Anak pertama adalah tumpahan harapan semua pasangan yang baru mengenyam manisnya rumah tangga.
Anak pertama di nanti dengan penuh cinta dan penuh debaran. Dia begitu di penuhi dengan doa-doa panjang dalam sujud lirih ayah bunda.
Dia hadir seolah mampu memantaskan bahwa pasanganan ini sempurna. Di mata dunia akan terangkat martabat nya sebagai sebuah keluarga dan tercatat dalam sebuah legalitas kartu kependudukan.
Di Akhirat Allah juga telah mencatat jauh sebelum kelahirannya. Allah telah menentukan rezeki orang tuanya. Allah telah tetapkan garis hidupnya. Allah telah tetapkan pula jodoh masa depannya.
Jauh sebelum kita mempersiapkan jadi apa, haruslah di ingat ayah bunda bahwa Allah terlebih dahulu dalam semua hal ini.
Adakah kita sebagai orang tua masih melawan fitrah yang sudah ada?
Masihkah orang tua menyambung cita-citanya untuk di teruskan oleh anak pertama?
Masihkah harapan besar itu kita paksakan, sehingga anak pertama menangis sendiri merapati tuntutan?
Ayah bunda....
Ikuti fitrah anak dalam setiap tahap tumbuh kembangkannya. Allah telah memberikan sebuah hadiah dengan lengkap kepada kita.
Ibarat kita di beri pinjaman sebuah mobil mewah oleh seseorang dengan lebel hak pakai. Pastinya kita akan menjaga dengan baik, merawat dengan baik, bahkan kita akan mengisi minyak dan servis yang bagus.
Karena kenapa?
Kita inginkan pemilik yang meminjamkan senang hatinya. Dan percaya pada kita bila suatu saat dia ingin menitipkan maka dia akan mencari kita.
Tapi bila mobil titipan kita gunakan dengan asal-asalan. Mobilnya kita pakai dengan menabrak sesuka kita, minyaknya kosong, bampernya penyok Dimana-mana. Dan bahkan olinya sampai tidak kita perhatikan.
Apa yang harus kita katakana saat kita di minta mobil itu kita kembalikan?
Begitu juga dengan anak yang Allah titipkan kepada kita sementara. Apa yang akan kita katakan kepada Allah ketika tiba-tiba Allah mengambilnya kembali?
Anak yang dititipkan sempurna. Saat kita kembalikan : luka jiwanya, hancur bathin nya. Rusak fisiknya, kosong otaknya dengan hal-hal yang baik. Kurang akhlaknya.
Apa yang harus kita jawab?
Apa yang harus kita lakukan untuk pembenaran?
Air mata ikut menetes dalam tulisan ini, wallahualam.
Anita Alcifa
Banda aceh, 2 Febuari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H