Cublak-cublak suweng ini memilih satu anak untuk diminta tengkurap merunduk, kedua tangan menutup matanya. Anak yang lain berjumlah 4 orang duduk mengitari, tangan ditumpangkan di punggung anak yang tengkurap.Â
Tangan anak tadi yang satu memegang giwang (suweng) hitam, serta bersuara: cublak-cublak suweng, suwenge ting gulenter, mambu ketundung gudel, mambu ketundung gudel pak empong orong-orong. Giwang tadi dipindah ke tangan teman yang lain sampai akhir suara tadi kemudian semua diam, yang jadi bangkit serta mencari, menggeledah temannya mencari giwangnya, jika ketemu yang memegang giwang bergantian jadi, namun jika tidak ketemu kemudian jadi lagi, sampai diketemukan.Â
Dalam Meisjesspelen kita melihat keadaan dan situasi lingkungan masyarakat jawa melalui perwujudan permainan tradisional untuk anak-anak perempuan yang lahir dari pikiran, pandangan, dan nilai-nilai tradisi budaya. Untuk menghidupkan kembali permainan tradisional di era yang serba bergantung pada teknologi ini sangat tidak mudah karena perbedaan kondisi lingkungan yang sudah terpaut jauh namun harus tetap diusahakan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H