Kenapa dipermasalahkan?
Bukan dipermasalahkan. Tapi karena turis muslim dari negara-negara muslim mulai meningkat, negara-negara tadi tuh yang sudah disebutkan mulai mencari peluang agar turis-turis muslim tersebut nyaman berwisata tanpa melanggar keyakinannya. Mungkin kalau ke mall kita sering meihat turis dari timur tengah sekeluarga, yang ibunya pakai nikab hitam, atau gamis lebar berwarna hitam.
Jadi kenapa tidak di Indonesia yang mayoritasnya muslim juga mulai menjalankan program ini, Pariwisata Halal. Ya kalau pariwisatakan tidak bisa dipisahkan dengan hotel atau restoran. dan perlu digarisbawahi karena Halal itu bukan soal makanannya tidak mengandung babi, tapi halal itu adalah sebuah "ways", cara, proses.
Iya daging sapi, tapi kalau disembelihnya tidak melalui cara syari ya tidak halal. Oke dagingnya halal tapi cara mengolahnya masih dicampur dengan bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan untuk mengolah babi, ya juga tidak halal.
Dan karena turis muslim yang jumlahnya semakin meningkat, mungkin itu bisa jadi peluang bisnis. Di Jepang restoran yang menyediakan makanan halal pun tidak 100% hanya menyediakan makanan halal kok. Tapi pengelola restoran memisahkan dengan penuh tanggung jawab mana makanan halal dan tidak. Mereka belajar apa itu halal, bagaimana mengolah makanan halal.
Penutup, semua isi tulisan bukan bermaksud menyinggung sebagian masyarakat, agama, atau suku. Penulis memohon maaf jika ada yang tersinggung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H