Kaktus, Â tanaman berduri yang sabar asal mula di gurun pasir, tandus dan kering. Â Kaktus kemudian menjadi tanaman yang indah, Â hijau, Â cantik dan penuh dengan cerita. Â Bagaimana ia bertahan di tengah kesukaran? Â Bagaimana ia hidup di tanah berpasir yang tandus? Bukankah tanaman memerlukan air untuk hidup, mengantarkan sari pati makanan untuk tumbuh dan kuat.Â
Ayo belajar dari kaktus, Â dengan kesabaran dan ketekunan ia berjuang sekaligus bertahan pada kondisi tersebut dengan izin sang Pencipta. Â Sebab baginya itulah sunatullah nya, Â itulah jalanya, Â itulah takdirnya. Â
Belajar dari kaktus, Â tentang optimis akan menemukan bulir air di pasir yang gersang. Sabar penuh yakin, Â rejekinya ada dengan jemari akar yang merayap di dalam ngilunya terik mentari yang menyayat. Â Belajar tangguh tanpa menyerah dari kaktus, Â sebab ia tak mau mengakhiri diri meski dalam kondisi kritis. Â
Yakinlah seperti kaktus, pada Tuhannya yang meletakkan alur hidupnya di tengah gurun yang tandus. Â Sabarnya adalah diam, Â tasbihnya adalah angin, Â syukurnya adalah duri pelindung dan geraknya adalah jihad mencari rezeki dan menjaga keyakinan nya tetap utuh.Â
Semangatnya adalah perjuangan, Â tidak menyerah meski kondisi menyayatnya. Anehnya ia berhasil karena kegigihan rongga tubuhnya terisi penuh air. Maka nikmat yang mana yang pantas di dustakan?Â
Layaknya kaktus, Â tidak pernah menginginkan di takdirkan di gurun. Â Kita juga sama, Â rumah kita, Â dunia kita, Â hidup kita patut untuk disyukuri. Â Diluar sana, berjuta jiwa masih kebingungan akan dirinya. Â Maka bersyukur dan ikhlas seperti kaktus akan membawa bahagia pada akhir perjuanganya serta bermanfaat meski di tengah kemustahilan sekalipun. Â Kita hanya perlu membaca alam, Â bukan sekedar teori tanpa pengalaman. Â Kehidupan kita adalah hidup bersama raga sekaligus jiwa yang di motori akal dan nafsu. Jika engkau mengetahui satu kebaikan, Â maka lakukanlah semampu diri kita masing-masing. Â Debat dan argumen bukanlah solusi kebaikan, Â tapi perbuatan dan tindakan menjadi nilai esensi manusia di bumi. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H