Qasidah berasal dari bahasa Arab adalah bentuk Syair epik kesusastraan arab yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian (dakwah keagamaan dan satire) untuk kaum muslim, diiringi alat musik rebana dan kecrek. Pada perkembangan selanjutnya kesenia qasidah dapat juga dimainkan dengan alat kesenian lainnya.
Qasidah biasa dipergunakan pada acara peringatan hari besar agama Islam atau kegiatan Marhaban, yaitu acara menyambut kelahiran bayi. Berbeda dengan jenis-jenis musik lainnya yang tumbuh dalam budaya Indonesia, qasidah merupakan kesenian yang diapresiasi oleh kalangan ulama dan pesantren, sehingga kesenian qasidah lebih banyak berkembang pada masyarakat yang memiliki budaya Islam yang kental.
Isi dan syair lagu-lagu pada seni qasidah para ulama membuat batasan. Bahwa lagu qasidah haruslah mengandung pada keimanan pada Allah SWT, ketaatan dalam beribadah , berbuat kebajikan dan hal-hal positif lainnya.
Qasidah sebagai salah satu kesenian terus mengikuti perkembangan jaman, mulai dari alat-alat yang digunakan (dicampur dengan alat musik modern) sampai pada tata tampilan di panggung, tetapi ada juga group qasidah yang masih mempertahankan keasliannya.
Di Indonesia beberapa tahun yang lalu pernah muncul group qasidah modern yang cukup populer, diantaranya Rofiqoh Dartowahab dan Nasida Ria. Pemain qasidah paling sedikit ada 8 orang, terdiri atas 3 orang pemain rebana kecil yang berfungsi sebagai melodi atau pengatur lagu, 4 orang pemegang rebana besar. Dari rebana ke-4 hingga ke-7 ukurannya bertambah besar, sehingga rebana ke -7 merupakan yang paling besar. 1 orang pembawa kecrek yang bertugas mengiringi tabuhan ke-7 rebana tersebut.
Kesenian qasidah dapat dikenal dan dipelajari di sekolah-sekolah baik tingkat SD,SLTP, maupun SMA sebagai bagian dari kegiatan ekstrakuikuler, dan sejak 8 tahun yang lalu kesenian qasidah merupakan salah satu mata lomba dalam kegiatan Pentas PAI (Pekan Keterampilan dan Seni Pendidikan Agama Islam) dan dilombakan mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, serta provinsi, sedangkan beberapa mata lomba lainnya seperti pildacil dan MTQ sudah dilombakan sampai tingkat nasional.
Kegiatan Ekstrakulikuler Qasidah di SDN Banjarsari
Kesenian qasidah mulai diperkenalkan pada siswa di SD tempat saya mengabdi pada tahun 2010. Awalnya saya sendiri yang memperkenalkan pada siswa karena saya pernah belajar di majelis ta’lim tempat ibu-ibu di sekitar rumah mengadakan kegiatan pengajian, rebananya pun masih meminjam dari majelis ta’lim. Setelah beberapa kali latihan terbentuklah satu group qasidah sekolah yang akan diikutsertakan dalam lomba Pentas PAI tingkat kecamatan tahun 2010. Allhamdulillah walaupun masih baru belajar, grup qasidah sekolah kami berhasil menjadi juara III.
Berawal dari kegiatan lomba tahun 2010 itulah saya bertekad untuk lebih mengembangkan lagi kesenian qasidah di sekolah kami, karena melihat dari sisi positif kesenian qasidah yang islami, syairnya sarat makna dan juga mendidik, saya berfikir bahwa dengan mencintai qasidah akan mengurangi pengaruh buruk pada siswa dari kesenian lainnya yang beberapa diantaranya kurang mendidik, misalnya saja syair lagu yang vulgar, gerakan yang tidak senonoh, ataupun tata busana yang sangat minim, yang kurang pantas untuk ditiru anak sekolah apalagi seusia sekolah dasar, sedangkan dalam seni qasidah selain syairnya yang sarat makna, berisi pendidikan juga tata busana dan variasi gerakan yang sangat terjaga nilai-nilai kesopanannya.
Seni qasidah merupakan suatu seni yang berbentuk kelompok, tidak mungkin menyajikannya secara individual, oleh karena itu diperlukan kerjasama tim yang kompak dan solid untuk dapat menampilkan qasidah yang baik. Bentuk kerjasama inilah yang juga memotivasi saya untuk terus mengembangkan kegiatannya dalam bentuk ekstrakurikuler di sekolah, karena selain dapat membina karaktek siswa dari segi kerjasama dengan orang lain, saling menghargai, dan kedisiplinan sekolah pun dapat menjadikannya sebagai ajang untuk meraih prestasi.
Tahun 2011 dimulai pembinaan yang intensif, di sela-sela jam istirahat siswa-siswa yang lolos audisi melakukan latihan, dan lebih intensif lagi saat kegiatan ekstrakulikuler setiap hari Sabtu sore. Untuk mendukung penampilannya saya khusus pergi ke Pasar Tanah Abang Jakarta untuk membeli kostum yang sesuai, walau akhirnya yang bisa dibeli saat itu adalah kostum yang masih sederhana, sesuai harga. Rebana juga akhirnya sekolah membeli yang baru, sehingga menambah semangat anak-anak untuk berlatih.
Untuk tata rias tidak terlalu dirisaukan karena sudah beberapa tahun saya dan beberapa rekan guru menjadi penata rias dadakan khusus untuk acara-acara di sekolah (lumayan daripada harus dandan di salon yang tentunya lebih mahal, sekalian saya juga ingin lebih mendalami tata rias karena memang senang menjadi penata rias). Allhamdulillah ...,jerih payah beberapa bulan latihan membuahkan hasil, sekolah kami berhasil menjadi juara I tingkat kecamatan dan berhak mewakili kecamatan ke tingkat kabupaten.
Pengalaman pertama yang tentu sangat membanggakan, selama ini yang sering sekolah kami ikuti ke tingkat kabupaten adalah bidang akademik dan seni sunda. Kami persiapkan secara maksimal yang kami mampu di sekolah untuk penampilan grup qasidah ini baik dari busana maupun tata rias yang saat itu terus terang aja masih sangat sederhana, dan begitu terkejutnya saya dan rekan-rekan guru yang lain begitu tiba di tempat lomba, dari segi penampilan kami jauh tertinggal dengan kecamatan lain, baik itu penampilan busana, tata panggung dan juga variasi pukulan rebana, wooow! saya pribadi terkejut ternyata begitu pesat perkembangan seni qasidah di lingkungan sekolah dasar saat itu. Kami akui ketertinggalan grup qasidah kami, dan kami mensyukurinya karena ini pengalaman yang sangat berharga, tetapi walau sangat sederhana penampilannya tetapi hasilnya tidak terlalu mengecewakan, kami ada di posisi 11 dari 32 kecamatan peserta lomba.
Pengalaman lomba di kabupaten saya jadikan sumber ilmu dan informasi, Saya bertanya kepada rekan yang berhasil menjadi juara satu tentang cara pembinaannya. Ternyata sekolah-sekolah yang berhasil menjadi juara di tingkat kabupaten itu rata-rata mengundang pelatih khusus yang memang sudah ahli dalam bidang qasidah, Ooh!...seperti itu ternyata.
Tahun 2012 sekolah kami masih mengandalkan sumber daya yang ada di sekolah untuk melatih qasidah, saya berusaha semampu yang saya bisa untuk melatih grup yang baru lagi dan mengikuti kembali lomba tingkat kecamatan, Kali ini hanya sampai peringkat kedua di kecamatan, berarti sebuah kemunduran. Terpikir kembali obrolan dengan rekan yang sekolahnya menjadi juara 1 tingkat kabupaten, maka saya beranikan diri menyampaikan permohonan kepada kepala sekolah untuk mendatangkan pelatih khusus untuk kegiatan ekstrakulikuler qasidah, agar dapat meningkatkan prestasi di tahun yang akan datang. Permohonan itu pun direspon positif oleh bapak kepala sekolah, waktu itu Bapak Ahmad Hidayat, beliau meminta kepada guru bidang studi PAI untuk mencarikan pelatih khusus untuk ekstrakulikuler qasidah.
Seminggu kemudian datanglah seorang pelatih yang diminta itu, seorang guru yang bertugas di SMP Futuhiyyah Cipanas, bernama Pa Endang dan beliau bersedia menjadi pelatih di sekolah kami. Sejak saat itulah terjadi kemajuan yang luar biasa untuk kegiatan ekstrakulikuler qasidah di sekolah kami, Pa Endang memang benar-benar ahli dalam bidangnya. Berbagai variasi pukulan dan koreografi di atas panggung sangat dikuasainya. Kami pihak sekolah juga mengadakan beberapa terobosan untuk mengembangkan seni qasidahan ini, mulai dari membeli rebana yang jauh lebih baik kualitasnya dan juga membuat kostum-kostum baru yang juga lebih modis.
Perjuangan kami menunjukkan hasil, sejak tahun 2013 sampai saat ini tahun 2017, sekolah kami menjadi juara 1 terus menerus di tingkat kecamatan bahkan pada tahun 2013 berhasil menjadi juara 1 tingkat Kabupaten dan mewakili Kabupaten Cianjur berlomba di tingkat provinsi yang dilaksanakan di kota Tasikmalaya. Walau belum berhasil menjadi juara di tingkat provinsi tetapi kami merasa bangga anak- anak kami telah menorehkan prestasi yang yang sangat baik dari seni qasidah ini. Di tingkat kecamatan sekolah kami menjadi semacam “ikon”nya untuk seni qasidah. Adapun dari tahun 2014 sampai 2017 ini di tingkat kabupaten belum berhasil lagi menjadi juara 1 karena ketatnya persingan seni qasidah yang sangat berkembang dari tahun ke tahun. Kami hanya berhasil sampai peringkat 4 tahun 2015 dan peringkat 3 pada tahun 2016.
Ada yang menarik dari kegiatan qasidah ini, sering kostum-kostum qasidah kami disewa oleh sekolah-sekolah lain yang akan mengikuti kegiatan lomba qasidah, bahkan sampai dari sekolah-sekolah yang cukup besar di kota Cipanas memilih untuk menyewa kostum setiap kali ada perlombaan, Karena qrup qasidah ini anggotanya banyak sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar untuk membuat kostum baru, belum lagi aksesoris dan pernak-pernik lainnya yang melengkapi penampilan peserta.
Dari uang sewa kostum ini kami bisa membuat kostum-kostum baru lengkap dengan aksesorinya, membeli perlengkapan make up yang lengkap bahkan membuat kostum-kostum yang diperlukan untuk porseni dan lomba lainnya, kalaupun ada kekurangan baru sekolah menambah biayanya. Singkatnya kegiatan ekstrakulikuler qasidah ini memberikan warna tersendiri di sekolah kami, kegiatan ini telah banyak memberikan nilai positif baik pada anggota grup qasidah itu sendiri juga pada kami, guru-guru sebagai pembimbingnya.
Qasidah adalah seni yang berbentuk grup dan penilaiannya pun dari beberapa aspek, maka banyak kemungkinan yang menyebabkan belum berhasilnya lagi grup qasidah sekolah kami di tingkat kabupaten sehingga belum mendapat kesempatan lagi berlomba di tingkat provinsi, banyak hal terjadi dia atas panggung yang tidak terduga dan menyebabkan kegagalan, tapi kegagalan itu tidak menjadikan kami patah semangat, kami akan terus membina anak-anak yang memang memiliki minat dan bakat di bidang qasidah untuk dapat mengembangkan potensinya, tak lupa kami pun terus membuat inovasi dan pembaruan di berbagai aspek untuk keberhasilan di tahun-tahun yang akan datang.
Hal yang lebih penting dari prestasi yang kami raih adalah nilai-nilai positif yang kami dapatkan dengan adanya kegiatan ekstrakulikuler ini, minimal menjadi contoh salah satu budaya yang sangat positif untuk dikembangkan di sekolah mengingat betapa maraknya pengaruh budaya yang negatif berkembang saat ini di tengah masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H