Mohon tunggu...
Anis Safitri
Anis Safitri Mohon Tunggu... Penulis - Learner

I love learning and teaching. My cathartic medium is writing about education, women, and self-development. Keep in touch with me! My personal blog www.anissafitri.com. Instagram account @irtifassina

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Niatnya Pergi Ikut Lomba, Pulangnya Dapat Orangtua Kedua

5 Juli 2020   21:44 Diperbarui: 7 Juli 2020   23:23 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di Bandara Depati Amir, Bangka Belitung (dok. pribadi)

Cahaya mentari begitu terik kala itu. Panasnya siang hari membuatku lekas ingin rehat dari aktivitas di kampus. Tak kusangka, hari itu aku dituntun Allah untuk mengalami rentetan peristiwa indah sesuai skenario-Nya.
***

Aku adalah mahasiswi di Universitas Negeri Yogyakarta. Setiap hari aku berangkat kuliah mengendarai sepeda motor kesayanganku. Aku bersyukur mengalami kecukupan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Setiap aku pulang ke kampung halaman, Gunungkidul, orangtua selalu memberiku uang saku yang cukup. Meski begitu, aku berusaha untuk tetap berhemat agar aku dapat menabung.

Saat menduduki semester tiga, aku memiliki mimpi untuk ikut lomba karya tulis ilmiah. Aku coba mendaftar lomba karya tulis ilmiah yang diselenggarakan oleh Universitas Bangka Belitung.

Aku merasa terlalu nekat karena sebelumnya aku belum pernah pergi jauh tanpa orangtua, terlebih keluar Pulau Jawa. Jadi, saat itu aku hanya bermodalkan coba-coba saja.

Akhirnya, aku berhasil mendapatkan undangan untuk berangkat ke Universitas Bangka Belitung. Sungguh senang rasanya. Namun, ada hal yang mengganggu pikiranku waktu itu, yaitu masalah biaya. 

Dari pihak penyelenggara lomba tidak menanggung biaya akomodasi apapun. Aku sungkan untuk meminta biaya ke orangtua karena pasti uang yang dibutuhkan tak sedikit.

Aku mencoba mengajukan proposal permohonan dana ke fakultasku. Proses yang panjang sangat menguji kesabaranku. Terlebih diriku yang sebenarnya belum mendapatkan 100% restu orangtua untuk pergi ke Bangka jika harus mengeluarkan biaya sendiri. Harapanku satu-satunya yaitu fakultas menyokong biaya yang aku butuhkan.

Tepat tanggal 15 November 2018 fakultasku akhirnya memberiku dana untuk berangkat ke Bangka. Qodarullah dana yang cair hanya cukup menutup biaya transportasi keberangkatan. 

Untuk sisanya aku harus merelakan beasiswaku agar menutupi kekurangan. Aku juga meyakinkan orangtua dan keluarga agar merestuiku untuk berangkat ke Bangka.

Alhamdulillah, restu telah kudapatkan. Karena khawatir aku kekurangan uang, mereka juga memberiku uang saku secukupnya.

Karena mendapat bantuan dana dari fakultas, aku begitu senang dan bersyukur. Meski tidak meng-cover 100% tetapi cukup membantuku meraih mimpi. Setelah aku mendapatkan dana dari fakultas, aku langsung pulang ke kost karena kegiatan kuliah juga telah usai. 

Di jalan, aku melihat kakek tua berjualan kerajinan dari akar wangi. Tanpa direncanakan sebelumnya, aku menghampiri kakek tua itu. Ternyata, kerajinan yang dibawanya masih banyak. 

Ada yang berbentuk gajah dan kuda. Sebenarnya aku tak terlalu membutuhkan kerajinan itu. Akan tetapi, melihat sang kakek sendirian dan dagangannya masih banyak, aku membeli satu. Setelah itu, aku melanjutkan perjalanan pulang.

Sebelum keberangkatan ke Bangka, aku sudah mempersiapkan segala keperluan, termasuk mengincar penginapan selama di sana. Tak ingin mengeluarkan biaya mahal, aku pun memilih mencari kost harian melalui aplikasi yang menyediakan berbagai pilihan kost. 

Setelah membandingkan harga dan jarak, aku memilih tempat kost yang dimiliki oleh suami-istri asli Jogja yang tinggal di Bangka. Kost tersebut berada di Balunijuk, Merawang (5 menit dari Universitas Bangka Belitung).

Hari yang ditunggu telah tiba. Bismillah. Aku berangkat ke Bangka dengan pesawat tanpa transit. Pengalaman pertama naik pesawat yang tak pernah kulupakan yaitu mendapatkan kursi bisnis. 

Mungkin karena kursi ekonomi sudah penuh, aku disilakan untuk duduk di kursi bisnis. Sungguh aneh memang. Akan tetapi, aku mensyukurinya.

Perjalanan berjalan lancar. Sesampainya aku di Bandara Depati Amir, aku dijemput oleh penanggung jawab (LO) dari Universitas Bangka Belitung. Mereka mengantarkanku ke tempat kost yang berada di Balunijuk. 

Setelah sampai tujuan, aku berpisah dengan para LO dan membuat janji kalau esok mereka akan menjemputku lagi untuk mengikuti rundown kegiatan. Aku pun mengiyakan dengan senyum. Aku sudah tak sabar ingin berkenalan dengan pemilik kost yang ternyata mereka telah menungguku sejak tadi.

Bapak dan Ibu Ngadinun. Mereka adalah orang tua baruku selama di Bangka. Kami mudah akrab bak kerabat yang sudah lama tak jumpa. Selama beberapa hari di sana, aku seperti dianggap anaknya sendiri. 

Beliau berdua mengajakku ke sekolah tempat Bu Ngadinun mengajar. Beliau berdua juga mengajakku merayakan maulid nabi yang begitu meriah.

Sela-sela persiapan lombaku di Universitas Bangka Belitung tak ada yang sia-sia. Semua pengalaman yang kudapat di sana sangatlah memorable. Aku berkesempatan mengenal banyak budaya baru.

Aku tak pernah merasa sendiri apalagi kesepian. Bapak dan Ibu Ngadinun seakan menganggapku anak sendiri yang selalu disayang. Selama menginap di rumahnya, aku disediakan makanan yang jarang kutemui di Yogyakarta. Mereka bak malaikat bagiku. Ya, kebaikannya seperti malaikat.

Selain mimpiku yang terwujud untuk bisa ikut lomba, Alhamdulillah di lomba karya tulis ilmiah ini aku mendapat juara. Kabar ini juga membuat Bapak dan Ibu Ngadinun gembira. Mereka mengatakan bahwa perjuanganku jauh-jauh ke Bangka tidaklah sia-sia.

Setelah semua urusan di Bangka telah usai, aku pamit pada keluarga angkatku. Aku berkata dengan hati-hati bahwa aku ingin membayar semua biaya selama aku menginap di rumah mereka. 

Sungguh jawaban tak terduga, Bapak dan Ibu Ngadinun berkata bahwa aku tak perlu membayar apapun. Aku telah dianggapnya anak sendiri. Yang penting, setelah kembali ke Yogyakarta, jangan lupa untuk berkabar dan sesekali berkomunikasi melalui WhatsApp. Air mataku tak kuasa untuk mengalir. Aku terharu. Sungguh.

Sebelum aku pamit pergi, Bapak dan Ibu Ngadinun mengantarku ke Bandara Depati Amir. Mereka juga membawakanku beberapa makanan khas Bangka meskipun sebenarnya aku sendiri sudah membeli oleh-oleh untuk teman-teman dan keluarga di rumah.

Sungguh, perjalananku ke Bangka saat itu sangatlah berkesan. Aku beruntung Allah telah mempertemukanku dengan orang-orang baik.

Melalui cerita ini, aku tidak menganggap diriku telah mendapatkan keajaiban karena pernah berbuat baik. Bagiku, yang kulakukan tak ada apa-apanya dibandingkan kebaikan yang orang-orang beri padaku. Allah memang menunjukkan keajaiban-Nya padaku. 

Melalui Bapak dan Ibu Ngadinun, aku seakan dinasihati bahwa jika ingin berbuat baik tak perlu banyak pertimbangan.

Terima kasih, Pak, Bu. Berkat kalian, aku ke Bangka tak sekadar ikut lomba, namun juga belajar apa artinya kebaikan. Niatnya pergi untuk ikut lomba, tapi pulangnya malah dapat orangtua kedua. :) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun