Mohon tunggu...
Anita Kasifah
Anita Kasifah Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Member of Fimelahood Bandung

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pastikan Siap Lahir Batin Sebelum Memutuskan Untuk Menikah

25 September 2022   02:00 Diperbarui: 25 September 2022   02:09 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi./Copyright https://unsplash.com/

Oleh : Anita Kasifah

Sebagai seorang perempuan, bagiku pernikahan adalah suatu hal penting dalam hidup. Kita bisa melihat bagaimana meriahnya perayaan pernikahan di Indonesia. Apalagi jika kedua orangtuanya merupakan orang penting, tamu yang diundang bisa sampai ribuan orang, bisa menghabiskan uang ratusan bahkan milyaran rupiah hanya untuk satu malam. 

Bahkan, ada beberapa orang yang melakukan perayaan pernikahan berkali-kali. It’s like one of the biggest celebration in your life ever. Bahkan aku rasa perayaan hari raya Idul Fitri saja tidak semeriah itu. So, I got the sense that is this all marriage things is very important for indonesian culture and islami culture.

Ketika seseorang memutuskan untuk menikah, hal tersebut merupakan salah satu keputusan penting dalam hidup. As we know, Pernikahan itu adalah penyempurna agama. When I was a teenager, I think marriage is something that I want to do tapi aku tidak tahu pasti kapan itu terjadi. Well kind of dulu aku ingin menikah di umur 25. Dulu ketika aku masih remaja ideal type husband aku adalah laki-laki yang tampan, putih, tinggi. My understanding about body positivity and stuff like that and body shaming itu masih zero.

Berbicara mengenai pernikahan, permasalahan umur yang terlalu muda dan terlalu tua untuk menikah itu juga sampai sekarang aku tidak tahu karena kebetulan orangtua aku bukan termasuk orangtua yang nge-push anaknya untuk segera menikah. Bahkan hal-hal yang berhubungan dengan lawan jenis itu bukan sesuatu yang kita perbincangkan. Kedua orangtua ku selalu memberi dukungan untuk menjalani hidup sebaik mungkin. You have to focus on yourself! in terms of education, career, and you have to be independent. Jadi, kedua orangtua ku beranggapan bahwa nanti juga akan dipertemukan dengan orang yang tepat di waktu yang tepat pula. Menurutku, kalau kamu belum siap it’s ok jangan berkomitmen dengan seseorang yang tidak serius dan tidak membuatmu bahagia. It’s better to be single daripada berada dalam suatu hubungan yang toxic. Hubungan terakhir mengajarkanku bahwa tidak peduli sedekat apapun, seberapa banyak kita berbagi dan berjuang, ternyata sekuat apapun digenggam, kalau bukan takdir tetap akan terlepas juga.

Di usia 25 tahun, saat ini aku merasa santai dan tidak kebelet menikah atau kebelet punya anak. Karena, aku merasa tidak ada waktu terlalu telat untuk menikah atau terlalu telat untuk punya anak. Dan aku melihat orang-orang diluar Indonesia, banyak orangtua yang terlihat sudah tua tapi masih memiliki anak kecil. Aku melihat mereka tidak masalah menghadapi itu bahkan mereka lebih mature, lebih bisa menghadapi tentrumnya anak dan lebih bisa berkomunikasi dengan anak.

Pernikahan bukan hanya perihal istri mengurus suami, “mengurus” disini seperti masak untuk suami, menyetrika baju suami, dan lain sebagainya. Sekarang kalau urusan masak, laki-laki juga sudah bisa masak. Well, berbicara tentang “Mengurus suami” kita bisa saling mengurus satu sama lain. Tidak hanya istri yang mengurus rumah tangga, mengurus keluarga. tapi kita bisa jadi team partner. Kalau misalnya suami tidak capable melakukan sesuatu, istri bisa mengcover. Begitu juga sebaliknya.

When I think about marriage, I think about Pilot and Copilot. Suami tetap menjadi pilot karena ia jadi imam dalam keluarga dan copilotnya adalah istri. Ketika suami mengambil keputusan, suami harus tetap respect ke istrinya, mendengarkan istrinya. Tidak boleh meremehkan istrinya. Sebagai pasangan seharusnya understanding each other, listen to each other, compromise, saling menginspirasi satu sama lain, serta yang terpenting adalah being present. Present disini artinya kedua belah pihak harus memberikan effort yang sama.

 I think this goes to every relationshipPernikahan adalah antara kedua belah pihak yaitu laki-laki dan perempuan. Kalau misalnya hanya laki-lakinya saja yang berusaha untuk make this work, make this marriage or relationship work, eventually at some point suami akan merasa lelah dan merasa hanya dia saja yang berusaha dalam hubungan ini, tapi istrinya tidak berusaha melakukan hal yang sama. Begitu pula sebaliknya. Kalau misalnya suadah tidak balance that’s when the marriage started to crumble and it will collapse. Is it challenging right? Karena dengan kita menikah, kamu harus tinggal for the rest or your life dengan orang tersebut.

 Setiap orang hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Ketika kita menjalani kehidupan rumah tangga kedepannya akan banyak ups and down dalam berbagai aspek. Akan ada saatnya dimana kita bosan, akan ada saatnya dimana kita merasa you have enough with this person, akan ada saatnya shifted dari yang awalnya romantis menjadi biasa saja, akan ada saatnya dimana pemasukan tidak sebanding dengan pengeluaran harian, akan ada saatnya dimana yang pada masa awal pernikahan merasa spesial akan berubah menjadi terbiasa hidup dengan orang tersebut, melakukan banyak hal dan mengambil keputusan dengan orang tersebut.

Saat ini, ideal type of huband yang aku inginkan adalah seseorang yang bisa mendengarkan aku, dan akupun bisa mendengarkan dia. aku ingin kita sama-sama aware strengths and weaknesses apa yang kita berdua punya, lalu kita improve weaknesses tersebut dan kita pertahankan strengths tersebut. Aku berharap "The right man" adalah laki-laki yang bisa respect. Karena ada banyak laki-laki dimana mereka aware of their power in the house, dia memimpin keluarga dan dia menganggap perempuan adalah seorang yang lemah. And then they’re trying to abuse their power dan akhirnya tidak mendengarkan istrinya,tidak menghargai istrinya. Bahkan ada beberapa orang yang akhirnya melakukan KDRT. Laki-laki yang ideal itu adalah laki-laki yang tahu bagaimana memposisikan diri. Disaat dia tahu dia adalah seorang pemimpin, dia bijaksana. Dia adalah pemimpin yang tau bagaimana cara menempatkan wanita.

Lalu, Kapan waktu terbaik yang tepat untuk menikah? sejujurnya, pertanyaan itu adalah pertanyaan yang seharusnya hanya kamu yang menanyakan ke diri kamu. Bukan orangtua kamu, bukan teman kamu, bukan bibi kamu yang suka gengges ketika kumpul keluarga, bukan juga paman kamu, bukan sepupu-sepupu kamu, bukan siapapun. Hidup bukanlah sebuah balapan, you are not racing with anybody. Kalau misalnya kamu melihat ada teman kamu yang menikah diusia 18 tahun, you don’t have to do the same thing, kalau misalnya kamu melihat temen-temen kamu sudah nikah, kamu tidak harus merasa “aduh aku ikutan nikah ah ntar aku jadi orang yang single sendiri”. C’mon guys!  It’s not ashamed to be single.

Beberapa orang sudah mature di usia 20 atau bahkan 18, terus dia merasa dia sudah siap lahir dan batin, lalu dia memutuskan untuk menikah. Dan somehow dia sudah memiliki visions what kind of marriage, what kind of challenge yang akan dihadapi bersama suaminya. Tetapi, sebagian orang yang berusia 20 tahun ada yang masih main-main dan belum terpikir sama sekali untuk menikah. Namun, ada juga orang yang merasa waktu yang tepat untuk dia menikah ketika usia 30, that’s not problem. 

Banyak orang mengira umur 30 itu kalau laki-laki tidak masalah menikah diusia 30, kalau perempuan kan nanti kalau punya anak, gap nya jauh antara kamu dan anak kamu. Tidak ada yang bisa mendikte kamu ingin hidup seperti apa. I mean as long as what you doing is right, then go ahead! do it!. Kalau kamu merasa dengan menikah diusia 30 kamu lebih mature, kamu merasa emosi pada saat kamu berusia segitu sudah makin stabil, kebetulan kamu ketemu jodoh kamu di umur-umur segitu. What’s the problem?

Aku berharap orang-orang yang memutuskan untuk menikah, entah itu aku, entah itu kamu yang sedang membaca tulisan ini, entah itu teman kamu, atau siapapun. Menikah itu benar-benar karena panggilan. Bukan karena pressure dari siapapun, baik itu pressure dari orangtua kamu, teman kamu, tidak dari siapapun. Aku harap itu benar-benar keputusan yang diambil oleh diri sendiri. Karena kelak ketika kamu menghadapi masalah dalam pernikahan kamu, yang menghadapi masalah itu adalah kalian berdua yakni istri dan suami. Orang-orang yang tadinya menuntut kamu untuk menikah, mereka tidak akan ikut campur dan tidak peduli.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun