"Terhadap bank-bank tersebut dilakukan langkah hukum, namun demikian dalam proses pengadilan ternyata negara kalah melawan bank-bank tersebut," ujar Direktur CBA, Uchok Sky Khadafi, lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (29/4/2017).
Selain itu, menurutnya, ada juga bank-bank penerima BLBI yang menandatangani perjanjian PKPS dengan BPPN, namun tidak mau bayar dan tidak menyelesaikan kewajibannya. Di antaranya, BUN, Modern, PSP, Metropolitan, Bahari, Aken, Intan, Tata, dan Servitia. "Bank bermasalah yang membuat PKPS dan baru bayar sebagian adalah Lautan Berlian, BIRA, Namura, Putera Multi Karsa, dan Tamara," ujarnya.
Melihat BLBI Secara Adil
Pola penyelesaian MSAA yang meliputi obligor Anthony Salim, Sjamsul Nursalim, M Hasan, Sudwikatmono, dan Ibrahim Risyad telah menyelesaikan kewajiban PKPS. Jika dilihat dari audit BPK No 4/XII/11/2006 tanggal 30 November 2006 atas SKL 21 obligor, BPK berpendapat bahwa PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dan SKL telah sesuai dengan kebijakan pemerintah, Inpres No 8/2002 dan kebijakan KKSK, serta layak diberikan kepada obligor bersangkutan.
KPK mesti menyelesaikan BLBI dengan memburu obligor yang tidak kooperatif, tidak melunasi, tidak membayar, tidak membuat PKPS. Itu harus dilakukan ramai-ramai. Namun, untuk memberikan kepastian hukum, obligor yang sudah menyelesaikan kewajibannya berdasarkan MSAA, semestinya tidak diusik kembali.
Bicara tentang BLBI, ada tiga tahap, yaitu tahap penyaluran, penggunaan, dan penyelesaian BLBI. Oleh karena itu, dalam melihat persoalan BLBI, harus dibedakan pada tahap mana. Tidak adil jika melihat BLBI secara dicampur aduk. Seolah-olah semua kasus BLBI adalah korupsi. Padahal, pemerintah sendiri sudah membuat kebijakan. Siapa yang kooperatif mendapat insentif dan yang tidak kooperatif mendapat penalti.
Jangan sampai yang sudah kooperatif masih diseret-seret, sementara yang tidak kooperatif masih tertawa dengan lincahnya "bermain-main". Jangan sampai Indonesia penuh ketidakpastian, selalu melihat masalah masa lalu dengan horizon sekarang.
Kembali ke pertanyaan besar untuk KPK, mengapa hanya Sjamsul Nursalim?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI