Mohon tunggu...
Ani Septiani Muchtar
Ani Septiani Muchtar Mohon Tunggu... -

ENFP|Cooking|Reviewer|Photograph

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Perlukah Konsep Pariwisata Halal di Indonesia?

13 Oktober 2016   23:32 Diperbarui: 13 Oktober 2016   23:39 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebulan belakangan ini saya mendapat sebuah projek. Projek yang gampang-gampang susah karena harus mengumpulkan data restoran se Jakarta Raya, syukurnya projek itu kami kerjakan secara keroyokan. Tapi tetap saja karena mengumpulkan data restoran tersebut bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami. Bukan tidak memungkinkan, tapi untuk mencari jarum itu kita harus membongkar jerami satu-persatu dan dengan sangat teliti.

Ini utama projek ini adalah mencari restoran yang menggunakan daging sapi halal. Dan saya baru menyadari kalau banyak sekali restoran yang menggunakan bahan non halal di Jakarta. Karena saya dari Bandung, mungkin di Bandung pun banyak.

Miris karena harus saya akui bahwa tulisan ini mengarah pada pembahasan SARA, hal yang jadi duri dalam daging belakangan ini. Please, saya hanya ingin menuliskan atau setidaknya bahasan yang mungkin bisa direnungi bersama. Kenapa? Karena sebagian besar orang Indonesia adalah muslim, plus saya.

Awalnya saya ada keluhan tentang tempat makan yang pernah saya kunjungi, karena selalu menganggap tepat makan di Indonesia pasti selalu halal, kecuali yang sudah tertera baik-baik diumumkan oleh restonya kalau makanan yang mereka sajikan tidak dapat dimakan oleh muslim. Saya pernah makan bersama teman-teman saya di sebuah warung bakmi di Bandung. Ketika masuk, karena saya dan teman-teman saya kerudungan, mbak-mbak petugas (yang pakai kerudung juga) di sana melihat kita dengan tatapan heran. Ya sudah kami pesan bakmie, tanpa mencurigai sesuatu.

Sewaktu makan, hm saya dan teman-teman mulai mencurigai karena daging yang ada di bakmie ini tidak seperti biasanya. Lebih anyir dan lebih berlemak. Hm, apakah....(?)

Jadi karena khawatir daging yang digunakan bukan daging sapi, kami menyudahi makan kami. Dan menduga-duga daging apa itu, lalu bagaimana kalau benar kalau dagingnya adalah daging yang kita tidak boleh makan?

Belakangan saya tau kalau bakmie disana memang tidak halal. Kemudian saya bertanya-tanya, pantas saja si mbaknya menatap kita dengan penuh heran. Mungkin dia juga ragu buat memberi tahu kita. Entahlah, karena si mbaknya mungkin punya banyak alasan. Kejadian berbeda ketika seorang teman berkungjung ke restoran di sebuah hotel, dia salah masuk ke tempat parasmanan yang makanannya mengandung babi. Beruntung karena petugas di sana memberi tahu dia kalau makanan disana mengandung babi, dan mempersilakan mengantri ke tempat makan sebelahnya yang makanannya dijamin halal.

Jadi siapa yang salah atas kejadian yang saya alami? Tidak usah saling menyalahkan karena setiap kejadian mempunyai pelajarannya tersendiri. Buat saya mungkin saya seharusnya konfirmasi dulu.

.....

Kejadian di atas berkolerasi sekali dengan sebuah kegiatan yang saya ikuti beberapa bulan lalu. Yaitu kegiatan Seminar Internasional Pariwisata Halal yang diadakan oleh Bidang Penelitian Pariwisata ITB (kalau tidak salah) dan Halal Center Salman ITB Bandung. Pariwisata Halal menjadi onjek yang sangat seksi belakangan ini di dunia internasional.

Di Jepang sudah banyak sekali restoran dan hotel yang mempunyai konsep hotel dan restoran halal, di Thailand juga sudah banyak. Bahkan Lombok dianugrahi sebagai Destinasi Pariwisata Halal Honeymoon terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun