Mohon tunggu...
Anita Puspitasari
Anita Puspitasari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang yang berharap eksistensi dirinya berpengaruh positif pada orang di sekitarnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta dalam Diam

23 Oktober 2023   14:44 Diperbarui: 23 Oktober 2023   14:53 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar pexels.com

Sepulang sholat Jum'at kami melakukan jadwal rutin pekanan berbagi sembako kepada tetangga kami yang kebutuhan hidupnya belum terpenuhi dengan layak. Aku hanya melihat dan mendengar keriuhan orang yang silih berganti datang untuk mengambil paket yang disediakan.Setelah selesai kami berbincang di teras rumah. "Alhamdulillah Halid makin pinter ya"ujar Ibu menyeka mulutku setelah makan.Aku tersenyum, aku sudah bisa menggerakkan kepalaku ke kanan dan kiri. "Alif lmmm.likal-kitbu l raiba fh, hudal lil-muttaqn.Allana yu`minna bil-gaibi wa yuqmna-alta wa mimm razaqnhum yunfiqn. Wallana yu`minna bim unzila ilaika wa m unzila ming qablik, wa bil-khirati hum yqinn..."aku melantunkan kalam Illahi yang biasa aku dengar setiap hari. Aku lihat Ibu terperangah, berteriak memanggil orang-orang yang ada di sekitar untuk mendengarkanku. Ku lafazkan kalam Allah hingga ayat ke dua puluh, bukan karena lupa, tapi karena aku melihat Bapak, Ibu dan Nenek menangis dan tersungkur melakukan sujud syukur. Mereka memeluk dan menciumku hingga basah wajahku dengan butiran air kasih sayang mereka."Ya Allah, alhamdulillah Kau kabulkan do'a terbesar kami. Dibandingkan limpahan harta semua ini, karunia ini sungguh tak ternilai"isak Bapak masih memelukku. Aku sendiri tak tau kenapa bisa terjadi hal ini, semuanya seperti mengalir kuucapkan begitu saja.Namun sekujur tubuhku terasa lemas tak berdaya, kaki ku terasa dingin dan mataku sulit sekali untuk terbuka seperti biasanya.Bapak meletakkanku kembali di bale-bale sambil memanggilku "Halid, kamu kenapa?".Aku masih mendengar suara Ibu "Halid, bangun nak, kamu kenapa?"Ibu memanggil sambil setengah mengguncang tubuhku"."Allah aku ingin menatap mereka untuk terakhir kali, melihat orang-orang yang aku cintai meski dalam diamku"ucapku dalam hati. Ya Allah, sampaikan kepada Bapak dan Ibu kelak mereka akan memakai mahkota di kepalanya yang terangnya bahkan melebihi cahaya matahari. Kelak kita berlima akan berkumpul karena aku juga akan memanggil Nenek dan Ara di tempat keabadian,tempat dimana kita akan memetik segala hasil yang telah kita tanam di dunia ini. Sampaikan salamku kepada mereka untuk tidak bersedih, karena aku akan menunggu dan memanggil mereka di pintu surga kelak.

Mataku terasa berat, semua terlihat makin samar, pun aku sudah tidak mendengar suara di sekelilingku dan akhirnya semua gelap. "Laa Ilaaha Illallah" lirihku dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun