"Liburan telah tiba, Hatiku Gembira"
Tanggal 25 Mei 2018 saya liburan sekaligus mudik lebaran bersama suami ke salah satu Pulau yang terkenal sebagai Pulau penghasil minyak kayu putih dan emas yaitu Pulau Buru.Â
Menuju Pulau Buru membutuhkan waktu ya cukup lumayan lama karena belum tersedianya pesawat direct. Perjalanan saya kali dimulai dari penerbangan Banjarmasin karena pada saat itu domisili masih di Borneo Island. Okey lanjut,, dari Banjarmasin saya mengambil penerbangan sore pukul 17.00 WITA menuju ke Makassar.Â
Kurleb 1,5 jam sampailah saya di Kota Daeng -- Makassar, baru sampai di Makassar saja saya sudah dibuat takjub akan bangunan dan interior keren di Bandara Makassar. Sambil menunggu penerbangan selanjutnya tidak lupa saya menikmati masakan Coto Makassar.Â
Jika selama ini yang dicicipi Coto Makassar daging sapi, di Makassar ada varian lain diantaranya coto daging kuda, ikan dan ayam. Tapi tetap saya suka daging sapi kembali lagi sich ya ke selera masing -- masing.
Pukul 04.00 WITA persiapan penerbangan menuju ke Ambon Manise, perjalanan yang ditempuh kurleb 1 jam 40 menit. Dari sini perjalanan baru kita mulai menuju kota "special" Kayu putih yaitu Pulau Buru -- Namlea. Rute Pulau Buru -- Namlea.
Ada 2 opsi yaitu menyeberang dari Ambon ke Pulau Buru di Pelabuhan Galala dengan biaya Rp 100.000,- dewasa dan anak Rp 60.000 atau menggunakan pesawat dari Ambon ke Namlea (hanya ada 1 kali penerbangan pukul 06.30 WIT-- 07.00 WIT) dengan biaya Rp 400.000,- .
Day 1
Kali ini perjalanan saya menuju ke Pulau Buru memilih menggunakan kapal ferry jenis Ro-Ro. Jadwal keberangkatan dari Pelabuhan Galala menuju Pelabuhan Namlea setiap hari ada dengan keberangkatan malam hari estimasi pukul 19.30 WIT -- 20.00 WIT, begitu pula sebaliknya jadwal kepulangan dari Namlea -- ke Pelabuhan Galala setiap hari dengan keberangkatan di pagi hari estimasi pukul 07.30 WIT -- 08.00 WIT.Â
Jarak tempuh ke Pulau Buru 850 km dengan perjalanan kurleb 10 jam tergantung dari kondisi cuaca pada saat berlayar. Berhubung pelabuhan berada di pusat kota Ambon, tidak lupa  jalan- jalan tipis mengelilingi kota Ambon sekalian mencari menu buka puasa .
Jangan lupa, bagi yg gk kuat gelombang diharapkan membawa obat anti mabok yang banyak jd selama perjalanan tidur pulas sampai sampai gelombang saja gak berasa yang berasa malah gelombang cinta,, eaaa eaaa eaaa.Â
Dalam perjalanan saya dan suami menikmati angin sepoi malam hari sambil makan pop mie, cappuccino hangat dan taburan bintang yang begitu luar biasa,tapi sayang suami saya gak bisa ngambilin satu bintang buat saya xixixixixixi. Pukul 05.00 WIT sampailah saya di Pelabuhan Namlea.Â
Namanya pelabuhan pasti rame ya apalagi kalau ada kapal datang. Dari pelabuhan, saya sama suami dijemput saudara, tapi tenang saja disana meskipun pagi sudah banyak oto (angkutan kota) dan ojek dengan biaya tergantung arah dan rute tujuan.Â
Sore hari di Namlea, cuaca begitu cerah untuk menambah koleksi foto di handphone berfotolah saya di lapangan yang dipenuhi dengan ilalang dan pohon kayu putih yang udara begitu segar banget jauh dari polusi sembari menunggu berbuka puasa.
Karena cuaca dan perijinan kapal belum usai kita bermalam di Namlea, perjalanan masih panjang  menuju Pulau Tengah (pecahan Pulau Buru), pulau yang sangat kecil dan kalian pasti berpikir kok bisa ya pulau sekecil itu ada kehidupan? Akupun juga berpikiran sama,,
Setelah selesai mengisi tenaga, saya dan suami melakukan perjalanan kembali menuju Pulau Tengah dengan menggunakan Kapal Pinisi. Kapal ini dalam berlayar hanya menggunakan tenaga angin, penentuan arah berdasarkan rasi bintang dan feeling.Â
Pantas saja ya nenek moyang Indonesia itu seorang Pelaut.Bismillah, start jam 16.00 WIT kita berlayar menuju Pulau Tengah dengan memakan waktu 8 jam, sungguh melelahkan dan mengasyikan,, asyik memang karena ditemenin suami jadi capeknya terhempas.Â
Perjalanan berlayar ini kita hanya menyisiri desa -- desa pinggiran di sekitar  Pulau Buru, udara di malam hari ya beuhhh jangan ditanya udara sangat dingin banget secara disana itu masih hijau dan pepohonan besar besar. Berlayar di malam hari ditunjukkan lagi hamparan bintang yang begitu banyak menurut saya itu salah satu kebesaran Allah. Takjub dan TOP banget.Â
Kegiatan di kapal kita menonton film bareng nyemal nyemil bareng dan berbagi cerita. Saking asyiknya bercerita waktu gk terasa dan sekitar pukul 01.00 WIT Alhamdulillah kami semua selamat sampai tujuan di Pulau Tengah dan I'm coming mertua tersayang.Â
Sesampai di pulau tersebut hal yang saya lihat adalah kegelapan, disana belum ada jaringan listrik, sinyal pun tak ada, selama ini kampung hanya mengandalkan pilar (obor) itupun hanya di beberapa titik dan lampu tenaga surya itupun kalo cuaca panas klo cuaca hujan alamat gelap gulita. Saya serasa terdampar dan tersesat di pulau.
Day 3
Setelah sampai di rumah mertua, kita masak bareng untuk persiapan sahur bersama keluarga. Menu yang dihidangkan ikan segar baru selesai dipancing, rata -- rata warga disana pergi memancing ikan sekitar 21.00 dan kembali pukul 02.00 -- 03.00 pas dech waktu sahur.Â
Memang beda ya ikan yang barusan dipancing bener bener nikmat saking nikmatnya saya makan ikan tongkol 4 ekor. Ups ketahuan dech sama mertua, Ternyata menantuku makan nya banyak,, hahahahhaha. Tanda imsyak sudah dibunyikan dan langsung menuju ke masjid belakang rumah untuk shalat berjamah.Â
Selepas sholat maafkan, kami tertidur pulas, cuapek poll habis perjalanan panjang ini. Sekitar pukul 09.00 WIT kami bangun dan barulah mendengar suara kehidupan dari pulau tersebut. Anak -- anak kecil membuat obor untuk persiapan malam takbir, para ibu mengupas singkong (makanan pokok) untuk dibuat suami.Â
Pasti pada bingung kan kok singkong bisa dibikin suami?? Tidak ada yang tahu pasti kenapa nama makanan ini diberi nama suami, tapi yang pasti yang satu ini bukan berbentuk manusia ya.
Suami itu adalah makanan khas dari Ambon dan Bau -- Bau (Sulawesi) cara membuatnya cukup singkong diparut, diperas airnya lalu dikukus dech, dari segi rasa ya hambar biasanya dipadupadankan dengan ikan bumbu kuning atau bening dan sambal colo colo.Â
Suami adalah makanan pengganti nasi, disana jarang banget pada makan nasi kebanyakan makan singkong atau papeda, kalao gk makan singkong rasanya perut belum mantap, perut masih lapar dan bergetar badan, berbanding terbalik dengan saya kalau belum makan nasi saya gemetar. Waktu disana begitu cepat tiba -- tiba sudah sore saja.
Lanjut mempersiapkan menu buka puasa jangan ditanya menunya ikan lagi,, untuk lauk sejenis tempe tahu daging ayam sangat sangat langka apalagi sayuran minim banget tanah disana kurang cocok ditanami dengan sayuran dan untuk beli sayuran dan lain lain butuh effort lebih menuju kota, perjalanan biaya tenaga. Jadi kebanyakn orang disana makan sehari -- hari mengandalkan alam disana.Â
Sungguh syahdu banget bukan. Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar suara takbir bergemang Alhamdulillah Lebaran , kami sekeluarga buka puasa dulu ya. Selesai berbuka dan sholat kita membuat kue -- kue sambil menunggu menyaksikan takbir keliling para pemuda di desa.
Day 4
Sholat Ied, salam -- salaman dengan orang tua dan sanak saudara, suasana rumah pecah banget komposisinya cucu dari mertua saya saja 40 orang heehhehe buanyak banget dech belum anak dan adik kakak ipar,, hahahhahaha,, rata -- rata disana setiap org mempunya anak paling sedikit berapa coba??Â
Tebak saja,, minimal 4 orang guys,, dan rata -- rata orang mempunyai anak 9-16 orang,, hehehhee,, banyak anak banyak rejeki. Untuk acara adat Pulau Tengah setelah keluarga kumpul mengundang pemuka agama untuk minta didoakan agar keluarga selalu diberikan keselamatan kebahagian dan keberkahan.Â
Amin Amin Amin Ya Robbalamain. Di hari itu kita berkeliling desa saja berkunjung di sanak saudara. After Sholat ashar saya diculik sama suami untuk diajak ke tempat yang begitu syahdu.Â
Day 5Â
Pantaiiiii. Yups kita ngepantai,, Hari kedua lebaran kita sekeluarga bertamasya ke pantai perawan yang jarang orang kunjungi, tenang nanti q bagi kok fotonya,, kami disana akan barbequan di tepi pantai.Â
Kita berangkat menggunakan 4 perahu mesin, perjalanan dekat banget hanya 30 menit sampee, wush wush wush,, sampe dech di Pantai. Sesampai disitu yang cowok mengambil kelapa muda yang cewek siap siap dech buat api untuk bakar ikan,, makan dengan suami dan nasi beralaskan daun pisang sungguh nikmat didukung dengan angin pantai yang sejuk,, duchh jadi kangen kan kalo disuruh cerita gini,,
Selesai makan ya udah kita menikmati pantai itu anak kecil berlarian di pinggir pantai, berenang, tiduran di pinggir pantai yg nyaman. Karena berhubung saya kurang pandai berenang, yang saya lakukan hanya berfoto,, hahahahha, mainan air di pinggir pantai sambil liatin ikan kecil -- kecill dan berfoto di spot spot yang bagus.Â
Sekitar 3 -- 4 jam sudah dimanjakan sama suasana pantai kita memutuskan untuk pulang, sebelum pulang ditutup dengan acara gebyur air, bagi yang pakaian nya belum basah harus digebyur,, ya karena saya dan suami cuma berfoto saja yaudah dech pasrah kita digebyur. Hahhahahahha, puas puas puas.. Puaslahh,,,
Sebelum pulang tidak lupa kami mampir di air terjun orang disana menyebutnya Waai Ulah. Airnya jernih banget, segar dan arusnya lumayan deras.Â
Habis kena air asin ke air segar Ya Allah, bersyukur pokoknya masih bisa merasakan keindahan ciptaan Allah. Waai Ulah tersebut dipergunakan oleh warga kampung untuk mencuci dan minum, samping waai ulah adalah hutan yang banyak ditumbuhi pohon kelapa pala, cengkeh dll.Â
Pantas saja ya kita dulu dijajah, Belanda tau terlebih dahulu kekayaaan yang dimiliki oleh Indonesia. Setelah puas main di Waai Ulah kita pulang dan istirahat.Â
Singkat cerita, lebaran tahun 2018 menurut saya lebaran yang paling menyenangkan, bersama suami, mertua dan keluarga baru (saya juga kangen keluarga di Pati). Anak rantau pasti paham betul gimana kita menahan sejuta kerinduan dengan keluarga.Â
Jadi terharu kalau sudah bahas rindu dan keluarga. Salah satu hal yang menjadi ciri khas dari kehidupan waga disana adalah rukun, kepedulian dan gotong royom. Sikap tersebut  saya merasakan masih begitu kental dan sedap dilihat.Â
Di kampung lagi musim ikan dan nelayan pasti membutuhkan bahan bakar untuk mengambil ikan. Apabila salah satu tetangga belum ada bahan bakar tetangga lain saling menawarkan bantuan.Â
Sekarang pakai punyaku dulu besok kalau sudah ada pakai punyamu, Tidak ada sistem pamrih. Selain itu, saling bertukar rasa masakan antara yang tetangga satu dengan yang lain dan masih banyak lagi.Â
Warga kampung disana bekerja dengan senang hati dibawah terik matahari, santai diselingi senda gurau, kalau capek istirahat bukan berfoto selfie dan sedikit sedikit update status.Â
Biasanya kalau kita berkunjung dan mengobrol di tempat saudara jangan coba coba pulang tanpa mencicipi makanannya, makanan yang sudah tersaji adalah ikan dan suami, sangat sederhana, tapi kalau soal rasa dan kenikmatan tiada duanya.
Pulau Tengah - Namlea punya cerita tersendiri untuk saya, keragaman, sopan santunnya warga sekitar, suasana yang begitu hangat dan menyenangkan. Â Saya benar -- benar menikmati tinggal disana meskipun hanya beberapa hari.Â
Sejauh mata memandang, Indonesia mempunyai beribu ribu pulau dan mempunyai sumber daya alam yang melimpah, sebagai generasi penerus bangsa yuk kita selalu menjaga dan melestarikan alam kita di Indonesia ini.
Tutup cerita, soal infrastruktur, pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan, fasilitas listrik dan jaringan yang memadai mungkin tidak mampu untuk mengejar karena terkendal akses dan beberapa hal yang terbatas. Tapi soal saling kepedulian, kerukunan dan gotong royom anak kota harus belajar banyak dari anak perkampungan.
"Kebahagian tidak akan habis hanya karena membaginya. Ketahuilah kebahagian bertambah ketika kamu bersedia untuk berbagi".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H