Zaman kian terbuka.
Bicara sesuka.
Bertindak macam raja.
Berharap menjadi pemuka.
Lalu dipuja.
Segala rupa ditata.
Banda pun tak lupa disibaknya.
Apa yang sekedar terus memudar.
Arsenikum merajut kepala.
Seakan tak berwujud namun berbahaya.
Namun ini kebalikannya.
Mungkin terlalu buruk jika berharap distopia.
Kunikmati omong-kosongnya.
Pun tenggelam dalam popularitasnya.
Bak rayap menggerus jati.
Seolah baka namun lapuk juga.
Tapi sayang, mereka lupa hingga membabi-buta.
Kini, panggung itu justru menjadi-jadi.
Ah, zaman!
Selalu engkau yang disalahkan.
Padahal aku yang pecundang.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!