Mohon tunggu...
Anita Kusuma Wardana
Anita Kusuma Wardana Mohon Tunggu... Lainnya - Politeknik ATI Makassar/Kementerian Perindustrian

Pranata Humas Ahli Pertama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Harto, Tanri Abeng dan Perihal Teh

24 Agustus 2015   20:31 Diperbarui: 24 Agustus 2015   20:31 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisaris Utama PT Pertamina, Tanri Abeng memiliki pengalaman menarik saat dipanggil oleh Mantan Presiden Republik Indonesia, Soeharto pada Januari 1998. Kala itu, alumnus Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin (Unhas) ini tidak pernah menyangka akan dipanggil oleh orang yang paling berkuasa di masa orde baru tersebut.[caption caption="Tanri Abeng saat membawakan kuliah umum di Unhas, Senin (24/8/2015)"](Tanri Abeng saat membawakan kuliah umum di Unhas dalam Penyambutan Mahasiswa Baru PPs Unhas, Senin (24/8/2015)

Tanri Abeng mengisahkan, saat dipanggil oleh Soeharto, Indonesia baru saja menandatangani nota kesepakatan bersama pimpinan IMF untuk menyelamatkan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin terpuruk dengan pelemahan nilai rupiah dari sekitar Rp 2000 menjadi sekitar Rp 10.000 ribu pada 13 Januari 1998.

Dengan adanya nota kesepakatan tersebut, IMF memberika stand by loan untuk Indonesia senilai USD 42 miliar untuk Indonesia agar bisa keluar dari kesulitan keuangan.

Tanri pun mengungkapkan, pada saat keluar dari ruangan penandatangan nota tersebut, Soeharto menyampaikan kepada publik jangan takut dengan utang, kita punya banyak BUMN.Sayangnya, kata dia Pak Harto tidak melanjutkan kalimatnya, apa hubungannya utang dengan banyaknya BUMN.

"Tiga hari pasca peristiwa tersebut, saya dapat panggilan untuk bertemu Pak Harto. Bayangkan, saat itu saya sebagai presiden direktur di Bakrie dipanggil orang yang paling berkuasa di negeri ini,"kata Tanri Abeng saat memberikan kuliah umum di acara Penyambutan Mahasiswa Baru Program Pascasarjana Unhas, Senin (24/8/2015).

Tanri Abeng pun "curhat" kepada Sekretaris Negara, Moediono kala itu, bagaimana ia harus bersikap saat berhadapan dengan Pak Harto. Kepada Tanri Abeng, Moerdiono mengatakan, Pak Harto adalah sosok yang menyenangkan saat berbincang dengannya.

Tapi, kala Pak Harto mengatakan "Silahkan minum teh", itulah akhir dari pertemuan seseorang dengan Pak Harto. Mendengar hal tersebut pun, Tanri Abeng menyiapkan diri bertemu dengan Pak Harto.

Ia pun datang menemui Pak Harto seorang diri. Pada pertemuan pertamanya tersebut, Tanri Abeng melihat wajah Pak Harto yang penuh senyum dan terlihat kalem seperti tidak sedang terbebani dengan kondisi Indonesia saat itu. Awal percakapannya pun, Tanri Abeng tidak menyangka Pak Harto mengetahui banyak tentang dirinya.

"Saat itu Pak Harto mengatakan, saya baru saja menandatangani utang, saya tidak mau berutang terus, saya mau bayar utang itu. Tapi, harus bisa saya bayar dari BUMN milik Indonesia yang banyak,"kata Tanri Abeng mengutip perkataan Pak Harto kala itu.

Pada saat itu, kata Tanri Abeng, Indonesia memiliki sekitar 158 BUMN. Namun, Pak Harto menginginkan nilai BUMN menjadi tinggi, sehingga pada saat sebagian dijual dapat melunasi utang Indonesia kepada IMF. Pak Harto menilai sosok Tanri Abeng memiliki kapasitas untuk membangun nilai jual BUMN milik Indonesia.

"Saya pun menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan. Tapi, saya meminta bantuan untuk mempelajari BUMN. Saya pun minum teh dan pulang,"tambahnya.

Beberapa hari kemudian, Tanri Abeng kembali menghadap ke Pak Harto untuk menyampaikan solusinya. Tanri Abeng pun datang dengan membawa gagasan pembentukan National Holding Company. Dimana, dari 158 BUMN milik Indonesia, ia bagi ke dalam sepuluh sektor dan sepuluh sektor tersebut masing-masing menjadi national holding company.

"Pak Harto kemudian mengatakan akan mempelajari usulan saya tersebut dan saya pun diminta minum teh,"katanya.

Maret 1998, Tanri Abeng menerima telepon dari Pak Harto melalui ajudannya yang memintanya untuk menjadi salah satu menteri dalam Kabinet Pembangunan VII. Di telepon, Tanri Abeng tidak berani membantah Pak Harto, ia pun menyatakan kesiapannya.

"Siapa kala itu yang bisa membantah Pak Harto, sayapun mengatakan kesiapaannya. Pada pengumuman jajaran anggota kabinet, saya diangkat menjadi Menteri Negara Pendayagunaan BUMN yang baru dibentuk kala itu,"jelas Tanri.

Menurutnya, pembentukan kementerian BUMN menunjukkan kemampuan Soeharto dalam menangani krisis saat itu untuk melunasi utang-utang Indonesia kepada IMF.

Kepada Tanri Abeng, Pak Harto kemudian menyerahkan tugas untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi seluruh BUMN seperti Garuda Indonesia yang terlilit hutang senilai Rp 16 triliun maupun kondisi sejumlah bank milik negara.

Satu pesan Pak Harto kala itu, agar Garuda Indonesia tidak dijual dan mengharapkan Garuda Indonesia bisa mengudara kembali. Pak Harto menunjukkan surat dari para kreditur yang mengancam akan membuat bangkrut Garuda Indonesia dan hal tersebut tidak diinginkan oleh Pak Harto.

Tanri kkemudian memikirkan untuk menyelamatkan Garuda Indonesia, harus dilakukan restrukturisasi. Namun, kala itu Dirut Garuda Indonesia dipimpin mantan ajudan Pak Harto. Orang di sekitar Tanri pun menganjurkan agar tidak menganggu jabatan orang yang berhubungan dengan Pak Harto kala itu.

 

amun, bagi Tanri Abeng, ia harus berani mengambil keputusan demi untuk menyelamatkan Garuda Indonesia. Lantas ia kembali menemui Pak Harto. Saat bertemu Tanri, Pak Harto pun menanyakan solusi yang ia berikan untuk Garuda Indonesia.

"Saat saya menyampaikan solusi dari saya, Pak Harto mundur sejenak dan kemudian beliau langsung tertawa terbahak-bahak. Bahkan, ia mengatakan kenapa tidak sekalian semua direksinya diganti. Saya pun mengiyakan, tidak berlama-lama saya langsung minum teh dan pamit pulang, takut jika Pak Harto menarik kembali perkataannya,"kata Tanri.

Tanri pun kemudian meminta seorang bankir paling hebat sepanjang hidupnya, yakni Robby Djohan untuk memimpin Garuda Indonesia, meskipun Robby Djohan pun mengajukan sejumlah syarat, termasuk hanya ingin bekerja selama enam jam setia hari dan kewenangan untuk memilih direksinya sendiri.

Di bawah kepemimpinan Robby  kondisi Garuda Indonesia semakin membaik dalam waktu enam bulan. Tanri menilai sosok Robby tepat memimpin Garuda Indonesia karena kreditur dapat diatasi oleh seorang bankir yang hebat. (anita wardana)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun