Sering kali kita merasakan stres ketika ada masalah. Akibat dari stres malah membuat semua aktivitas yang dilakukan semakin berantakkan dan menimbulkan banyak permasalahan, serta memicu emosional yang tinggi. Stres adalah hal yang wajar dialami semua orang. Stres kadang bisa hilang beberapa jam bahkan berhari-hari atau berminggu-minggu hingga stres dapat  menjadi depresi.Â
Depresi  adalah perasaan (mood) sedih dan kecewa berkepanjangan yang dapat mempengaruhi pola pikir, aktivitas, dan cara pengambilan keputusan.
Lantas, apa bedanya stres dengan depresi?Â
Dilihat dari rentan waktu penyembuhan, depresi lebih lama dibandingkan dengan stres. Stres dapat hilang dengan rileks, olahraga, Â mengkonsumsi makanan, hiburan, liburan dan istirahat yang cukup. Stres dapat menumbuhkan rasa semangat dan motivasi dalam diri menjadi lebih baik. Sedangkan depresi mengalami rasa trauma dengan ketakutan luar biasa dan kurang percaya diri.
Mengenal Lebih Dekat Dengan Penderita Depresi
Banyak orang yang tidak mengetahui apakah orang itu merasa depresi atau tidak. Penderita depresi dapat dilihat dengan tanda-tanda seperti ekspresi muka yang murung dan sedih  sepanjang waktu, emosional yang tinggi, serta tidak semangat melakukan apa saja. Penderita depresi berusaha untuk mencari jalan keluar . Namun, penanganan yang tidak tepat penderita depresi bisa putus asa dan berujung melakukan hal yang berbahaya seperti bunuh diri.Â
Sudah banyak kasus bunuh diri akibat depresi di Indonesia. Pemicu penyebab depresi bisa terjadi karena faktor ekonomi, konflik dalam hubungan (keluarga, teman, Â rekan kerja, kekasih) penyiksaan, pelecehan seksual, bullying, kematian seseorang dan masalah persiapan pernikahan pun dapat memicu depresi. Masalah yang tidak kunjung selesai dan mengalami stres setiap harinya. Bunuh diri adalah salah satu cara penyelesaian masalah yang tepat bagi mereka.
Penderita depresi selalu ingin sendiri, tidak mau bersosialisasi, dan mereka berusaha untuk menunjukkan ke semua orang bahwa "Saya tidak ada masalah". Penderita depresi enggan bercerita tentang masalah yang mereka punya, karena mereka takut orang yang mendengar cerita mereka menganggap itu hal yang sepele dan bercanda, atau  menyalahi kesalahan karena si penderita depresi.
Orang yang mendengar cerita itu  tidak tahu perasaan yang terjadi si penderita depresi.  Apalagi di zaman sekarang orang lebih suka bercanda dan menjudge yang membuat penderita depresi merasa tersakiti. Lalu, jangan sering bertanya "kamu sedang ada masalah?" seakan-akan memaksakan untuk tahu masalah yang terjadi.Â
Penderita depresi lebih suka tidur dengan waktu lama seperti halnya mereka sudah meninggal. Mereka memberikan pesan-pesan yang tersirat terkait soal kematian seperti "sudah bosan hidup, rasanya ingin mati saja, ingin tidur dan tidak bangun lagi" dan ada juga merencanakan waktu kematian. Mungkin kedengaran bagi kita itu hanya bercanda. Â Selain itu, hilangnya minat pada suatu hobi atau tidak melakukan apapun yang biasa si penderita depresi lakukan. Mereka merasa menjadi orang yang tidak penting, tidak dibutuhkan lagi dan tidak ada harapan lagi untuk dirinya. Rasa bersalah selalu menghantui mereka sepanjang waktu.Â
Saya sering  menemukan  gejala-gejala depresi pada orang-orang terdekat saya. Awalnya saya melihat itu hanya sekedar stres. Saya juga melihat kasus depresi Jonghyun (personil grup band Korea SHINee) pada Desember lalu. Saya pun mulai  memahami gejala-gejala dan penyebab stres dan depresi si penderita depresi tersebut. Menurut saya, sangat penting sekali memahami tentang depresi. Pada nyatanya, penderita depresi tidak dapat menyelesaikan masalah sendiri, tapi kita (kita dan penderita depresi) bersama turut bantu menyelesaikan masalah penderita depresi.Â
Depresi merusak masa depan penderitanya. STOP DEPRESSION NOWÂ .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H