Perkampungan pemulung yang terletak sekitar 1 kilometer dari pemukiman warga tersebut, bahkan memperoleh akses jaminan kesehatan gratis. Jossy Kawengian, mengatakan, pihaknya telah bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Bitung, sehingga setiap bulan ada pemeriksaan dan pengobatan gratis khusus untuk warga pemulung.
Jossy Kawengian bahkan sedang bernegosiasi dengan Habitat For Humanity, salah satu lembaga donor yang biasa mendonasi pembedahan rumah tinggal untuk masyarakat terpinggirkan.
“Tim dari lembaga donor tersebut sudah pernah melihat langsung kampung pemulung TPA Aer Tembaga, mereka bersedia membantu. Kami sedang menunggu tahap implementasinya. Kalau kerjasama itu bisa diwujudkan, maka warga pemulung akan mendapatkan program bedah rumah sehingga mereka semakin hidup layak,” terang Jossy.
Perkampungan pemulung Aer Tembaga adalah salah satu potret pembenahan pemulung secara manusiawi. Masyarakat pemulung bisa bekerja dengan maksimal, mereka sangat berkontribusi besar terhadap pengolahan sampah di Bitung. “Kami merasa bertanggungjawab atas penghidupan yang layak bagi mereka,” kata Jessy.
Kini, anak-anak yang hidup di perkampungan itu bisa menikmati standar hidup layak yang didambakan setiap orang. Mereka bahkan punya tim sepakbola dengan banyak prestasi, salah satunya adalah Semifinal Lanud Cup se Kota Bitung.
Yohan Pantau bahkan bermimpi, kelak akan membuat banyak event-event di perkampungan itu, seperti even lingkungan, seni-budaya hingga perlombaan olahraga. “Perkampungan ini bisa menjadi contoh bagi kota dan daerah-daerah lain di Indonesia bagaimana mengelola TPA tanpa mengebiri keberadaan pemulung,” katanya
(Tulisan ini adalah Reportase saya dari sebuah kampung Pemulung di Kota Bitung Sulawesi-Utara akhir tahun 2014 lalu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H