Mohon tunggu...
ANISA WULAN CAHYANI
ANISA WULAN CAHYANI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Jember Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keraguan Pemerintah Indonesia: Tantangan Penerbitan Obligasi Daerah

20 Mei 2024   12:04 Diperbarui: 20 Mei 2024   12:14 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penerbitan obligasi daerah di Indonesia dapat terjadi karena beberapa alasan. Pertama, pemerintah daerah sering kali menghadapi keterbatasan kapasitas fiskal yang membatasi kemampuan mereka untuk membiayai proyek-proyek pembangunan besar dan penting. Obligasi daerah menyediakan sumber pembiayaan alternatif yang dapat membantu menutupi kekurangan dana ini tanpa harus bergantung sepenuhnya pada transfer dari pemerintah pusat. Kedua, obligasi daerah memungkinkan pendanaan proyek infrastruktur seperti jalan, jembatan, fasilitas kesehatan, dan pendidikan, yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 

Selain itu, dengan menerbitkan obligasi, pemerintah daerah dapat mendiversifikasi sumber pendanaannya, sehingga mengurangi ketergantungan pada satu jenis pendanaan dan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Proses penerbitan obligasi yang melibatkan studi kelayakan, perencanaan keuangan yang baik, dan persetujuan dari berbagai pihak juga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek-proyek tersebut. Selain itu, obligasi daerah dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek yang mendukung 

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), seperti proyek energi terbarukan dan infrastruktur hijau, yang sejalan dengan upaya global untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Terakhir, penerbitan obligasi daerah di pasar modal domestik membantu mengembangkan pasar modal lokal dan memberikan kesempatan investasi bagi investor domestik, sehingga meningkatkan likuiditas pasar modal Indonesia secara keseluruhan. Secara keseluruhan, obligasi daerah menawarkan solusi strategis dan berkelanjutan bagi pemerintah daerah untuk mengatasi tantangan pembiayaan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Proses penerbitan obligasi daerah melibatkan berbagai tahapan mulai dari perencanaan, pengajuan usulan kepada Menteri Keuangan, hingga penilaian dan persetujuan oleh otoritas terkait. Pemerintah daerah harus menyiapkan studi kelayakan, membuat kerangka acuan kegiatan, memantau batas kumulatif pinjaman, dan mendapatkan persetujuan prinsip dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Obligasi daerah memiliki beberapa keunggulan, seperti memungkinkan pemerintah daerah mengakses dana besar untuk pembangunan infrastruktur, mengurangi ketergantungan pada transfer dari pemerintah pusat, dan mendiversifikasi sumber pendanaan. Selain itu, penerbitan obligasi daerah juga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek-proyek publik, serta membantu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Namun, perwujudan obligasi daerah di Indonesia hingga saat ini masih menghadapi beberapa tantangan yang menghambat implementasinya secara luas. Meskipun kerangka regulasi untuk penerbitan obligasi daerah telah ada sejak lama, belum ada pemerintah daerah yang berhasil menerbitkan obligasi ini. Beberapa alasan utama termasuk prosedur yang kompleks, kurangnya kapasitas teknis di tingkat daerah, dan kendala dalam memenuhi persyaratan administratif dan finansial. Sebagai contoh, berikut beberapa daerah di Indonesia yang gagal dalam mewujudkan kebijakan obligasi.

1. DKI Jakarta

Untuk 10 tahun ke depan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerbitkan obligasi daerah untuk mempercepat pembangunan wilayah tersebut. Dalam konferensi pers yang diadakan di kompleks Istana Kepresidenan, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan membuat pernyataan tersebut. Namun, dia menegaskan bahwa investor akan tetap tertarik pada obligasi yang akan diterbitkan pemerintah provinsi DKI Jakarta. Untuk kebutuhan investasi investasi pembangunan Jakarta sebesar Rp 571 triliun dalam sepuluh tahun ke depan, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) telah memberikan persetujuan. Dana tersebut akan digunakan untuk menyelesaikan masalah di ibu kota seperti kemacetan dan kekurangan udara. Dananya juga digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Sistem transportasi massal seperti kereta api, LRT, MRT, dan jaringan bus akan dibangun. Selain itu, pemerintah DKI Jakarta akan membangun infrastruktur utilitas di ibu kota. Kas keuangan pusat dan daerah, investasi murni swasta, dan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) diperkirakan akan menyediakan dana besar ini.

Sejauh ini rencana penerbitan obligasi daerah baru mencapai tahap mendekati penerbitan, dan setiap daerah yang menerbitkan obligasi daerah menghadapi kendala. Sebab, Pemprov DKI Jakarta tidak menerbitkan obligasi daerah untuk pembangunan terminal Pulo Gebang yang akhirnya dibiayai oleh SiLPA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah menjadi direktur daerah yang baru.

Kegagalan dalam mewujudkan kebijakan obligasi daerah disebabkan oleh seringnya perbedaan pandangan antara Gubernur dan DPRD DKI Jakarta. Hal ini menyebabkan timbulnya pro dan kontra di masyarakat, sementara tujuan utama dari obligasi adalah untuk mempercepat pembangunan Kota Jakarta. Selain itu, terdapat juga sikap arogansi dari pihak-pihak yang menentang obligasi, dengan menganggap bahwa Jakarta tidak memerlukan obligasi APBD DKI Jakarta sudah mencukupi bahkan melebihi kebutuhan pembiayaan daerah. Semua alasan ini menunjukkan bahwa pemahaman yang komprehensif tentang obligasi daerah belum sepenuhnya tersosialisasi di masyarakat.

Padahal, meskipun APBD Jakarta surplus, untuk mewujudkan visi Jakarta sebagai kota besar yang setara dengan kota-kota besar di dunia, diperlukan dana yang signifikan. APBD DKI Jakarta saja tidak akan mencukupi untuk mempercepat pembangunan dan kemajuan Kota Jakarta. Saat ini, arogansi yang menyatakan bahwa DKI Jakarta tak butuh utang atau obligasi sudah tak berlaku lagi. Faktanya, Pemprov DKI Jakarta harus berutang dari BUMN demi mendukung pembangunan dan proyek di DKI Jakarta.

2. Jawa Tengah

Jawa Tengah memiliki potensi dan peluang untuk menerbitkan obligasi daerah, namun menghadapi beberapa kendala. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 mengenai Pinjaman Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan APBD, jumlah utang daerah yang harus dibayar tidak boleh melebihi Penerimaan Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tahun sebelumnya. Meskipun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berencana menerbitkan obligasi daerah, tantangan utamanya adalah belum mendapatkan persetujuan dari lembaga legislatif.

Aspek sumber daya manusia menjadi fokus utama dalam penerbitan obligasi daerah sebagai alternatif sumber penerimaan di Provinsi Jawa Tengah. Prioritas pada sumber daya manusia menunjukkan bahwa kemampuan pegawai di instansi pemerintahan yang memahami obligasi daerah sangat penting dalam merencanakan penerbitan tersebut sebagai sumber pendanaan alternatif di provinsi tersebut.

Meskipun Provinsi Jawa Tengah telah memenuhi persyaratan solvabilitas dan likuiditas untuk penerbitan obligasi daerah, keberanian untuk melaksanakannya masih tertahan. Pemprov Jateng merasa belum siap dalam hal sumber daya manusia apabila obligasi daerah benar-benar diterapkan, meskipun banyak proyek besar yang dapat diuntungkan dengan pembiayaan obligasi daerah yang artinya memberikan manfaat bagi daerah tersebut.

Namun, Jawa Tengah memiliki kemampuan untuk menerbitkan obligasi daerah dan telah memenuhi persyaratan, tetapi ada masalah dengan kesiapan sumber daya manusia. Sumber daya manusia harus diperkuat dengan memberikan pelatihan pelaporan keuangan yang sesuai dengan akuntansi pelaporan keuangan yang diatur oleh pemerintah pusat. Rencana Pemprov Jateng untuk penerbitan obligasi daerah tidak berjalan lancar karena belum mendapat persetujuan dari DPRD Jawa Tengah, sehingga pemerintah daerah meminta bantuan dari OJK untuk memberikan pemahaman lebih rinci kepada DPRD tentang manfaat penerbitan obligasi daerah. Namun penjelasan ini sulit karena DPRD lebih memahami politik daripada ekonomi.

Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Jawa Tengah, Eddy Sulistiyo Bramiyanto, menyatakan bahwa kemungkinan penerbitan obligasi daerah masih terus dievaluasi, dan beberapa aspek sedang dipersiapkan untuk memfasilitasi terlaksananya skema pembiayaan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun