Mayang sedang asyik membungkus bingkisan untuk dibawa pada pertemuan besok pagi. Dia sengaja memilih beberapa barang meskipun ketentuannya cukup satu saja dari panitia. Dia merasa sangat bahagia, apalagi ini pertemuan pertamanya dengan teman-teman satu komunitas mendongeng yang diikutinya setahun terakhir ini.
Melihat istrinya nampak bahagia, Ahmad menjadi penasaran. Sambil bermain gawai, tak lepas mata Ahmad mengamati gerak gerik Mayang. Bagi Ahmad ini hal yang sangat berbeda. Tak biasanya Mayang bersemangat untuk berjumpa dengan orang asing meski mereka saling mengenal didunia maya. Penuh selidik Ahmad memperhatikan, sedangkan Mayang sama sekali tidak merasa sedang diamati. Ia tetap asyik membungkus satu persatu bingkisan yang akan dipertukarkan esok hari.
***
Pagi yang sangat cerah. Sinar mentari yang gagah mengirim berita baik ke bumi. Dengan cahaya yang hangat, semuanya menjadi lebih indah dari sebelumnya, begitu pula dengan suasana hati Mayang. Sejak subuh dia sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk anak dan suaminya, mulai membereskan rumah dan tentunya menyiapkan menu sehari penuh. Sudah menjadi kebiasaan Mayang jika ada acara keluar rumah makai a tak pernah melupakan tanggungjawabnya. Itu pula yang menyebabkan Ahmad tak pernah melarang Mayang pergi untuk sekedar melepas penat setelah mengurus anak-anak dan dirinya.
Mayang sudah rapi. Penampilannya hari ini nyaris sempurna. Ahmad pun kagum dengan istrinya. Bagi Ahmad, Mayang sekarang lebih menarik disbanding saat masih muda, meskipun sudah melahirkan empat orang anak. "Heeem, sudah cantik mau kemana nih?", canda Ahmad sambil mencubit pipi Mayang. Yang dicubit tersipu malu dan langsung cemberut,"kan aku sudah ijin kemarin, sayang". "Iya, aku ijinkan," jawab Ahmad sambil tersenyum melihat tingkah Mayang.
"Aku pamit ya, mas. Semua sudah aku siapkan, titip anak-anak", ujar Mayang sambil salim pada Ahmad. Ahmad mencium kening Mayang mesra, sambil berbisik,"cepet pulang, ya". Mayang menjawab dengan senyum manisnya dan bergegas masuk ke taksi online yang sudah menunggunya didepan rumah.
***
Beberapa orang yang bertugas sebagai panitia sedang sibuk memeriksa sound system. Sebagian lainnya sedang memasang banner. Tak terkecuali Rudi. Dia datang sejak pagi bersama Mira dan Hesti juga Hendro. Mereka berempat didaulat untuk menjadi panitia pertemuan pertama komunitas mendongeng yang diikuti Mayang. Setelah memastikan semua siap, Rudi lanjut mengecek gawainya, barangkali ada peserta yang membutuhkan informasi tambahan, sambil duduk menikmati secangkir kopi yang disajikan oleh pramusaji.
Mira dan Hesti sudah asik dengan aneka menu yang akan disajikan untuk pertemuan nanti. Keduanya sangat kompak jika mendapat tugas menyiapkan konsumsi. Tak berapa lama Mayang sampai di lokasi. Dia mencoba bertanya kepada petugas security mengenai letak ruangan yang digunakan untuk pertemuan. Setelah berjalan beberapa langkah, tibalah Mayang diruangan yang dimaksud. Sudah cukup banyak yang hadir. Mayang mencoba mencari tempat duduk yang kosong diantara para peserta.
Mayang mencari seseorang yang selama ini sering memotivasi dirinya untuk memperbaiki kemampuan mendongengnya. Mayang ingin mengucapkan terima kasih atas motivasi yang telah diberikan. Ia juga akan menyampaikan kekagumannya pada orang itu. Tapi sudah beberapa saat ia duduk, tak juga ditemukannya. Degup jantung Mayang menjadi tak beraturan, ketika ia menangkap sosok orang yang ditunggunya. Dengan suka cita Mayang spontan berdiri dari duduknya dan setengah berlari menuju orang itu. Tetapi langkah Mayang terhenti, ketika matanya menangkap orang itu sedang berbincang mesra dengan salah seorang peserta perempuan lainnya. Mayang memilih mengurungkan niatnya. Dengan langkah teratur Mayang Kembali ke kursinya.
Hatinya bergejolak tak karuan. Sedih, kecewa dan malu bercampur jadi satu. Mayang merasa tertipu dengan dirinya sendiri. Tertipu dengan perasaannya sendiri selama ini. Seseorang yang sempat membuat hatinya bahagia karena sikap dan perhatiannya, tiba-tiba menorehkan rasa sakit yang luar biasa. Mayang memilih untuk meninggalkan tempat pertemuan, walaupun acara baru separuh jalan. Mayang marah pada dirinya sendiri. Betapa ia merasa bodoh dan mudah dibohongi dengan perasaannya. Padahal Mayang tahu, hanya Ahmad suaminya yang mencintai dirinya sepenuh hati. Mayang merasa sangat bersalah pada Ahmad, karena telah menaruh harapan pada orang lain. Mayang berjanji pada dirinya sendiri akan lebih hati-hati menjaga hati dan kesetiaannya untuk Ahmad.