Oleh : Anita Kasifah
Sebagai seorang perempuan, bagiku pernikahan adalah suatu hal penting dalam hidup. Kita bisa melihat bagaimana meriahnya perayaan pernikahan di Indonesia. Apalagi jika kedua orangtuanya merupakan orang penting, tamu yang diundang bisa sampai ribuan orang, bisa menghabiskan uang ratusan bahkan milyaran rupiah hanya untuk satu malam.
Bahkan, ada beberapa orang yang melakukan perayaan pernikahan berkali-kali. It’s like one of the biggest celebration in your life ever. Bahkan aku rasa perayaan hari raya Idul Fitri saja tidak semeriah itu. So, I got the sense that is this all marriage things is very important for indonesian culture and islami culture.
Ketika seseorang memutuskan untuk menikah, hal tersebut merupakan salah satu keputusan penting dalam hidup. As we know, Pernikahan itu adalah penyempurna agama. When I was a teenager, I think marriage is something that I want to do tapi aku tidak tahu pasti kapan itu terjadi. Well kind of dulu aku ingin menikah di umur 25. Dulu ketika aku masih remaja ideal type husband aku adalah laki-laki yang tampan, putih, tinggi. My understanding about body positivity and stuff like that and body shaming itu masih zero.
Berbicara mengenai pernikahan, permasalahan umur yang terlalu muda dan terlalu tua untuk menikah itu juga sampai sekarang aku tidak tahu karena kebetulan orangtua aku bukan termasuk orangtua yang nge-push anaknya untuk segera menikah. Bahkan hal-hal yang berhubungan dengan lawan jenis itu bukan sesuatu yang kita perbincangkan. Kedua orangtua ku selalu memberi dukungan untuk menjalani hidup sebaik mungkin. You have to focus on yourself! in terms of education, career, and you have to be independent. Jadi, kedua orangtua ku beranggapan bahwa nanti juga akan dipertemukan dengan orang yang tepat di waktu yang tepat pula. Menurutku, kalau kamu belum siap it’s ok jangan berkomitmen dengan seseorang yang tidak serius dan tidak membuatmu bahagia. It’s better to be single daripada berada dalam suatu hubungan yang toxic. Hubungan terakhir mengajarkanku bahwa tidak peduli sedekat apapun, seberapa banyak kita berbagi dan berjuang, ternyata sekuat apapun digenggam, kalau bukan takdir tetap akan terlepas juga.
Di usia 25 tahun, saat ini aku merasa santai dan tidak kebelet menikah atau kebelet punya anak. Karena, aku merasa tidak ada waktu terlalu telat untuk menikah atau terlalu telat untuk punya anak. Dan aku melihat orang-orang diluar Indonesia, banyak orangtua yang terlihat sudah tua tapi masih memiliki anak kecil. Aku melihat mereka tidak masalah menghadapi itu bahkan mereka lebih mature, lebih bisa menghadapi tentrumnya anak dan lebih bisa berkomunikasi dengan anak.
Pernikahan bukan hanya perihal istri mengurus suami, “mengurus” disini seperti masak untuk suami, menyetrika baju suami, dan lain sebagainya. Sekarang kalau urusan masak, laki-laki juga sudah bisa masak. Well, berbicara tentang “Mengurus suami” kita bisa saling mengurus satu sama lain. Tidak hanya istri yang mengurus rumah tangga, mengurus keluarga. tapi kita bisa jadi team partner. Kalau misalnya suami tidak capable melakukan sesuatu, istri bisa mengcover. Begitu juga sebaliknya.
When I think about marriage, I think about Pilot and Copilot. Suami tetap menjadi pilot karena ia jadi imam dalam keluarga dan copilotnya adalah istri. Ketika suami mengambil keputusan, suami harus tetap respect ke istrinya, mendengarkan istrinya. Tidak boleh meremehkan istrinya. Sebagai pasangan seharusnya understanding each other, listen to each other, compromise, saling menginspirasi satu sama lain, serta yang terpenting adalah being present. Present disini artinya kedua belah pihak harus memberikan effort yang sama.
I think this goes to every relationship. Pernikahan adalah antara kedua belah pihak yaitu laki-laki dan perempuan. Kalau misalnya hanya laki-lakinya saja yang berusaha untuk make this work, make this marriage or relationship work, eventually at some point suami akan merasa lelah dan merasa hanya dia saja yang berusaha dalam hubungan ini, tapi istrinya tidak berusaha melakukan hal yang sama. Begitu pula sebaliknya. Kalau misalnya suadah tidak balance that’s when the marriage started to crumble and it will collapse. Is it challenging right? Karena dengan kita menikah, kamu harus tinggal for the rest or your life dengan orang tersebut.
Setiap orang hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Ketika kita menjalani kehidupan rumah tangga kedepannya akan banyak ups and down dalam berbagai aspek. Akan ada saatnya dimana kita bosan, akan ada saatnya dimana kita merasa you have enough with this person, akan ada saatnya shifted dari yang awalnya romantis menjadi biasa saja, akan ada saatnya dimana pemasukan tidak sebanding dengan pengeluaran harian, akan ada saatnya dimana yang pada masa awal pernikahan merasa spesial akan berubah menjadi terbiasa hidup dengan orang tersebut, melakukan banyak hal dan mengambil keputusan dengan orang tersebut.