Abdoel Moeis terkenal dengan pidatonya yang berapi api dan membakar semangat rakyat, Pemerintah belanda takut kalau ia dapat menghasut Rakyat untuk memberontak. Kegiatan Abdoel Moeis dianggap pemerintah belanda sudah sangat berbahaya, gerak geriknya di batasi, ia dilarang berkunjung ke Sumatera Barat dan ia pula dilarang meninggalkan pulau Jawa. 11 Tahun lamanya ia mendapatkan diasingkan di daerah Cicangtu Garut. Selama pengasingan itu mencoba menjadi seorang petani.Â
Sekalipun ia sudah berusaha hidup sebagai petani, namun semangatnya belum padam. Ia masih ingin menyumbangkan tenaganya untuk perjuangan bangsa. Karena itu ia bekerja sebagai pemimpin surat kabar Mimbar Rakyat yang terbit di Garut. Melalui surat kabar itu dilampiaskannya rasa marahnya kepada Pemerintah Belanda. Karangan-karangannya sangat tajam mengkritik Pemerintah. Akibatnya Mimbar Rakyat tidak diizinkan terbit.
Pada tahun 1939 hukuman pengasingan Abdoel Moeis di cabut, dan selama pengasingan dirinya di garut, timbullah minat untuk mengarang sebuah novel.Â
Saat ia duduk seorang diri, ia kembali teringat pada perjalanan hidupnya. Terbayang bagaimana kasih sayang orang tuanya dahulu, terbayang semangat juangnya kala muda akan kemerdekaan Indonesia namun malah mendapatkan hukuman pengasingan dari pemerintahan belanda, Hatinya sedih tatkala ia mengingat bagaimana ia harus putus menjadi dokter karena ia tidak tahan melihat darah. Tiba-tiba ia teringat kepada sesuatu yang indah dalam hidupnya, yaitu ketika dirinya merasakan jatuh cinta pada seorang gadis Belanda. Namun orang tua gadis itu tidak mengizinkannya menikah. Kisah kegagalan cinta yang ia alami, dituangkannya dalam buku salah asuhan.Â
Gaya bahasanya yang halus dan memikat hati pembacanya, salah asuhan menjadi sangat terkenal di kesusastraan Indonesia. Salah asuhan tidak hanya terkenal di Indonesia, tetapi juga terkenal sampai keluar negeri. Sejak buku itu beredar, Abdoel Moeis dianggap menjadi tokoh terkemuka dalam kesusastraan Angkatan Tahun 20-an atau pra pujangga baru.Â
Dalam salah asuhan Moeis menggambarkan, bahwa antara golongan tua dengan golongan muda kadang-kadang terdapat salah paham. Golongan tua kurang memahami cita-cita golongan muda. Sebalik nya golongan muda sering pula kurang memahami maksud baik golongan tua.Â
Karena buku itu sangat digemari masyarakat, maka terbitlah minat Abdul Moeis untuk terus mengarang buku. Ceritanya tidak hanya mengenai adat yang dijalin dalam kisah cinta, tetapi dicarinya pula tema yang lain. Ditulisnya kisah-kisah yang bersifat komedi, roman sejarah dan pengetahuan populer.
Abdul Moeis tidak hanya dikenal sebagai seorang politikus. Ia dikenal pula sebagai seorang sastrawan. Malahan, di bidang sastra ia dianggap sebagai perintis Pujangga Baru. Banyak buku yang telah dikarangnya. Banyak pula buku berbahasa asing yang diterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Ada tiga belas buah buku yang dikarangnya. Di antaranya, Pertemuan Jodoh, Daman Brandal Anak Gudang, Robert Anak Surapati, Sabai Nan Aluih dan Contoh Surat Menyurat. Selain itu banyak pula buku berbahasa asing yang diterjemahkannya. Antara lain ialah Sebatang Kara, Pangeran Kornel, Tom Sawyer, Suku Mohawk Tumpas, dan Cut Nyak Dien. Sebuah buku mengenai sejarah pergerakan nasional Indonesia diterjemahkannya pula. Buku itu adalah karangan D.M.G. Koch. Judul aslinya Om de Vrijheid diterjemahkan Abdul Moeis menjadi Menuju Kemerdekaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H