Mohon tunggu...
Anita Rahmawati
Anita Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Introvert dengan pikiran yang selalu ramai, mencoba meresapi kehidupan dengan rasa ingin tahu yang tak terbatas. Suka belajar banyak hal dan menemukan keindahan dalam prosesnya. Ketika tidak sibuk mengeksplor ide dan pengetahuan, saya menemukan kedamaian dalam menyelipkan diri dalam kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Realitas Kehidupan Single Parent: Ayah yang Juga Seorang Ibu

7 Desember 2023   22:37 Diperbarui: 8 Desember 2023   00:18 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam keluarga terdapat peran orang tua yang terdiri dari Ayah dan Ibu. Seorang ayah umumnya akan bekerja dan mencari nafkah, sementara istri di rumah dan mengurus anak-anak. Pemandangan ini sering dijumpai di negara kita, terutama dengan lingkungan yang menganut budaya patriarki. Faktanya, Indonesia merupakan negara yang memiliki budaya patriarki yang tinggi, terutama di beberapa sebagian daerah di Indonesia terlihat masih kental dengan budaya patriarki seperti Jawa dan Batak. 

Yang didukung dengan hasil studi WVS Indonesia 2018 menunjukkan bahwa secara umum, masyarakat Indonesia memang memiliki kecenderungan patriarki. Yang mana perempuan seringkali dituntut untuk dapat mengerjakan segala pekerjaan rumah mulai dari memasak, membersihkan rumah, merawat anak, dan lain-lain. Hal ini menempatkan perempuan dibawah pengaruh laki-laki dan menciptakan stereotip di masyarakat. Sedangkan bagi laki-laki mereka hanya tinggal bekerja, kemudian dilayani di rumah dan acuh tak acuh terhadap urusan pekerjaan di rumah dan membebankan pada perempuan. Selaras dengan hal itu, Faralita & Halizah (2023) menyebutkan bahwa budaya patriarki menekankan pada superioritas kaum laki-laki, dan kaum perempuan hanya ditempatkan dalam wilayah domestik, yaitu yang berhubungan dengan kerumahtanggaan.

Lalu bagaimana jika laki-laki yang sudah terbiasa dilayani kini harus menjadi single parent karena kematian istri? Perbedaan gender yang berkembang di masyarakat menjadi salah satu realitas yang dihadapi ayah sebagai single parent. Dan kehilangan seorang istri bukan hanya kehilangan pendamping hidup, melainkan juga perubahan mendalam dalam peran dan tanggung jawab seorang ayah. 

Sebuah studi oleh Kong & Kim (2015) menemukan bahwa ketidakmampuan seorang ayah tunggal untuk menghadapi tuntutan mencari nafkah, mengasuh anak, dan merawat rumah tangga tidak hanya berdampak pada kondisi ayah tunggal secara negatif, namun juga terhadap perkembangan anak secara jangka panjang. Untuk itu, artikel ini akan mengulas beberapa aspek krusial yang muncul seiring dengan permasalahan gender dalam kehidupan sehari-hari, dengan fokus pada peran ayah sebagai single parent.  

Seorang ayah yang menjadi single parent setelah kehilangan istri menghadapi sejumlah tantangan emosional, praktis, dan sosial yang dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Beberapa permasalahan umumnya termasuk:

Trauma dan Kesedihan Berkepanjangan

Merupakan pengalaman traumatis yang dapat memicu kesedihan berkepanjangan bagi seorang suami yang kehilangan istrinya, dan menghadirkan tantangan berat dalam mengatasi rasa kehilangan. Bagi seorang ayah yang menjadi single parent, proses adaptasi terhadap perubahan besar ini dalam kehidupan mereka mungkin memerlukan waktu yang cukup lama. Kesulitan dalam menangani beban ganda sebagai orang tua tunggal dapat menciptakan dampak emosional yang mendalam, memerlukan dukungan sosial dan waktu yang memadai untuk menyembuhkan dan memulihkan keseimbangan kehidupan.

Tanggung Jawab Ganda

Sebagai satu-satunya orang tua di rumah, seorang ayah single parent merasakan beban tanggung jawab ganda yang tidak ringan. Tidak hanya harus menjalankan peran sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan finansial keluarga, tetapi juga mengemban tanggung jawab penuh dalam mendidik dan merawat anak-anaknya. Mereka berjuang untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan peran orang tua, menghadirkan kestabilan finansial sambil memberikan perhatian dan kepedulian yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka. Tanggung jawab ganda ini seringkali mengharuskan mereka mengorbankan waktu dan tenaga secara ekstra, menjadikan peran sebagai ayah single parent sebagai tantangan yang memerlukan ketahanan dan ketekunan yang luar biasa.

Perubahan Dalam Dinamika Keluarga

Kehilangan istri juga menghasilkan perubahan signifikan dalam dinamika keluarga. Sebagai satu-satunya orang tua setelah kepergian istri, ayah dihadapkan pada tantangan menyesuaikan diri dengan peran barunya. Proses penyesuaian ini melibatkan perubahan dalam pendekatan mendidik anak-anak dan menjalankan rumah tangga. Ayah mungkin perlu mengevaluasi dan menyesuaikan pola pengasuhan serta tanggung jawab dalam menjalankan fungsi rumah tangga agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga secara menyeluruh. Perubahan ini tidak hanya mencakup tugas-tugas sehari-hari, tetapi juga melibatkan aspek-aspek emosional dan psikologis dalam membentuk dinamika keluarga yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun