Wartawan Yang Dianiaya Itu Akhirnya Meninggal...
Suara sirene ambulans yang meraung memasuki gang kecil, membuat warga setempat yang sedang berada di dalam rumah, berhamburan ke luar. Siapa yang sakit, atau siapa yang meninggal? Begitulah rasa ingin tahu menyelinap di hati warga setempat.
Ketika melihat ambulans berhenti di rumah sederhana, ber-cat hijau yang sudah memudar warnanya, warga setempat bergumam: "Pak Hermawan, sudah pulang-kah?"
Tetapi ketika dari dalam ambulans, petugas rumah sakit mengangkat tubuh Pak Hermawan dengan tempat tidur dorong, tubuh itu tampak tak berkutik, warga bergumam sedih; innalillahi wainnailaihi rojiun.
Warga setempat memang mengetahui, sudah dua minggu Pak Hermawan yang berprofesi sebagai wartawan itu opname di rumah sakit. Mereka juga tahu, Pak Hermawan diopname akibat penganiayaan yang dialaminya.
Berita tentang penganiayaan yang dialami Pak Hermawan diterbitkan semua surat kabar daerah dan juga nasional. Belum ada media online, saat itu.
Dari berita di surat kabar, warga mengetahui kalau pelaku penganiaya Pak Hermawan merupakan oknum pejabat salah satu instansi pemerintah yang selama ini sering melakukan pungli. Jabatan orang tersebut, kepala seksi.
Pak Hermawan membuat berita tentang pungli yang dilakukan si kepala seksi, di koran tempatnya bekerja sebagai wartawan. Beberapa hari setelah berita itu dimuat, Pak Hermawan bermaksud bertemu dengan atasan si kepala seksi, yang selama ini berhubungan baik dengannya. Namun, untuk menuju ke kantor atasan si kepala seksi, Pak Hermawan harus melalui kantor si kepala seksi. Pak Hermawan ternyata berpapasan dengan si kepala seksi yang melihat kedatangan Pak Hermawan dengan penuh kemarahan. Dia memukuli Pak Hermawan yang usianya lebih tua sepuluh tahun darinya, Â sampai babak belur. Pemukulan itu disaksikan beberapa pegawai si kepala seksi. Tapi tak ada yang berani melerai. Selain karena si kepala seksi merupakan atasan mereka, para pegawai juga tak berani melerai karena si kepala seksi merupakan pelatih karate yang memang ditakuti para pegawai di instansi setempat.
Pak Hermawan yang merasa kesakitan akhirnya pulang sempoyongan ke rumahnya. Ditemani sang isteri, Pak Hermawan kemudian melaporkan kejadian yang dialaminya itu ke kantor polisi. Juga ke kantor koran tempatnya bekerja, dan organisasi wartawan tempatnya bernaung.
Malam hari, Pak Hermawan merasakan sakit luar biasa di bagian dadanya yang dipukul si kepala seksi. Dia juga demam tinggi. Isteri dan anak-anak Pak Hermawan kemudian membawanya ke rumah sakit. Sejak itu, Pak Hermawan diopname di rumah sakit.
Pengaduan Pak Hermawan diproses pihak kepolisian. Berdasarkan hasil visum dokter, Â polisi kemudian menahan si kepala seksi, pelaku penganiaya Pak Hermawan.
Warga setempat yang merupakan para tetangga Pak Hermawan, sempat menjenguk Pak Hermawan ke rumah sakit.
"Putri kami yang kuliah di Padang, tidak tahu kalau bapaknya sakit dan opname di rumah sakit," ujar isteri Pak Hermawan, dengan wajah sedih, kepada para tetangga yang datang menjenguk ke rumah sakit.
"Bapaknya yang melarang. Bapaknya tak mau putrinya itu jadi terganggu kuliahnya," tambah isteri Pak Hermawan menjelaskan.
Para tetangga mengganguk, memahami alasan Pak Hermawan.
Kini, Pak Hermawan sudah meninggal dunia.
Para tetangga berdatangan ke rumah Pak Hermawan. Beberapa tetangga saling bertanya, apakah putri Pak Hermawan yang kuliah di Padang sudah tahu kalau bapaknya sudah tiada?
"Kasihan, ketika dia tahu, pasti sedih sekali," ujar seorang ibu yang tinggal di depan rumah Pak Hermawan. (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H