Mohon tunggu...
Anis dahniar utami
Anis dahniar utami Mohon Tunggu... Aktris - mother of two,banker,writer

if there is a will there is a way

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perempuan dalam Pilihan

17 Juli 2021   22:20 Diperbarui: 17 Juli 2021   22:22 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebanyakan orang bilang perempuan bekerja tidak mampu mengurus rumah tangga. Banyak orang juga bilang perempuan berdiam diri dirumah tidak memiliki aktualisasi diri. Hal ini terkadang membuat perempuan merasa dilema atas pilihan bekerja atau dirumah. 

Keputusan yang akan diambil dalam hidup perempuan apalagi berkeluarga bergantung kepada sudut pandang orang lain baik dari suami maupun anak. 

Contoh sederhana, "Saat aku pergi ke salon untuk mengubah warna rambut, apakah suami dana anak -- anak ku suka dengan gaya rambutku?" 

Padahal hal yang dilakukan adalah untuk menyenangkan diri sendiri, namun begitulah perempuan keputusan yang diambil selalu mementingkan orang yang dia sayangi. Bekerja atau berbisnis dari rumah juga pilihan yang sulit. Semua pilihan memiliki sisi positif negatif.

Perempuan harus menjadi seorang karyawan mungkin karena beberapa hal, diantaranya adalah status sosial, budaya dari keluarga, faktor ekonomi, stigma masyarakat, jenjang pendidikan dan masih banyak lagi. Menurut Wikipedia, status sosial dapat diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi. 

Seorang perempuan harus bekerja dikarenakan lingkungan sekitar , entah dari keluarga ataupun pertemanan yang mana kebanyakan adalah seorang woman career yang sukses. 

Budaya dan dorongan keluarga sama dengan hal nya turun temurunan dari ayah kepada anak atau ibu kepada anak. Jika Ayahnya adalah seorang banker maka anaknya ketika sudah di sekolahkan tinggi haruslah membahagiakan orang tua menjadi "sesuatu". 

Budaya dan dorongan juga bisa jadi berasal dari stigma jika dia berasal dari keluarga kementerian, maka haruslah mengikuti jejak orang tua untuk bekerja pada bidang yang sama.

Faktor ekonomi juga tak kalah penting sebagai faktor penunjang perempuan harus berkerja. Banyak perempuan yang ingin berperan serta untuk membantu suami supaya roda dalam rumah tangga tidak berjalan dengan satu kaki. Hal -- hal yang menjadi keinginan pribadi seorang perempuan juga dapat dipenuhi oleh diri sendiri tanpa bergantung kepada suami.

Perempuan yang bekerja atau bisnis dari rumah juga tidaklah bisa dipandang sebelah mata. Di era pandemi ini sayangnya banyak perusahaan yang gulung tikar, dan merumahkan karyawannya. 

Banyak nasib karyawan terkatung mencari lowongan perkerjaan kembali. Banyak perempuan yang tadinya Di -- WFH - kan menjadi dirumahkan seterusnya. 

Inilah saat yang tepat untuk membuat sebuah bisnis dan menjadi seorang enterprenuer. Menjadi seorang enterprenuer menurut Listya Lestari harus memiliki keyakinan kuat serta kompetensi yang mumpuni. 

Keyakinan kuat yang disertai dengan mental baja akan mampu mengantyar perempuan menggapai tujuannya. Berbekal dengan keyakinan yang kuat serta mental yang baik akan membuat perempuan mampu menghasilkan bisnis yang inovatif.

Memulai sebuah usaha bukanlah hal yang mudah. Setelah memiliki keyakinan dan komitmen yang kuat kita juga membutuhkan supporting system dari lingkungan terdekat. 

Selain itu faktor mental baja, percaya pada kemampuan diri sendiri juga mennjadi salah satu syarat awal memulai bisnis baru. Aspek lain yang tak kalah penting adalah ikhlas. Sebagai kontrol diri saat mengalami pasang surut bisnis.

Bekerja dan berbisnis memiliki kekurangan dan kelebihan masing -- masing. Kita tidak bisa menentukan bahwasanya perempuan harus bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga atau berbisnis suapaya memiliki waktu lama dirumah. Semua keputusan untuk berbisnis atau bekerja dari rumah tergantung pada mindset masing -- masing . 

Bekerja menuntut perempuan tidak selalu dirumah, namun ada beberapa hal yang bisa ducapai seperti misalnya, faktor ekonomi yang lebih kokoh, status sosial dan wawasan yang luas. 

Berbisnis juga mengharuskan perempuan membagi waktu, namun positifnya bisa selalu memantau dan dekat dengan keluarga. Tapi memang insecure-nya lebih besar dikarenakan bisnis adalah sesuatu yang dinamis.

Banyak literatur dan bacaan baik online maupun offline terkadang tidak bisa memberikan gambaran yang utuh atau informasi yang berimbang mengenai pilihan bekerja atau berbisnis bagi perempuan. 

Pilihannya hanya kembali pada kodrat wanita sebagai seorang istri dan ibu. Padahal pilihan wanita baik berkerja menjadi seorang karyawan ataupun berbisnis bisa dilakukan asal proporsional. Kita tidak diperkenankan menjudge seorang perempuan terhadap pilihannya. Setiap perempuan pasti memiliki alasan dalam setiap keputusannya.

Lalu apakah mungkin seorang perempuan bisa melakukan keduanya? Jawabannya tentu bisa. Namun kembali lagi, supporting system juga diperlukan dari orang terdekat. Perempuan harus memastikan bahwasanya dengan menjalankan keduanya kodrat sebagai ibu dan istri tidak boleh terbengkalai. 

Bekerja sekaligus berbisnis bisa memiliki banyak keuntungan , misalnya, prosepek pelanggan ada pada rekan kerja, minim biaya promosi, cara kerja dari mulut ke mulut biasanya lebih cepat tersampaikan. 

Agar pekerjaan dan berbisnis berjalan lancar sebaiknya pilihlah bisnis yang sesuai dengan hobi yang benar -- benar disukai dan dipahami.

Kesimpulannya adalah, berkerja atau tidak kembali lagi adalah pilihan. Bekerja dan berbisnis dalah sarana aktualisasi diri bagi perempuan. Pilihan tersebut adalah tidak salah tergantung bagaimana seorang perempuan dapat menakar porsi pada pilihannya. 

Orang lain tidak berhak menjugde seorang perempuan atas pilihannya. Bekerja maupun berbisnis yang dipilih , pasti memiliki alasan juga sisi positif dan negatifnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun