Mohon tunggu...
Zara Aniza
Zara Aniza Mohon Tunggu... -

psikologi UNJ 2009

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Terorisme: Perspektif Psikologi Forensik

24 Juni 2012   17:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:34 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2011

BAB II

KAJIAN TEORETIK

Pengertian Terorisme

Terorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaankekerasan terhadap penduduk sipil/non kombatan untuk mencapai tujuan politik, dalam skalalebih kecil daripada perang . Dari segi bahasa, istilah teroris berasal dari Perancis pada abad18. Kata Terorisme yang artinya dalam keadaan teror ( under the terror ), berasal dari bahasalatin” t e rre re ”yang berarti gemetaran dan” d e t e re r re” yang berarti takut.Terorisadalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut (biasanya untuk tujuan politik).Teroradalah perbuatan sewenang-wenang, kejam, bengis, dalam usaha menciptakan ketakutan, kengerian oleh seseorang atau golongan.

Terorismeadalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat.Dalam kamus Bahasa Indonesia,Terorismeartinyapenggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan, dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik).

Berbeda denganperang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakanwarga sipil.

Istilah teroris oleh para ahlikontraterorismedikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.

Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagaiseparatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya darijihad,mujahidinadalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.

Secaraumum istilah terorisme diartikan sebagai bentuk serangan (faham/ideologi) terkoordinasi yang dilancarkan oleh kelompok tertentu dengan maksud untuk membangkitkan perasaan takut di kalangan masyarakat. Gerakan ini sering menggunakan teknik bom bunuh diri yang dilakukan oleh anggota kelompoknya secara sukarela. Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa ketakutan, sehinggadapat menarik perhatian masyarakat luas. Biasanya perbuatan teror ini digunakan apabila tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam mengamankan stabilitas negara. Istilah terorisme juga sering disebut dengan gerakan separatis.

Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat memberikan definisi terorisme sebagai berikut, “Bentuk tindak kekerasan apa pun atau tindak paksaan oleh seseorang untuk tujuan apa pun selain apa yang diperbolehkan dalam hukum perang yang meliputi penculikan, pembunuhan, peledakan pesawat, pembajakan pesawat, pelemparan bom ke pasar, toko, dan tempat-tempat hiburan atau yang sejenisnya, tanpa menghiraukan apa motivasi mereka.”

Menurut Oxfords Advanced Learners Dictionary (1995), terorisme adalah “Segala bentuk tindakan kekerasan untuk tujuan politis atau untuk memaksa sebuah pemerintah untuk melakukan sesuatu, khususnya untuk menciptakan ketakutan dalam sebuah komunitas masyarakat.”

Dr. F. Budi Hardiman dalam artikelnya yang berjudul “Terorisme: Paradigma dan Definisi” menyatakan bahwa “Terorisme merupakan kegiatan yang sudah cukup tua dalam sejarah umat manusia. Fenomena menakut-nakuti, mengancam, memberi kejutan kekerasan atau membunuh dengan maksud menyebarkan rasa takut adalah taktik-taktik yang sudah melekat dalam perjuangan kekuasaan, jauh sebelum hal-hal itu dinamai terror atau terorisme”

Drs. Moeflich Hasbullah, MA., dosen sejarah Universitas Islam Negeri SGD Bandung berpendapat mengenai hal ini. Menurutnya, “Terorisme merupakan ideologi yang sengaja diciptakan dengan tujuan untuk menteror, yaitu menakut-nakuti orang lain, menciptakan keresahan dan ketidaknyamanan orang lain, serta menimbulkan situasi yang kacau tak menentu. Menurut beliau, gerakan terorisme hanyalah sebuah gerakan perlawanan saja atas realita yang penuh dengan tantangan, terutama dari kalangan diluar ideologi mereka.”

Noam Chomsky, ahli linguistik terkemuka dariMassachussetts Institute of Technology(MIT) AS telah menyebutkan kebijakan AS dan sekutunya, negara-negara Barat, terhadap Dunia Islam dengan isu terorisme. Invasi militer AS di Timur Tengah misalnya, bisa kita definisikan sebagai aksi terorisme AS dan sekutu terhadap masyarakat muslim Timur Tengah, karena mereka menciptakan ketakutan di kalangan masyarakatnya dengan melancarkan serangan rudal udara, dan juga penembakan terhadap warga sipil. Dalam tulisannya yang dimuatThe Jakarta Post(3 Agustus 1993) dengan terjemahan judul ‘AS Memanfaatkan Terrorisme Sebagai Instrumen Kebijakan’, Noam Chomsky menyatakan bahwa “AS memanfaatkan istilah terorisme sebagai instrumen kebijakan standarnya untuk memukul lawan-lawannya dari kalangan Islam”

Selanjutnya, dengan mengutip dari Juliet Lodge dalamThe Threat of Terrorism(Westview Press, Colorado, 1988), “teror” itu sendiri sesungguhnya merupakan pengalaman subjektif, karena setiap individu memiliki ambang ketakutannya masing-masing. Ada orang yang bertahan meski lama dianiaya. Ada orang yang cepat panic meski hanya karena ketidaktahuan. Di dalam dimensi subjektif inilah terdapat peluang untuk kesewenangan atigmatisasi atas pelaku terorisme (teroris). George W Bush dalam jumpa persnya pasca tragedy WTC, menegaskan hal ini: “The crusade, this war on terrorism is going to take a long time” [BBC, 16-09-01] (Perang salib ini, perang melawan terorisme ini akan memakan waktu yang lalma).

Istilah terorisme memang sangat sulit didefinisikan secara khusus. Menurut Prof. M. Cherif Bassiouni, ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan pengawasan atas makna Terorisme tersebut. Sedangkan menurut Prof. Brian Jenkins, Phd., Terorisme merupakan pandangan yang subjektif, hal mana didasarkan atas siapa yang memberi batasan pada saat dan kondisi tertentu.

Definisi terorisme telah menjadi istilah yang multitafsir, setiap kelompok atau individu memiliki arti tersendiri mengenai definisi terorisme ini sesuai dengan faktor psikologisnya masing-masing. Terlepas dari persoalan di atas, kita telah sepakati bersama bahwa aksi terorisme merupakan segala bentuk tindak-tanduk sekelompok orang atau individu yang ingin menimbulkan kecemasan, ketakutan, dan kegelisahan di kalangan masyarakat luas di luar kelompoknya sebagai sebuah bentuk strategi politik dalam merealisasikan kehendak kelompoknya itu. Dan kita dengan tegas menolak segala bentuk tindakan terorisme di mana pun berada, dan dengan justifikasi apa pun. Tidak ada satu pun pihak yang membenarkan tindakan teror terhadap masyarakat luas.

BAB III

KESIMPULAN

Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban manusia serta merupakan sebuah ancaman serius terhadap kemanusiaan dan peradaban manusia serta merupakan sebuah ancaman serius terhadap keutuhan dan kedaulatan suatu Negara. Terorisme pada saat sekarang bukan saja merupakan sesuatu kejahatan local atau nasional, tetapi sudah merupakan suatu kejahatan transnasional bahkan internasional. Terorisme yang sudah menjadi suatu kejahatan yang bersifat internasional, banyak menimbulkan ancaman atau bahaya terhadap keamanan, perdamaian dan sangat merugikan kesejahteraan masyarakat dan bangsa.

Tindakan terorisme merupakan suatu tindakan yang terencana, terorganisir dan berlaku dimana saja dan kepada siapa saja. Tindakan teror bisa dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai kehendak yang melakukan, yakni teror yang berakibat fisik dan/atau non fisik (psikis). Tindakan teror fisik biasanya berakibat pada fisik (badan) seseorang bahkan sampai pada kematian, seperti pemukulan/pengeroyokan, pembunuhan, peledakan bom dan lainnya. Non fisik (psikis) bisa dilakukan dengan penyebaran isu, ancaman, penyendaraan, menakut-nakuti dan sebagainya. Akibat dari tindakan teror, kondisi korban teror mengakibatkan orang atau kelompok orang menjadi merasa tidak aman dan dalam kondisi rasa takut (traumatis). Selain berakibat pada orang atau kelompok orang, bahkan dapat berdampak/berakibat luas pada kehidupan ekonimi, politik dan kedaulatan suatu Negara.

Terorisme sebagai suatu fenomena kehidupan,nampaknya tidak dapat begitu saja ditanggulangi dengan kebijakan penal. Hal inikarena, terorisme terkait dengan kepercayaan/ideology, latar belakang pemahaman politik dan pemaknaan atas ketidakadilan sosio-ekonomik baik local maupun internasional. Oleh karena itu, perlu sebuah pendekatan kebijakan criminal yang integral dalam arti baik penal maupun nonpenal sekaligus. Oleh karena itu,tertangkapnya para teroris tersebut maka telah terungkap fakta yang jelas dimana terorisme local telah mempunyai hubungan erat dengan jaringan terorisme global. Timbul kesadaran dan keyakinan kita bahwa perang melawan teroris mengharuskan kita untuk melakukan sinergi upaya secara komprehensif dengan pendekatan multi-agency, multi internasional dan multi nasional. Untuk itu perlu ditetapkan suatu strategi nasional dalam rangka perang melawan terorisme.

Sumber

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_terorisme

http://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia

Referensi

-Loudewijk F. Paulus, “Terorisme”,

http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=8&mnorutisi=2.

-Rikard Bagun, “Indonesia di Peta Terorisme Global”,<http://www.polarhome.com>, 17 November 2002.

-Muhammad Mustofa, Memahami Terorisme: Suatu Perspektif Kriminologi, Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III (Desember 2002): 30.

-Loudewijk F. Paulus, “Terorisme”.

-History of Terrorism,

<http://www.terrorismfiles.org/encyclopaedia/history_of_terrorism.html>

-(Sumber: Harian KOMPAS edisi 8 Oktober 2005)

-Ledakan di JW Marriott dan Ritz, 8 Warga Asing Terkapar, Kompas.com.

-http://initialdastroboy.wordpress.com/2012/01/29/apa-itu-terorisme/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun