Mohon tunggu...
Anitana Widya Puspa
Anitana Widya Puspa Mohon Tunggu... -

study at FISIP UAJY Jurnalisme. \r\n " Apa yang tidak bisa terungkapkan lewat kata-kata ungkapkanlah melalui tulisan"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keelokan Bela Diri dan Tarian Melebur dalam Capoeira Chama de Fogo Solo

19 Juni 2013   11:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:46 1301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seni bela diri ada beragam macamnya, baik dari segi teknik penguasaan, asal negaranya,  maupun peminatnya. Satu hal yang pasti, semua  jenis bela diri identik dengan kekerasan dan penggunaan “power”. Berbeda halnya dengan Capoeira, yang menawarkan sebuah alternatif baru bagi pecinta bela diri. Capoeira ternyata bukan sekedar seni olah tubuh, tapi juga bela diri yang lengkap dengan tradisi, lagu yang khas, juga alat musik yang semuanya dari Brazil. Kepopuleran seni bela diri ini telah mendunia dan menyebar hingga ke Indonesia, termasuk kota Solo.

Diprakarsai oleh empat orang alumni SMA Widya Wacana, yang pada tahun 2005 sepakat mendirikan Capoeira Chama de Fogo Solo. Komunitas ini lantas menjadi wadah terbuka bagi siapapun yang berminat untuk mempelajari dan mendalami Capoeira. “Capoeira sendiri aslinya dari Brazil yang dikembangkan oleh para budak dari Afrika”, ujar Ko Christian Charisma, humas komunitas. Kekangan belenggu yang dirasakan para budak telah  menumbuhkan hasrat untuk bebas. Para budak tersebut kemudian mengembangkan teknik bela diri untuk kepentingan membebaskan diri. Agar tidak tertangkap, latihan harus dilakukan sembunyi-sembunyi, dan sarana penyamaran yang paling baik adalah tarian.

Sedikit menilik ke belakang, perjalanan komunitas Chama de Fugo ini bermula dari ketertarikan salah satu pengurusnya, ko Christian Charisma. Pria bertinggi sedang ini mengenal Capoeira dari setelah melihat penampilan memukau seorang warga Australia. Merasa kagum akan keindahan gerakan Capoeira yang berbeda dengan seni beladiri lain yang ia kenal, ia lantas mencari guru yang bisa mengajarinya. Ternyata memerlukan usaha ekstra keras untuk menemukan pengajar di kota Solo yang masih jarang mengenal Capoeira. Segala usaha telah ia tempuh.“Waktu itu cari-cari guru sulitnya setengah mati, sampai masukin ke Kring Post,”terangnya.

Upayanya membuahkan hasil, ia dipertemukan dengan Ko Hwie-hwie dan menjadi murid privatnya. Sama-sama mencintai jenis olahraga Capoeira, keduanya mengajak beberapa relasi dekatnya yang juga tertarik, yakni Christian Ade dan Yusuf untuk bergabung. Keempatnya pun serius berinisiatif untuk mendirikan komunitas Chama de Fogo Solo. Masing-masing pengurus ini memikul tugas dan tanggung jawab berbeda. Urusan pelatihan diserahkan kepada ko Hwie-Hwie, yang dibantu oleh Yusuf sebagai asisten pelatih. Sedangkan hubungan dengan masyarakat luar yang membutuhkan informasi mengenai komunitas ini berada di tangan ko Christian Charisma yang akrab disapa Charisma,  sang humas. Tak ketinggalan ada Ko Christaian Ade, sang  merchandiser yang mengurusi bagian design untuk urusan kaos, poster, dan sebagainya.

Nama Capoeira Chama de Fogo punya sejarah tersendiri bagi komunitas ini. “Nama itu  justru baru dicetuskan tanggal 21 Maret 2010 ketika mengisi acara anniversary di ELTI Gramedia setelah lima tahun kita berproses dan berkembang sebagai komunitas,” ungkap Charisma.  Chama de Fogo yang berarti flame of fire atau kobaran api mengandung makna semangat yang selalu membara.  Ko Hwie-hwie menerangkan, “Pemilihan nama ini karena kita ingin semangat kita dalam mempelajari dan mempraktekkan Capoeira seperti api yang yang terus menyala dan membakar semangat orang lain yang di sekitar kita juga.” Mantan atlet juijitsu tingkat provinsi ini menambahkan pula, “Dalam Capoeira ada istilah axe untuk menyebut semangat dan adrenalin yang memuncak saat bermain jogo. Seperti ada roh yang membuat semangat kita terbakar. Lebih tepatnya axe itulah yang ingin kita tularkan ke orang lain.”

Sempat memiliki tempat latihan awal di lapangan Solo Baru, kini komunitas ini telah menempati lokasi pelatihan baru. Alasan kepindahannya terdengar cukup menggelikan pasalnya seperti yang sering kita lihat di televisi, yakni penggusuran. “ Soalnya lapangannya itu mau dibangun hotel, yang sekarang hotel Fave itu,” tutur Christian Charisma. Chama de Fugo Solo pun akhirnya menempati markas barunya di RPM body and fitness. Beruntungnya, owner RPM, mas Yoga merupakan kenalan Ko Hwie-hwie, sehingga bersedia meminjamkan tempat latihan. Segala fasilitas yang menyediakan adalah tempat gym. Sebagai timbal baliknya, Charisma bertutur, “Kita-kita ikut paket membership sebulan 150 ribu, tapi mungkin kalo baru dateng pertama mau coba-coba dulu, sekali datang 20 ribu.”

13716163381424940630
13716163381424940630

Setelah 5 tahun berdiri, komunitas ini mulai mencoba unjuk gigi menyebarluaskan Capoeira pada tahun 2010 lewat  live performance . Tercatat ada banyak performance yang telah mereka ikuti, mulai dari event-event mengisi acara sweet seventeen. Kemudian ada juga kerja sama sama dengan SOLO FITNESS, SOLO RADIO , dan PMI  dengan tema kesehatan dan lingkungan. Selanjutnya mereka juga diundang mengisi anniversary ELTI Gramedia Solo. Tidak berhenti sampai di ditu, komunitas ini dilibatkan juga dalam Hari Kesehatan di Solo, dan yang baru-baru ini adalah EXPO Community 2013.

Chama de Fogo Solo jelas bukan sembarang komunitas. Komunitas ini tak bisa dipandang sebelah mata, karena telah mendapatkan lisensi resmi dari Grupo Capoeira Brazil. Kota Solo terdaftar memiliki tiga komunitas, namun hanya dua komunitas yang baru diakui secara resmi dari mestre (dalam bahasa Inggris berarti master) Brasil, dan Chama de Fogo Solo termasuk salah satunya. Memperoleh pengakuan dari seorang mestre tentu tak mudah. “Kita harus cari mestre-nya sendiri, cari lewat internet lalu kirim surat permohonan atau kontak mereka lewat email. Baru nanti kita tunggu siapa yang memberikan respon,”terang ko Hwie-hwie. Ternyata yang memberikan respon tercepat kepada mereka adalah Mestre Foundador Paulao Ceara.

13716164241112225289
13716164241112225289

Melihat dari segi biaya untuk mendatangkannya saja tergolong mahal. “Khusus transportnya saja sekitar 16 juta-an , otomatis kita mikir gimana cara dapet uang segitu,” ujar Charisma. Setelah memutar otak, agar biayanya lebih ringan, maka harus dipikul bersama. Komunitas ini kemudian mengajak beberapa komunitas Capoeira lainnya dari berbagai wilayah Indonesia, ada Pekan Baru, Lampung, Purwokerto, Jogja, dan Makassar  untuk bersama-sama mengumpulkan dana. Jumlah dana akhir yang dikumpulkan memang tak bisa mencapai kisaran angka yang telah ditargetkan sebelumnya. Mereka pun berusaha melakukan negosiasi kepada sang mestre. “Kebetulan kita melobi mestrenya yang baik, apalagi mestrenya belum pernah megang Indonesia. Mestrenya akhirnya malah tombok,”  cerita ko Hwie-hwie.

Gabungan beberapa komunitas Capoeira itu kemudian disatukan dalam Batizado primeiro (upacara penyerahan sabuk) sedari tanggal 1-3 maret 2013. Komponen penilaiannya berfokus pada ketepatan teknik gerakan. Setelah melalui proses penjurian, pada  tanggal 2 maret 2013, Chama de Fogo Solo secara resmi memperoleh pengakuan dari Mestre Foundador Paulao Ceara, sebuah kebanggan tersendiri tentunya bagi komunitas ini. Apalagi dalam Batizado tersebut hanya sang mestre hanya meloloskan tiga komunitas yakni dari Solo, Pekan Baru, dan Jogja. Bagi komunitas yang belum berhasil masih diberi kesempatan pada Batizado berikutnya untuk mengembangkan lagi.

Dalam Capoeira, sama halnya dengan seni bela diri lainnya, terdapat 9 tingkatan sabuk yang menunjukkan kualitas kemampuan para capoeirista (sebutan untuk pemain beladiri Capoeira). Tingkatan paling rendah adalah corda (sebutan untuk sabuk pada Capoeira) putih, setiap Capoerista yang sudah mengikuti Batizado otomatis akan memperolehnya. Selanjutnya putih kuning, kemudian menjadi kuning, level berikutnya adalah putih oranye, oranye, biru, hijau, coklat, dan tingkatan tertinggi yang pasti dimiliki oleh setiap mastre adalah warna hitam.

13716165082019821428
13716165082019821428
1371616614397054427
1371616614397054427

Kegiatan latihan komunitas Chama de Fogo rutin dilakukan setiap Selasa dan Jumat pukul 19.15. Menuju lantai tiga RPM body and fitness centre, kita akan disambut oleh alunan musik khas Brazil dari alat perekam, ruangan itu biasanya dipenuhi oleh sekitar 20 orang anggotanya. Kegiatan latihan ini terbagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah pemanasan(stretching) untuk mengurangi resiko cidera. Tahap selanjutnya adalah latihan inti, gerakan dasar seperti Handstand, Backflip, Headspin, Whirling Flare, dan gerakan tendangan maupun tangkisan. Terakhir, yang paling ditunggu-tunggu adalah jogo, duel satu lawan satu diiringi nyanyian dan tarian antar anggota. Tak perlu khawatir, adegan duel ini tak mengandung unsur kekerasan layaknya  film action. “Inilah letak seninya Capoeira bagimana menyerang tanpa melukai musuh, kita harus bisa membaca gerakan lawan,” kata Charisma

Sayangnya ketika latihan hanya bisa melihat para anggota komunitas berlatih menggunakan lagu dari alat rekaman. Berbeda ketika perform, mereka akan memainkan alat-alat musik tradisional asal Brazil. Alat-alat musik itu adalah berimbao yang terdiri dari tongkat kayu Sonokeling dan menggunakan buah labu, kemudian Jimbe, pandeiro yang mirip rebana, atabaque, agogo, dan caxixi. “Alat-alat itu memang disimpan, tidak dipakai untuk latihan, karena memasangnya cukup rumit juga, nada-nadanya juga bisa berubah kalau dibongkar terus dipasang lagi, “terang Charisma. Sejatinya seorang Capoerista wajib menguasai keseluruhan gerakan bela diri, menyanyikan lagu, bahkan memainkan alat musik. Tidak mungkin apabila hanya memilih salah satu saja, karena dalam Capoeira seluruh komponen tersebuat adalah suatu kesatuan (harmoni).

Capoeira Chama de Fogo terbukti tidak hanya diminati oleh kalangan remaja atau dewasa saja. Komunitas ini membuka kelas bagi anak-anak dengan rentang kelas 3SD hingga 2 SMP. Tempat latihannya berbeda, lokasinya ada di Apotek Padma. Anggota yang tidak bisa mengikuti jam latihannya boleh bergabung dengan kelas malam di RPM juga. Semenjak berdirinya hingga sekarang, tidak dipungkiri bahwa anggotanya banyak yang datang dan pergi begitu saja. “Bisa dibilang 60% tidak serius dengan komunitas ini. Tapi sejauh ini ada sekitar 40 orang anggota yang loyal termasuk dari kalangan anak-anak,” papar Ko Hwie-hwie. Komunitas ini setiap tahunnya rutin mengadakan kegiatan semacam retret selama tiga hari. Selain untuk refreshing dan merekatkan hubungan antar anggotanya, tujuan utamanya adalah mematangkan gerakan yang belum bisa dilakukan.

Tidak mengherankan sebenarnya bila peminat jenis olahraga ini lebih banyak jumlah anggota laki-laki dibandingkan dengan perempuan, Komunitas ini hanya memiliki delapan orang anggota perempuan. Tetapi jumlah sedikit bukan berarti minoritas. Tak ada perbedaan perlakuan antara perempuan dan laki-laki di sini. Kaum perempuannya juga tak kalah hebat dengan yang laki-laki. Mereka semua merasa saling nyaman menjadi satu keluarga.

Hal inilah yang juga diakui Rizka, anggota perempuan pertama dalam komunitas ini. “Awalnya aku diajak cuma jadi pemeran wanita di drama mereka buat perform anniversary elti gramedia solo. Aku  jadi suka capoeira karena ketika diliat mereka itu indah. Beladiri tapi mix sama tarian jadi nggak terkesan "menakutkan". Beladiri tapi ngga ada tuh kesan "keras" nya,” ungkap Rizka. Menurut Rizka Capoeira itu hal yang kompleks, asyik, misterius, dan membutuhkan keberanian. Di komunitas ini pula, ia merasakan menjadi satu kawan satu keluarga.”Aku menemukan keluarga baru disini, keluarga yang bener bener aku ngerasanya keluarga,”ujarnya

Berbicara mengenai manfaat, Capoeira punya segudang manfaat terutama berkaitan dengan kesehatan. Aspek fisik, Capoeira melatih pernapasan, meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh, memperkuat ligamen dan mampu membentuk postur tubuh ideal. Badan yang kaku dengan latihan rutin bisa menjadi lentur, lincah, seimbang, dan kuat. Aspek psikis dan intelektual, Capoeira meningkatkan konsentrasi dan menambah rasa percaya diri, memupuk rasa menghargai orang lain, dan memperkuat rasa kesetiakawanan dan solidaritas.

Meski banyak manfaatnya,Capoeira juga sering menuai kritik. Selama ini banyak terdengar nada keraguan terhadap Capoeira atas keampuhannya dalam pertarungan sesungguhnya, apabila dibandingkan seni bela diri lainnya seperti Karate atau Taekwondo. Menanggapi keraguan tersebut, Christian Charisma menepisnya, “Banyak yang bilang mana bisa bela diri kok nari-nari gitu. Meskipun menggunakan tarian, Capoeira tetap ampuh. Itu hanya masalah penggunaan power-nya. Kalau menggunakan powernya kuat, untuk mematahkan papan kayu bisa kok. Ko Hwie-hwie pernah membuktikannya. Tapi sebaliknya kalau penggunaannya bukan untuk semacam  itu, powernya bisa diperkecil,”ujarnya. Jadi tak perlu dipertanyakan lagi, Capoeira sebagai tarian indah gerakannya, Capoeira sebagai olahraga bela diri juga ampuh untuk melindungi diri.

1371616919641924763
1371616919641924763
13716169611782705620
13716169611782705620

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun