Mohon tunggu...
Anissa Nurul Rokhimah
Anissa Nurul Rokhimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Dian Nusantara Fakultas Bisnis dan Ilmu Sosial | Akuntansi 121211038 Akuntansi Forensik Prof. Dr, Apollo, M. Si. Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea Untuk Business Villains di Indonesia

19 Juni 2024   22:53 Diperbarui: 19 Juni 2024   23:09 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mens Rea & Actus Reus By Prof Apollo

Actus Reus mengacu pada unsur fisik atau tindakan dari suatu kejahatan yang harus ada untuk dapat menuduh seseorang melakukan kejahatan tersebut. Dalam konteks bisnis di Indonesia, Actus Reus bisa berupa tindakan nyata seperti penipuan, pencurian, penggelapan, atau tindak kejahatan lain yang dilakukan oleh pelaku bisnis. Misalnya, penggelapan dana perusahaan, manipulasi laporan keuangan, atau pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual.

Penerapan Actus Reus dalam kasus-kasus bisnis di Indonesia seringkali melibatkan bukti konkret berupa transaksi keuangan, dokumen palsu, atau tindakan nyata yang merugikan pihak lain atau publik secara umum. Misalnya, penggelapan pajak yang melibatkan pengalihan aset perusahaan untuk menghindari kewajiban pajak yang seharusnya.

Mens Rea: Kesengajaan dan Niat Jahat

Mens Rea, di sisi lain, mengacu pada unsur subjektif dari suatu kejahatan, yaitu niat atau kesengajaan untuk melakukan tindakan yang terlarang atau merugikan pihak lain. Dalam konteks bisnis, Mens Rea bisa mencakup niat untuk menipu investor, sengaja menyembunyikan informasi penting, atau mengambil keuntungan pribadi yang tidak sah dari operasi perusahaan.

Penerapan Mens Rea seringkali lebih kompleks dalam konteks bisnis karena melibatkan analisis motivasi dan tujuan dari tindakan yang dilakukan. Misalnya, dalam kasus insider trading, Mens Rea akan berfokus pada apakah seorang individu secara sengaja menggunakan informasi internal yang rahasia untuk keuntungan pribadi, mengetahui bahwa tindakan tersebut melanggar hukum.

Corporate Crimes
Corporate Crimes

Kasus Kejahatan Korporasi Di Indonesia

Kasus Bank Century merupakan salah satu kontroversi besar dalam sejarah perbankan Indonesia. Dimulai dari krisis keuangan global pada 2008, Bank Century, yang pada awalnya bernama Bank CIC milik Robert Tantular, menghadapi masalah likuiditas serius. Pada bulan Oktober 2009, Bank Century berganti nama menjadi Bank Mutiara Tbk setelah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengambil alih mayoritas sahamnya. Namun, peristiwa yang mengguncang Indonesia adalah pengucuran dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun untuk menyelamatkan bank tersebut.

Kontroversi semakin memuncak ketika terungkap bahwa sebagian besar dana talangan tersebut tidak kembali, dengan dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dan tindakan melawan hukum dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Abraham Samad, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Desember 2012, menunjuk Budi Mulya dan Siti Fajriah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kerugian negara akibat keputusan tersebut.

Pada Februari 2013, KPK secara resmi menetapkan Budi Mulya sebagai tersangka, dengan tuduhan melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dan status bank gagal Century. Kasus ini mencapai puncaknya ketika Budi Mulya ditahan oleh KPK pada November 2013, setelah menjalani serangkaian pemeriksaan dan sidang.

Sidang terhadap Budi Mulya dimulai pada Maret 2014, di mana Jaksa kemudian menuntutnya dengan pidana penjara 17 tahun dan denda sebesar Rp 800 juta pada Juni 2014. Tuntutan ini didasarkan pada dugaan bahwa tindakan Budi Mulya dalam memberikan FPJP kepada Bank Century tanpa mematuhi prosedur yang benar telah merugikan keuangan negara sekitar Rp 7 triliun. Kasus ini tidak hanya menyoroti masalah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di tingkat bank sentral, tetapi juga menimbulkan polemik tentang kebijakan ekonomi pemerintah saat itu dalam menanggapi krisis keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun