Mohon tunggu...
Anitza FahiraZalianty
Anitza FahiraZalianty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiwa Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Siapa Sangka Pelecehan Seksual Bisa Terjadi di Ajang Miss Universe Indonesia 2023?

5 Desember 2023   22:10 Diperbarui: 5 Desember 2023   22:22 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Miss Universe Indonesia 2023. Foto: Kompas.com

Siapa sih perempuan yang tidak tertarik buat ikut Beauty Pageant ?

Mayoritas perempuan pastinya memiliki minat terhadap suatu ajang kecantikan, dimana pada ajang tersebut mereka dapat mengekspresikan diri mereka sebagai seorang wanita tanpa merasa takut untuk menjadi dirinya sendiri. Namun, kita tidak akan menyangka bahwa ajang kecantikan yang dianggap sebagai tempat yang aman bagi para perempuan malah menjadi tempat yang membawa trauma dan mengancam para perempuan itu sendiri.

Di era saat ini, sudah banyak ajang beauty pageant dengan tujuan dan visi misinya masing-masing yang tentunya ingin lebih banyak perempuan untuk menyalurkan bakat dan minatnya, mengembangkan potensi serta kapabilitas yang dimiliki. Tujuan yang dimaksud di awal pasti baik dan memiliki manfaat untuk masyarakat Indonesia khususnya perempuan. Tetapi, seringkali tujuan baik itu dimanfaatkan oleh beberapa oknum atau pihak untuk melakukan hal yang tidak terpuji dan merugikan orang lain.

Tapi siapa sangka di ajang Miss Universe terjadi pelecehan seksual?

Seperti halnya di ajang Miss Universe Indonesia 2023 yang kasusnya cukup viral di sosial media karena terdapat pelecehan seksual baik secara verbal dan non verbal yang dialami oleh peserta Miss Universe Indonesia. Menurut kami, sangat disayangkan ajang sebesar ini dapat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan merugikan orang lain, karena pelecehan seksual harus ditindaklanjuti dan dibawa ke jalur hukum.

Banyak sekali perempuan yang masih takut untuk speak up atau menyuarakan tentang pelecehan seksual yang dialami padahal hal tersebut bukan salah korban. Tetapi mengapa di Indonesia hal tersebut menjadi tabu dan seakan-akan salah pihak korban. Walaupun di zaman sekarang sudah banyak masyarakat yang aware dan menjadikan isu ini jadi suatu hal yang penting untuk disuarakan.

Dilansir melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) , kekerasan seksual memang merupakan jenis kekerasan yang paling banyak dialami oleh korbannya di Indonesia. Angkanya mencapai hingga 11.000 kasus dengan jangka waktu real-time (mulai dari 1 Januari 2023 hingga saat ini). 

Saking banyaknya kasus kekerasan seksual, bahkan dalam ajang Miss Universe Indonesia juga terdapat kasus ini. Pada awalnya, acara yang baru saja berpindah lisensi kepemilikan itu dianggap berjalan dengan baik dari Juli hingga Agustus 2023. Sayangnya, setelah malam Grand Final, terjadi kejanggalan yang kemudian ramai dibicarakan oleh masyarakat Indonesia.

Ternyata, terdapat kasus pelecehan seksual kepada finalis Miss Universe Indonesia 2023 pada saat body checking. Jadi, sebanyak 30 peserta diduga menjadi korban pelecehan seksual yang terjadi pada 1 Agustus 2023. Salah satu finalis Miss Universe Indonesia menyatakan, dugaan pelecehan tersebut bermula saat fitting session, yaitu ketika peserta diinstruksikan untuk mencoba gaun yang akan dipakai pada malam grand final. Namun, saat gaun tersebut dikenakan, pihak penyelenggara acara menggelar agenda berbeda, yakni body check. 

Hal ini tentunya mengejutkan para finalis yang ada. Mereka tidak menerima informasi tentang body check yang akan dilaksanakan, padahal seharusnya pihak penyelenggara dapat bertindak profesional jika ada agenda sepenting ini yang membutuhkan persetujuan para finalisnya. Lebih mengejutkannya lagi, salah satu finalis bercerita dalam sebuah podcast, bahwa mereka dipaksa untuk melepas seluruh pakaian mereka–bahkan pakaian dalam–yang membuat para finalis memperlihatkan bagian tubuh mereka sepenuhnya. Bahkan, dalam keadaan itu, para peserta juga diperintahkan untuk dipotret oleh fotografer.

Awalnya, para finalis ragu untuk speak-up di media sosial dikarenakan takut hal tersebut dapat mempengaruhi penilaian mereka saat karantina, jadi para finalis memendam perasaan mereka sampai malam grand final telah selesai. Setelah malam grand final selesai, akhirnya terdapat beberapa finalis yang mau untuk speak-up atas kasus pelecehan yang dialami mereka. Beberapa finalis speak-up di media sosial mengenai kasus tersebut dengan cara menulis pesan di Instagram story finalis tersebut. 

Pada akhirnya, tanggal 12 Agustus 2023, Organisasi Miss Universe mengakhiri kerja sama dengan PT yang memiliki lisensi ajang tersebut dan memecat sang Direktur Nasional akibat skandal pelecehan yang dialami beberapa kontestan selama kegiatan karantina Miss Universe Indonesia 2023.

Keberanian finalis Miss Universe Indonesia 2023 untuk speak-up di media sosial berkaitan dengan teori Spiral of Silence yang dicetuskan oleh Elisabeth Noelle-Neumann pada tahun 1974. 

Dalam teori ini, dijelaskan bagaimana opini publik dapat terbentuk dan berubah melalui suatu proses komunikasi. Teori Spiral of Silence ini dipercaya bahwa setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk mengikuti opini publik/masyarakat yang ada atau mayoritas. Tentunya hal tersebut terjadi dikarenakan seseorang takut untuk menyuarakan opini nya yang mungkin opini tersebut termasuk minoritas atau bertolak belakang dengan opini publik sehingga orang takut untuk dikucilkan oleh masyarakat.

Jika dilihat dari kasus tersebut, pada awal nya para finalis takut untuk speak up dikarenakan beberapa alasan tertentu. Namun, karena mereka ingin mempertahankan martabat seorang wanita dan mendapatkan keadilan maka mereka berani untuk speak up di media sosial mengenai kasus pelecehan seksual yang terjadi kepada mereka. 

Hal ini sangat berhubungan dengan salah satu teori psikologi komunikasi yaitu teori Spiral of Silence dimana opini publik digambarkan seperti sebuah spiral yang lama kelamaan semakin besar. Maksudnya adalah dari para finalis yang takut akan opini publik atau mayoritas yang menyudutkan mereka dengan komentar “ lah namanya juga ajang kecantikan, pasti ada body checking lah!”, “ kalau mental nya gakuat mending dari awal gausah ikut ajang kecantikan” menjadi berani untuk mengungkapkan perasaan atau suara mereka ke publik.

 Karena banyak finalis yang speak up mengenai kasus tersebut, banyak dukungan positif dari masyarakat dan meminta para finalis untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Dengan adanya suara mayoritas untuk meminta keadilan dari kasus tersebut, pada akhirnya Chief Operating Office (COO) Miss Universe Indonesia 2023 ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelecehan seksual tersebut.

Kasus pelecehan seksual yang terjadi di ajang kecantikan ini membuktikan bahwa kasus seperti ini membutuhkan perhatian lebih dan menjadi tugas penting bagi semua pihak, baik itu pemerintah, pihak berwajib, penyelenggara ajang kecantikan hingga masyarakat untuk mencegah terulangnya kasus pelecehan seksual dan bagi siapapun yang mengalami atau melihat seseorang mengalami pelecehan, jangan takut untuk speak up dan melaporkannya ke pihak yang berwenang lewat Layanan SAPA 129 yang disediakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Layanan ini dapat diakses melalui hotline 021-129 atau whatsapp 08111-129-129. 

Saat ini media sosial sangat membantu kita, dengan adanya media sosial teori ini bisa kita bantah. Bagi pandangan atau pendapat minoritas tidak usah lagi takut untuk menghadapi pandangan publik yang mayoritas, sehingga kita bisa memanfaatkan media sosial kita dengan baik dan bermanfaat bagi banyak orang. Mari kita bergandeng tangan mencegah kasus pelecehan seksual khususnya di ajang kecantikan demi menciptakan tempat yang aman dan nyaman bagi para perempuan.

Untuk lebih lengkapnya dapat kalian dengarkan di Podcast BINGKICHAN yang mengupas tuntas sisi gelap dari Miss Universe 2023


Penulis : Anitza Fahira Zalianty, Nabila Putri Wibisono, Salsabila Fadhilah Putri, Azzahra Zettira Ali, Muhammad Rizky Abdillah 

DAFAR PUSTAKA 

Marwan, M Rafi. (2022). Spiral of Silence Pada Kasus Pelecehan Seksual di Media Sosial Twitter. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol 12(2).

Thorvy, Mohammad, Nurcahyo, Ari. (2017). Perkembangan Teori Spiral Keheningan Dalam Media Sosial. 

https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun