Sinar itu pudar. Tak menyisakan sedikit pun terang. Gagah mentari tak mampu mengganti. Dunia terasa kelam. Segala bentuk keindahan berubah menjadi bayangan. Bayangan yang semakin lama semakin hilang. Memudar.
Â
Nana berlari kecil menaiki tangga menuju ke kamarnya. Dia tak suka, tak kan pernah suka dengan kehadiran ayahnya di rumah. Pilihan terbaik untuk tak bertemu dengan beliau adalah dengan dia pergi mencari tempat penginapan lain.
Setelah selesai mengemasi barang yang sekiranya diperlukan, Nana bergegas turun untuk berpamitan dengan ibunya. Mudah saja, dia biasa menggunakan alasan-alasan tugas kuliah atau ada acara dengan teman kampusnya agar diizinkan pergi.
"Nana ada acara sama teman kampus, Bu. Mungkin seminggu Nana enggak pulang."
"Besok ayah pulang, kamu enggak kangen?"
Â
"Ah, percuma juga. Lebih baik memang Nana enggak perlu ketemu sama ayah."
"Na...." Kata-katanya terhenti. Anak gadis semata wayangnya sudah berlari keluar.
Sejak sekitar 5 tahun yang lalu Nana berubah. Wajah cerianya berubah masam. Selama itu pula Nana jarang terlihat ceria di hadapan ibunya. Terlebih ayahnya. Nana mencintai ibunya, tentu saja. Itu pula yang menyebabkannya menjadi seperti sekarang ini. Karena ia terlalu mencintai ibunya.
                        ***
"Nana di mana, Bu?" tanya seorang lelaki bertubuh tinggi tegap yang baru saja sampai di rumah Bu Erna. Lelaki itu suaminya. Ia baru datang untuk berlibur dan menjenguk keluarganya. Pekerjaannya sebagai pengawas proyek konstruksi jalan membuatnya harus sering-sering keluar kota dan jarang berkumpul dengan keluarganya di Tangerang.
"Nana ada acara dengan teman kampusnya. Seminggu lagi sepertinya baru akan pulang," jawab Bu Erna dengan suara lembut. Tangannya segera meraih tangan suaminya dan menciumnya. Sebagai bukti cintanya kepada suami setelah cukup lama tidak bertemu. Kemudian ia meraih tas suaminya dan menyimpannya di atas lemari kecil yang ada di belakang tempat ia berdiri sekarang. Ia juga segera mengambil dan menuangkan air untuk suaminya. Pasti lelah setelah berjam-jam menyetir mobil sendiri. Beliau memang lebih suka menyetir sendiri daripada harus mengambil sopir pribadi.
"Nana itu bukannya ada acara sama teman-temannya tapi memang sengaja enggak pengen ketemu sama saya," ucap Pak Nasir yang kini tengah duduk di sofa, merebahkan dan mengistirahatkan badannya dari rasa lelah.
"Ayah kenapa ngomongnya begitu?" tanya Bu Erna.