Mohon tunggu...
Anis Kurniawan
Anis Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis, berjumpa dan berkolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Praktik "Daily Politic" ada di Kompasiana

3 Februari 2015   17:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:54 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Kompasiana, berbagai pendapat dan perspektif terhadap dinamika politik dapat dibaca secara gamblang. Kompasiana telah menjadi media alternatif, dimana warga tidak hanya sekedar mengkonsumsi sebuah informasi dan pengetahuan, tetapi juga dapat menuliskan suatu pandangan pribadi dengan caranya masing-masing.

Kompasiana menghubungkan persilangan pendapat dengan cara memberi porsi yang sama antara setiap opini publik. Setiap pembaca di Kompasiana akan terbiasa untuk kemudian melakukan proses "verifikasi" atas informasi dan asumsi yang diperoleh. Dengan begitu, setiap kompasianer selalu haus akan sumber data dan referensi atas sebuah persoalan, sehingga seluruh tulisan atau laporan warga (citizen jurnalism) punya kekhasan tersendiri yakni memberi asumsi atau pandangan pribadi terhadap suatu fakta dan realitas.

Tulisan-tulisan di Kompasiana terasa lebih polos, apa adanya dan bisa dibaca semua kalangan. Subjektifitas memang jauh lebih menonjol, tetapi dengan tetap mengedepankan argumen faktual yang ada. Itulah sebabnya, setiap kita membaca suatu tulisan, setiap itu pula kita akan "tergoda" untuk menuliskan topik yang sama, tetapi dengan kecenderungan opini yang berbeda.

Kompasiana telah menghidupkan suatu tradisi intelektual berbasis "warga" yakni tradisi membaca, berdiskusi, dan menulis. Sebuah tradisi akademik yang belakangan justru lebih hidup dan berkembang di luar lingkungan kampus atau sekolah. Kompasiana bahkan menjadi ruang pelarian bagi banyak kaum akademis, peneliti, bahkan jurnalis profesional--tentu sekali lagi karena di ruang inilah pendapat personal bisa terhaturkan tanpa batas. Dan di sinilah, polemik dan perdebatan tidak perlu "dibenturkan" layaknya di forum debat, tetapi akan mengalir menjadi suatu komposisi berpikir atau suatu alternatif-alternatif pengetahuan.

Praktik-praktik seperti ini mengingatkan saya dengan apa yang disebut dengan "daily politic" yakni bagaimana praktik politik dikembangkan warga di luar saluran politik formal. Wacana politik berkembang secara natural dari rumah, dari diskusi berdua antara sesama kawan, perbincangan sederhana di warung kopi atau di pasar, atau bagaimana isu-isu politik dituliskan.

Praktik "daily politic" yang dikembangkan warga menggambarkan betapa kebebasan berpendapat sebagai prasyarat utama suatu bangunan demokrasi telah terlampiaskan. Praktik ini sekaligus "men-desakralisasi" proses demokrasi bahwa politik tidak saja milik para politisi atau pengurus Partai, akademisi ilmu politik, atau peneliti ilmu politik--wacana politik adalah milik semua orang. Milik warga (citizenship).

Dari pengalaman saya membaca sekaligus mempelajari tulisan-tulisan bertema politik di Kompasiana, saya  semakin yakin bahwa siapa saja bisa mengekspresikan gagasannya melalui tulisan. Tidak ada salahnya praktik "daily politic" di sini ditransformasi dalam agenda "pendidikan politik" di masyarakat.

Saya terkesima dengan pengalaman Yusran Darmawan di Buton dalam tulisannya berjudul Keajaiban Menulis Warga. Cerita Yusran bergerilya melakukan program penulisan berbasis warga yang sukses membukukan karya warga, patut diapresiasi. Saya pikir program semacam ini jauh lebih progresif ketimbang program diskusi, seminar, atau program lainnya yang lebih bersifat dialogis.

Bayangkan saja bila program penulisan berbasis warga dilakukan di mana-mana dengan mengusung tema "Warga Menulis Politik". Suatu kegiatan yang tidak sekedar mengajak warga berdiskusi, tetapi juga menulis. Atau menginspiring warga untuk melampiaskan keluh-kesah, kritik, dan sikap politiknya (political engagement) dalam bentuk tulisan. Out put tulisannya tentu bisa dalam bentuk naratif bebas tanpa ada patokan genre. Wah, saya yakin akan ada karya-karya intelektual yang murni lahir dari sebuah kegelisahan dan penderitaan warga.

Beberapa tahun yang lalu, praktik penulisan berbasis warga pernah saya lakukan bersama kawan-kawan di lembaga pemasyarakatan di Makassar. Kami mengajak sejumlah narapidana untuk menulis keresahannya, bahkan kritiknya terhadap problem hukum di Indonesia, hasilnya luar biasa mengejutkan. Kami dapat mendokumentasikan sebuah kumpulan tulisan berjudul "puisi dari tahanan". Genre puisi menjadi pilihan para tahanan, karena menurut mereka dengan menulis puisi-lah, mereka serasa hidup bebas meski dalam ruang penjara yang sempit.

Sekali lagi, pengalaman menulis dan membaca di Kompasiana memang sangat istimewa. Tradisi menulis warga di Kompasiana agaknya sewaktu-waktu bisa dilakukan di desa-desa, di pelosok-pelosok, tentu dengan mengusung semangat citizen jurnalism seperti di Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun