Mohon tunggu...
Anita Permata Sari Harefa
Anita Permata Sari Harefa Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Mahasiswi Matematika di IAIN Takengon angkatan 2016 Anggota biasa Himpunan Mahasiswa Islam HmI Cabang Takengon Komisariat IAIN Takengon. Saat ini telah menjadi guru honorer di Sekolah Swasta yaitu SMP DAMUHA ACEH TENGAH, bidang yang di tekuni dan di ampu adalah mata pelajaran matematika.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ibu Si Penuntun Putra

6 Maret 2023   11:06 Diperbarui: 6 Maret 2023   11:03 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bu,  hari ini aku melihat sosokmu pada seorang wanita lain yang berjalan di pandanganku.  Menggendong seorang putra 4 tahun,  menenteng sendal swalow hitam sang anak.  Bu,  aku melihatmu di persimpangan jalan pagi ini.  Aku tak mengira siapa dirimu,  asing dan bukan di seputaran kampung ku.  Lantas aku masih memikirkanmu,  pun ketika banyak tanya yang ku sampaikan pada pencipta di tengah malam silam.  Banyak air mata yang dikeluhkan pada gelapnya dunia,  kini pagi menjelang sembari mengendarai kereta supra milik bapak masih mengingatmu dalam-dalam juga putra kecil yang kau papah perlahan. 

Bu,  pertemuan kita seolah takdir.  Orang asing,  dari simpang perjalan yang jauh menuju tempat yang juga jauh, (kec.  Jagong menuju-berawang gading)   Bu,  aku menatap sosok mu lagi dalam lamunanku.  Jawabanku semalam akhirnya sampai melalui perantaraanmu.  Tidak saling mengenal,  kesal juga tak bertanya nama yang ku kira adalah privasimu. Khawatir aku akan menyinggung perasaanmu dengan banyak pertanyaanku. 

Bu,  pagi ini aku belajar darimu artinya syukur,  ikhlas dan perjuangan. Kita dua orang asing,  namun akrab di perjalanan.  Maaf bu,  aku mengantarkanmu hanya pada depan masjid yang kurasa aman bagimu dan anakmu.  Si adik kecil yang sempat ku tahu namanya,  sedangkan ibu adalah sosok yang seolah sebaya denganku. Sungguh selepas mengantarmu,  aku bertanya-tanya mengapa engkau berjalan begitu jauh sendiri memapah putramu. 

Perjuanganmu membuatku goyah,  jika itu adalah diriku apa yang pantas ku lakukan. Mungkin saja aku akan menyerah dan kembali pulang,  ada apa dalam perjalananmu itu.  Berapa banyak duka yang di sembunyikan dari baiknya senyuman. 

Bu,  yang tak punya nama. Sosokmu benar-benar menunjukkan semangat,  menginspirasi dan memenuhkan motivasiku dalam 15 menit perjalanan kita. Bu,  Aku ingin menangis kala melihat betapa sombongnya,  angkuhnya jiwa dan tak berdayanya diri pada kenyataan ini.  Sontak,  peristiwa pagi ini menampar kesadaranku.  Bu,  hati-hati diperjalanan jika saja andai ku kesampaian.  Ingin segera ku antar menuju apa yang kau inginkan. Sayang,  batasku hanya sampai pada iba dan kasihan.  Mungkin saja,  hal lain membelenggu jiwaku hingga tak sepenuhnya mampu membantu.  Akhirnya aku menyadari betapa diri ini kosong dari banyaknya hal baik yang bisa dilakukan.  Bu terimakasih karenamu aku mendapat banyak pelajaran di hari ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun