Dengan empat pasangan kandidat Pilgub Sulsel 2018, sangat menguntungkan kubu Nurdin Abdullah. Penantang terberat faksi keluarga SYL sebetulnya adalah Nurdin Halid yang diusung sejumlah partai besar termasuk Golkar. Sebelum memasuki fase pertarungan, Nurdin Halid sukses menghempaskan klan SYL dan faksinya dari partai Golkar Sulsel.
Nurdin Halid yang mengambil "paksa" Golkar jelang Pilgub 2018 menjadi sinyal bakal terjadinya tarung keras antara Nurdin Halid dan SYL. Tetapi, keberhasilan menjatuhkan SYL dari Golkar sebetulnya suatu upaya luar biasa yang unpredictible. Siapa bisa menduga SYL ditumbangkan dari Golkar? Keberhasilan Nurdin Halid ini seolah dijadikan variabel kuat bahwa klan SYL bisa ditumbangkan di Sulsel.
Pada saat yang sama, IYL yang maju lewat jalur independen adalah bukti bahwa kekuatan partai politik telah disabotase. Beruntung IYL masih bisa maju dan didukung oleh Partai Demokrat. Di awal-awal, pertarungan Pilgub Sulsel sebetulnya mengerucut pada Nurdin Halid vs IYL. Nurdin Abdullah dan Agus Arifin Nu'Mang (Mantan Wakil gubernur) seolah-olah menjadi poros tengah.
Fragmentasi basis pemilih kemudian berubah dan elit partai pendukung kemudian berubah. Elit-elit partai pendukung Nurdin Halid sebagian besar membelok ke kandidat lain terutama IYL. Irisan dukungan antara IYL dan Nurdin Halid seolah saling berseliweran.
Ini mengacaukan kalkulasi pemenangan Tim Nurdin Halid dan IYL. Di sisi lain, resistensi pemilih pada dua kandidat ini semakin menguat. Publik resisten dengan diskursus wacana dinasti politik IYL. Publik juga resisten dengan diskursus wacana terkait integritas sisi personal seorang Nurdin Halid.
Pada dimensi lain, terjadi irisan yang kuat dan saling mematikan antara Nurdin Halid dan IYL karena Calon Wakilnya adalah bersaudara (Azis Kahar Muzakkar dan Andi Muzakkar). Pemilih ideologis klan Muzakkar ada di daratan Luwu (Luwu Timur, Luwu, Luwu Utara). Tetapi basis dukungan ini juga otomatis terpecah belah. Dan sebagian berpindah dukungan ke kandidat yang lain.
Di tengah perseteruan politik yang keras itu, Nurdin Abdullah tampil sebagai jalan tengah yang menjanjikan. Pertama, Nurdin Abdullah tidak tersangkut paut dengan dendam politik dari dua kekuatan (IYL dan Nurdin Halid); kedua, Nurdin Abdullah bekerja lebih efektif dan tanpa gaduh (terlepas dari polemik calon pendampingnya di awal masa pencalonan) memasarkan kesuksesaannya sebagai Bupati tersukses di Indonesia. Nurdin Abdullah juga merepresentasi klan politik baru dari kalangan akademisi yang garis dominasi partai politiknya cenderung lemah.
Kemenangan Nurdin Abdullah adalah akumulasi dari semua lapisan pemilih lintar partai, kultur, bahkan kedaerahan. Kemenangan Nurdin Abdullah adalah kemenangan banyak orang, faksi politik yang lebih kecil dan tak terkonsolidasi pada dua arus besar tadi.
Kemenangan ini juga menjadi suatu harapan bagi politik lokal di Sulsel akan adanya suatu demokrasi yang inklusif tanpa ada lagi satu kelompok yang lebih dominan. Ini murni kemenangan figur seorang Bupati yang Profesor dengan segudang prestasi. Sekali lagi, angin segar bagi calon pemimpin dengan visi dan gagasan besar di kemudian hari.
Peta Dukungan dan Konsolidasi Elit Pasca Pilgub Sulsel
 Lalu Bagaimana peta konfigurasi elit pasca Pilgub Sulsel 2018? Sebagaimana pada dua Pilgub sebelumnya, dinamika politik di Sulsel agak muda terkonsolidasi. Tetapi, kemenangan Nurdin Abdullah akan membawa dampak tak biasa pada konfigurasi perpolitikan di Sulsel.