Mohon tunggu...
Anis Savirania
Anis Savirania Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Indonesia

Life's a never ending learning process

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengenal Biota Laut: Kelinci Laut yang Mungil dan Unik (Phyllidia varicosa)

12 November 2020   22:43 Diperbarui: 12 November 2020   23:04 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Phyllidia varicosa merupakan organisme yang termasuk dalam ordo Nudibranch, yang umumnya dikenal sebagai kelinci laut. Ordo Nudibranch tidak memiliki cangkang dikarenakan cangkang Nudibranch meluruh pada saat fase larva, sehingga hanya menyisakan organ tubuh, otot dan kulit yang membentuk keseluruhan tubuh. Phyllidia varicosa memiliki metabolit sekunder berupa senyawa kimia yang berasal dari makanannya sebagai alat perlindungan diri, menggantikan cangkang sebagai alat perlindungan diri. Makanan Phyllidia varicosa yaitu spons dari ordo Halichondrida. Senyawa kimia yang dihasilkan oleh Phyllidia varicosa merupakan golongan terpenoid, umumnya seskuiterpen dan diterpen yang mengandung gugus fungsi isosiano, isotiosiano, tiosiano, dan formamida. Senyawa tersebut digunakan oleh spons Halichondrida sebagai antifeedant dan antifouling senjata untuk mempertahankan diri secara kimiawi. Susunan kimiawi yang kompleks ini dapat membantu dalam memerangi kanker.

Phyllidia varicosa termasuk spesies besar dengan ukuran tubuh sekitar 4-5cm. Terdapat benjolan keras  (tuberkel) dengan jumlah 3-6 di sepanjang tubuh, insang terletak di bagian ventrolateral dan terdapat bulu di punggung. Punggung dan pangkal tuberkel berwarna biru keabu-abuan dan tuberkel ditutup dengan warna kuning. Pada bagian bawah tubuh memiliki garis hitam memanjang dan clavus rinofor memiliki 27 sampai 30 lamellae. Mata yang dimiliki Phyllidia varicosa  sangat kecil dan hanya mampu membedakan antara gelap dan terang sehingga tidak dapat digunakan untuk melihat, tetapi memiliki alat sensor yaitu rinofor yang berbentuk seperti tanduk yang berada di kepala untuk mendeteksi makanan. Warna yang mencolok yang dimiliki Phyllidia varicosa ini menjadi semacam peringatan bagi predator untuk tidak mendekat. Kelinci laut ini mengeluarkan zat berbahaya dari kelenjar di bagian tubuh yang berwarna putih.

Spesies ini tersebar luas di seluruh Samudra Pasifik Indo-Barat, termasuk Pasifik tengah dan Laut Merah. Phyllidia varicosa hidupnya meluncur pelan di dasar laut, biasanya ditemukan di puing-puing karang, terumbu karang dan ada yang terlihat berenang-renang di perairan terbuka.

Phyllidia varicosa termasuk hewan hermaprodit yaitu memiliki seperangkat dua alat organ atau kelamin (jantan dan betina) untuk memaksimalkan peluang berkembang biak, tetapi tidak dapat membuahi diri sendiri. Perkawinan biasanya memakan waktu beberapa menit, dan melibatkan proses memijah seperti menari.

Ancaman terbesar dari spesies ini yaitu polusi air, degradasi, hilangnya habitat, dan penurunan keanekaragaman hayati terkait dengan pemanasan global. Contohnya adalah pencemaran yang terjadi di Pulau Rambut karena adanya tumpahan minyak. Hal ini memengaruhi spon Holochondrida sebagai makanan utama dari Phyllidia varicosa.


REFERENSI

Behrens, D.W. 2005. "Nudibranch Behavior[WU1] ". New World Publications, Inc. Jacksonville, FL. 176 pp.

Dayrat, B. & T.M. Gosliner. 2004. Species Name and Metaphyly: A Case Study in Discodorididae (Mollusca: Gastropoda: Euthyneura: Nudibranchia: Doridina). Zoologica Scripta 34 (2): 199-224.

Ukar, M., Bara, R. A., Rumengan, I. F., Losung, F., Salaki, M., & Warouw, V. 2020. AKTIVITAS SENYAWA ANTIBAKTERI DAN ANTI-UV DARI Phyllidia varicosa (Cuvier, 1804) DAN BAKTERI SIMBIONNYA (NUDIBRANCHIA GASTROPODA) DARI PERAIRAN TANJUNG MANDOLANG, MINAHASA. JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS, 8(2): 27-39.

Yasman. 2003. Observation on the feeding of Nudibranch Phyllidiidae varicosa Lamarck, 1801 on the Sponge Axynissa cf. aculeata Wilson, 1925 in coral reefs of Pramuka Island, Thousand Islands National Park, Indonesia. Makara Sains 7 (1): 15-21.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun