Semakin teranglah bahwa Presiden Jokowi memang sedang di bawah tekanan partai pendukungnya. Hal ini membuat Jokowi begitu gamang dalam menghadapi dua hal penting; keputusan soal nasib BG dan menengahi konflik KPK vs Polri.
Wajar sajalah kalau Parpol pendukungnya menuntut, mengintervensi atau bahkan memaksa Sang Presiden. Jokowi tentu tidak ingin dirinya disebut lupa kacang akan kulitnya. Di sisi lain, Jokowi juga tentu tak mau tampil sebagai Presiden boneka di hadapan rakyat.
Sejak masa kampanye, Jokowi selalu ingin tampil dengan kesan independen. Bahkan menekankan dirinya sebagai politisi yang bebas dan berdikari. Itu pula sebabnya Jokowi lebih menyukai istilah koalisi ramping ketimbang koalisi gemuk.
Namun, apa boleh buat, partai pendukung punya kekuatan besar mengendalikan sang presiden. Ibarat seni pertunjukan, Jokowi harus tunduk pada orang-orang di belakang layar. Peran Jokowi hanyalah melakonkan karakter dan fungsinya sebagai Presiden. Kalau Jokowi berniat mengebiri perintah orang-orang di belakang layar, maka rusaknya pertunjukan. Para penonton akan kesal bahkan menimpali. Dan sebagai pemeran utama, Jokowi juga punya harapan besar yakni memuaskan imajinasi penonton, di satu sisi.
Dilema sang Presiden kini tidak ringan. Sebab, kalau salah langkah tentu bencana besar menghadang. Kawan sendiri akan jadi musuh dalam selimut. Jokowi paham betul kalau Parpol pendukung mengamuk, kekuasaannya akan tergoncang. Laksana perahu yang terombang-ambing di lautan berombak. Harapan sang Presiden tentu pada rakyatnya. Rakyat akan jadi sandaran Jokowi bila ia benar-benar berani melawan arus.
Pertanyaannya, rakyat yang mana? Sebab harus diingat pula bahwa kondisi cuaca perpolitikan nasional sedang tidak mendukung sebuah perjuangan luhur. Hal-hal yang mungkin baik bagi rakyat, bisa dinilai sebaliknya oleh banyak pihak. Apatah lagi kalau memang sudah merugikan rakyat. Jadi, harus pandai-pandai juga memainkan ritme pergerakan. Kapan saatnya menyerang, kapan saatnya bertahan. Semua harus tepat momentumnya dan Jokowi saya kira punya kemampuan dalam mengendalikan panggung. Jokowi juga sangat paham bahwa musuh di luar selimut tidak jauh lebih berbahaya dari musuh yang akan menikam diam-diam dari dalam.
Kini, Tim 9 bentukan Jokowi yang akan mencari fakta seputar konflik KPK vs Polri sudah terang-terangan menyebut bahwa ada tekanan kuat dari partai pendukung. Beranikah Jokowi mengabaikan syahwat politik para raksasa partai di belakangnya? Berani-berani saja barangkali. Yang membuat nyali sang Presiden ciut adalah nyanyian Parpol pendukungnya bila disakiti oleh Jokowi.
"Sakitnya tuh di sini" kira-kira lagu itulah tembang kemarahan Parpol pendukung. Dan bersiaplah, "Orkes sakit hati" akan konser dua puluh empat jam bahkan kalau perlu dalam lima tahun masa jabatan Jokowi-JK. Ingat, Parpol pendukung utama Jokowi, lebih pengalaman menyerang penguasa ketimbang merawat penguasa. Kita lihat saja nanti!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H