuang, demi satu tujuan, Indonesia merdeka, walau perbedaan itu tetap ada.

Saat ini, dimana bangsa-bangsa lain sudah bersatu hati antar warga negara mereka, berjuang bersama, membangun negaranya untuk bersaing di dunia, Indonesia malah 'sibuk' sendiri dengan konflik-konflik yang ada. Seperti perumpamaan, bangsa lain sudah mulai membangun fondasi rumahnya, Indonesia masih ribut mengurusi surat tanahnya.

Bangsa kita besar, tapi sayang, primitif, sensitif, kuno dalam berpikir. Bangsa kita bisa maju, namun sayang, beberapa pihak tidak senang dengan progress kemajuan bangsa ini. Aktor-aktor pendorong terjadinya perpecahan seharusnya dibasmi, dilumpuhkan, maksudnya dijebloskan ke jeruji besi. Mereka membahayakan bangsa kita. Mereka seakan tidak berguna, malah merugikan. Karena para aktor politik tersebut, Indonesia pecah! Apalagi yang terhangat adalah aksi demo yang berujung ricuh, menurut Presiden Jokowi, itulah yang ditunggangi oleh aktor politik.

Mari, teman-teman, bapak, ibu, koko,cici, mas, abang, atau siapa pun kalian, ingat, bangsa ini diizinkan terbentuk, bangsa ini diizinkan merdeka, bukan berdiri oleh latar belakang satu suku, latar belakang satu agama, latar belakang satu ras, tapi berdiri oleh banyak suku, agama, dan ras. Ingat, pahlawan kita berdiri, berjuang, rela mati, mereka datang dari segala suku, ras, agama dan bahasa yang berbeda, tapi karena mereka sadar tujuan mereka adalah memerdekakan bangsa ini, maka dari itu mereka melupakan perbedaan yang ada.

Dan ingatlah, seakan-akan para pahlawan dari masa lalu berpesan kepada generasi kita saat ini, begini seruannya : "Hai, para generasi penerus, janganlah kalian sibuk untuk konflik di dalam negeri sendiri, tapi bersatulah kalian, membangun bangsa yang sudah susah kami merdekakan, lupakan perbedaan, biarkan perbedaan menjadi warna diantara kalian, dan berjuanglah untuk satu, satu Indonesia!"

#SatuIndonesia #UnityinDiversity

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun