Mohon tunggu...
Anita Lestari
Anita Lestari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kisruh BLBI: Sri Mulyani Kemana Saja?

27 Juni 2019   10:13 Diperbarui: 27 Juni 2019   10:26 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perseteruan antara KPK dan Sjamsul Nursalim (SN) makin memanas hari-hari ini. KPK berkeras bahwa SN adalah tersangka korupsi yang mesti diburu sampai dapat. Kerugian negara dari kasusnya tak main-main; 4,8 triliun. Sedangkan menurut pengacara SN, kliennya sudah bebas dari segala kewajiban terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Di sisi lain, pihak SN telah mengantongi berbagai dokumen sebagai payung hukum, antara lain perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA), surat Release and Discharge (R&D), Surat Keterangan Lunas, hingga Surat Perintah Penghentian Perkara (SP-3) dari Kejaksaan Agung.

Kedua pihak membangun narasinya masing-masing melalui media. Publik pun bingung; siapa yang mesti dipercaya? Apa tidak ada satu orang pun yang bisa menjelaskan duduk perkara ini?

Jawabannya; ada. Orang itu adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI).

Sebagai Menteri Keuangan, SMI merupakan wakil negara yang bertugas menjaga kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat dengan pihak swasta. Dalam kasus SN, Surat Keterangan Lunas (SKL) yang diterima SN adalah bukti bahwa negara dan pihak swasta telah bersepakat untuk membebaskan SN dari segala kewajibannya. SMI, sebagai wakil pemerintah, mestinya bersuara menegaskan bahwa kasus ini sudah selesai.

Masa sih, keputusan hukum yang sudah diambil negara bisa diganggu-gugat oleh KPK? Apakah posisi KPK lebih tinggi dari negara? SMI mesti menjadi ujung tombak penjaga marwah pemerintah. Jika SMI diam saja, maka pemerintah seolah-olah "kalah" dengan KPK.

Terlebih, sebagai Menteri Keuangan, SMI bertugas menjamin stabilitas perekonomian nasional. Stabilitas ini bisa tercapai jika semua pihak yang berperan dalam proses ekonomi merasakan adanya kepastian hukum. Kasus SN ini bisa-bisa mendatangkan efek domino terhadap stabilitas perekonomian nasional. Para pengusaha menjadi takut berinvestasi di Indonesia karena sebuah keputusan hukum yang sudah diambil bisa diintervensi sewaktu-waktuh oleh KPK. Ketika itu terjadi, pemerintah juga tidak akan mampu berbuat apa-apa. Persis apa yang terjadi sekarang.

Terakhir kali pemerintah bersuara atas kasus ini pada tahun 2008 ketika Menko Perekonomian Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penyelesaian BLBI di depan rapat dengar pendapat (RDP) di DPR.

Dalam konferensi persnya di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Rabu (19/6/2019), kuasa hukum SN Otto menunjukkan berkas laporan Menteri Perekonomian dan Menteri Keuangan ketika RDP di DPR pada tahun 2008. Berdasar hal tersebut, Otto mengatakan urusan SKL BLBI sudah tuntas. "Jadi di sini (berkas laporan RDP tersebut), pemerintah diwakili Menko (Perekonomian), Menteri Keuangan, sudah menyatakan dihentikan, tidak diselidiki, tidak ditindak, dan tidak dituntut. Tapi yang terjadi dipersoalkan lagi, dibawa ke pengadilan," kata Otto.

Saya menduga, SMI dan pemerintah diam dan terkesan "buang badan" karena takut dianggap mengintervensi KPK. Apalagi KPK merupakan lembaga sakral yang sangat disayangi publik. Pemerintah tentu tak ingin dicitrakan sebagai musuh KPK. Sebab di republik ini, mengkritik KPK disamakan dengan menyuarakan kepentingan koruptor. Padahal, tak selalu demikian. Ini soal wibawa pemerintah dan stabilitas perekonomian nasional.

Bu Sri Mulyani, kami bangga punya menteri keuangan terbaik di Asia Pasifik. Tiga kali berturut-turut, pula! Tapi, menteri keuangan terbaik mestinya bersuara lantang membela yang benar. Jangan diam saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun