Mohon tunggu...
anita putri
anita putri Mohon Tunggu... Musisi - swasta

seorang yang sangat menyukai musik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Keberagaman di Indonesia Tidak Bisa Diseragamkan

13 Juni 2017   06:44 Diperbarui: 13 Juni 2017   11:30 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh sebelum republik ini berdiri, sudah terdiri dari berbagai macam suku, agama, budaya dan sekian banyak lagi keberagamannya. Jauh sebelum negara ini ada, sudah ada Aceh, Sulawesi, Jawa, Kalimantan, hingga Papua. Semua daerah-daerah dengan berbagai keberagamannya itu, kemudian bersatu dalam satu tekad di bawah payung negara kesatuan republik Indonesia. Keberagaman itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pendiri bangsa ini, melalui semboyan bhineka tunggal ika. Meski berbeda-beda tetapi tetap satu, Indonesia.

Karena mengakui keberagaman, tidak ada yang tunggal di negara ini, termasuk untuk urusan memeluk agama. Meski Indonesia berkembang menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia menegaskan bahwa dirinya bukanlah negara Islam. Namun Indonesia menegaskan dirinya sebagai negara beragama, yang mengakui Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu dan aliran kepercayaan, sebagai agama yang bisa diyakini seluruh warga negara Indonesia. Bahkan negara ini juga menjamin melalui undang-undang, bahwa setiap warga negaranya bisa memeluk dan menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinannya.

Karena itu pula, negara ini menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antar umat beragama. Sepenuhnya kita sadar, dengan menjunjung tinggi toleransi, maka dengan sendirinya kita mengakui pula bahwa negara kita penuh dengan keberagaman. Sebagai mayoritas, umat muslim tidak bisa semena-mena terhadap umat yang minoritas, begitu juga sebaliknya. Hal ini juga menegaskan, bahwa siapa saja mempunyai hak dan kewajiban yang sama di negara ini.

Hal ini juga ditegaskan dalam QS Al Hujurat ayat 11, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain, boleh jadi mereka yang di perolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-ngolok. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mengolok-ngolokkan perempuan lain, boleh jadi perempuan yang diperolok-olokkan lebih baik dari pada perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”

Namun pada prakteknya, masih ada sebagian dari masyarakat kita yang mengatasnamakan mewakili mayoritas, secara semena-mena melakukan tindakan intoleransi kepada pihak-pihak yang dianggap bertentangan. Ormas intoleran dengan mudah kita lihat saat ini. Ironisnya, tindakan intoleran tersebut dianggap sebagai bagian dari menegakkan ajaran agama Islam. Sedangkan giliran ormas ini tersandung kasus hukum, mereka justru memunculkan argumentasi bahwa ulama dikriminalisasi. Padahal, mau ulama, pejabat, atau presiden sekalipun, jika memang terbukti melakukan kesalahan, maka harus menjalani hukuman.

Publik tentu berharap, kedepannya tidak ada lagi ujaran-ujaran kebencian atau kekerasan yang mengatasnamakan agama. Publik juga berharap tidak ada lagi provokasi yang mengatakan kriminalisasi ulama, yang berpotensi bisa memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Mari kita belajar dari pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Semua orang dengan mudah terprovokasi oleh sentimen agama, yang sengaja dimunculkan untuk membuat masyarakat kita terbelah.

Karena itulah mari kita introspeksi. Hadapilah keberagaman yang ada di Indonesia ini dengan suka cita. Lengkapilah diri kita dengan ilmu pengatuhan dan kesadaran penuh, agar tidak mudah terprovokasi sentimen agama. Karena keberagaman di Indonesia merupakan anugerah, sudah semestinya kita jaga dan bukan dipaksakan untuk seragam. Mari kita gunakan momentum Ramadan ini, untuk menjaga semangat toleransi, demi terciptanya kerukunan antar umat beragama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun