Gabut,  itulah yang sedang kuhadapi. Sebagaimana anak muda zaman sekarang mengartikan "Gabut sebagai kondisi yang bimbang, risau dan  badmood. Segalanya seolah menjadi padu dalam satu kata yang familiar di telinga anak gaul seat ini yaitu "Menggalau".Â
Yaps, Â momen dimana seseorang berada dalam tingkatan dilema tertentu terhadap hal yang sedang dihadapi atau segala yang tersirat di pikiran.Â
Sebenarnya kekhawatiranku bermula setelah lulus mengikuti ceremonial sebagai wisudawati di kampus.  Sejenak bisikan hati berkata "Selanjutnya bagaimana?, akan kemana kita? " itu yang ku tanya pada diriku.  Setelah ini akan kemana langkah bertuju.?
Artinya sudah hampir 3 bulan lulus sarjana namun hingga saat ini masih belum mendapat pekerjaan apapun. Sempat mengikuti beberapa lowongan kerja sebagai tenaga pendidik dan masih di tolak oleh instansi terkait.Â
Ya, Â aku sih sadar diri dengan tidak adanya pengalaman mengajar pasti akan sulit mendapat kepercayaan atasan tempat bekerja. Kurang lebih sudah 4 kali lamaranku di kembalikan, Â mau bagaimana lagi? menjadi lulusan sarjana langsung dapat pekerjaan saat ini sangatlah sulit. Â Juga tidak banyak orang yang seberuntung itu.Â
Malam ini melarutkan kembali analisaku tentang suatu hal,  bahwa mungkin saja Allah ingin mewujudkan mimpiku yang lain. Telah ku bisikkan pada malam-malam sunyi sebelumnya. Yah  mungkin saja.  Jika pun tidak maka harus berupaya lebih banyak lagi,  aku mengerti tentang hal itu.  Namun batinku juga menentang "Sampai kapan? "
Sampai kapan aku akan menanti pekerjaan tetap hadir untukku? Bukankah pemikiran yang bodoh sekali !.  Tentu saja tidak ada yang sepraktis itu, apa lagi menunggu rizki turun dari langit. Mustahil,  sebutanya  sudah akan berubah menjadi ngimpi di siang bolong hahhaha.  :)Â
Oleh karena itu, Â ini merupakan kritikal momen yang ku hadapi. Â Pertentangan antara gejolak hati dan pikiran di bumbui lagi dengan pandangan orang. Â Memang tidak benar jika kita fokus pada apa yang orang lain bicarakan tentang diri kita, Namun salah juga jika harus di abaikan mentah-mentah. Mungkin saja apa yang mereka sampaikan ada benarnya juga kan. Â Ketiga hal ini membuat otak ku sangat berantakan seperti benang kusut yang kehilangan simpulnya.
Selama ini yang kulakukan adalah tetap mengajar, Â dengan harapan menjaga pikiranku tetap waras, Â karena ini adalah passionku.Â
Merasa sangat bahagia saat proses transfer pengetahuan bukan sok membanggakan, tetapi ini suatu kegembiraan untukku. Sehingga apabila tidak melakukan apapun, Â rasanya seolah-olah aku ada tetapi jiwaku entah dimana. Â
Alhamdulillah, suatu hari aku mendapat job sebagai tentor les privat matematika dengan standar soal-soal SBMPTN melalui salah satu teman baikku.Â
Selain itu aku juga ikut serta sebagai guru freelance di SMA IT Al-Falah. Â Suatu kehormatan dapat bergabung bersama mereka untuk beberapa pekan terakhir. Alhamdulillah diamanahkan sebagai guru Bahasa Indonesia selama sebulan, Â dan pengganti guru ekonomi. Â
Melalui kedua mata pelajaran ini membuatku belajar banyak hal. Â Tentang anekdot yang menggembirakan dan sistem ekonomi yang mengasyikkan. Â Khususnya materi-materi ekonomi yang sangat familiar dan bersentuhan langsung dengan kehidupan kita.Â
Menitipkan pesan padaku bahwa "Ayo anita, Â jangan hanya sekedar mengejar pekerjaan tetap saja. Segera gerak dan pilih usaha sampingan".Â
Keren sekali bukan, Â tiba-tiba minat menjadi wirausahawan hadir dalam hidup tentu dengan rasio tinggi untuk pertama kalinya. Â Yah... Semua demi kebaikan diri dan masa depan yang menanti.Â
Akhirnya ku putuskan untuk menjadi pedagang "dadakan" hehehe. Mulai menyusun rencana kecil-kecilan, Â menabung dan bergiat mengajar privat untuk membeli bekal jualan yaitu kompor dan tabung gas, Â wajan, Â serta dandang. Â Bahkan resiko gagal tidak terbesit sama sekali saat menyediakan peralatan tersebut.Â
Pada malam ini, Â cukup rumit bagiku mere-plan ulang. Oh... Mungkin kontrol diriku yang tidak seimbang saat ini. Sehingga benar-benar butuh booster untuk meningkatkan mood dan optimis lagi. Â
Memang sangat benar bahwa "Musuh terbesarmu adalah dirimu sendiri" mulai dari menekan ego, Â mengontrol emosi, melawan rasa malas, dan lain-lain.Â
Maybe it's so simply but that is hard for me. Â Uuuulala, Â rasanya campur aduk semua perasaan ini, Â sedih, marah, Â pesimis dan tiba-tiba mental jadi down sekali. Â What's problem? It's cost and money.Â
Am I crazy? Â Sebenarnya it's nonsense. Â Karena hal yang paling penting itu adalah tekadnya dulu kan, maunya dulu dan actually this problem have an easy solution. We can lend to others. But it's was break my emotional quotion. Â Sometimes It's so difficult.
Okey deh anggap aja selesai satu persoalan, kejenuhan lain adalah I want get scholarship but sampai sekarang belum ada persiapan apapun. Â Huh, Â disatu sisi aku punya target harus dapat posisi honorer sebagai tenaga pengajar. Â Exactly aku ingin ikut tes CPNS dan lain-lain. Â
Sangat dulit untuk menjadi orang "tanpa pekerjaan" seperti diriku. Melalui tulisan-tulisanku di catatan, Â story sosmed atau berbisik langsung pada diri sendiri untuk kuat, Fokus dan tetap menjalani hari penuh syukur, sabar dan ikhlas. Selebihnya harus peras keringat dulu agar bahagia nantinya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H